Seperti film propaganda buatan tahun 2009 berjudul “The Founding of a Republic” dan film buatan tahun 2011 berjudul “The Beginning of the Great Revival” yang penayangannya, mendominasi, hampir di semua layar bioskop di seantero China.
Bandingkan dengan betapa di AS, yang jumlah penduduknya pada tahun 2014, di angka 318,9 juta jiwa. Dari jumlah penduduk sebanyak ini, meski tidak disebutkan pada bilangan jumlah penonton seperti di Indonesia, tapi film seperti Star Wars: Episode VII - The Force Awakens (2015) mampu mengeruk pemasukan sebesar 2.068 miliar dolar AS! Lalu diikuti film Avatar (2009), Titanic (1997), Jurassic World (2015), dan Marvel's The Avengers (2012), sebagai film terlaris domestik sepanjang masa di AS.
Sedangkan untuk pemasukan terbesar di seluruh dunia, sebagaimana dikutip laman filmsite.org, justru diraih film Avatar (2009), Titanic (1997), Star Wars: Episode VII - The Force Awakens (2015), Jurassic World (2015) dan Marvel's The Avengers (2012).
Menjual Film di Indonesia.
Barang bagus kalau tidak dijual dengan cara bagus, hasilnya tidak akan bagus. Adagium lawas itu nenegaskan bahwa teknik menjual produk, apapun jenisnya, sepatutnya diperlakukan dengan cara yang semestinya, sepatutnya dan terukur. Agar produk barang tersebut mencapai hasil yang maksimal, atau bagus.
Marcus Taylor, seorang penggiat industri TV, dan telah bekerja di sejumlah stasiun TV seperti BBC, ITV, C4 hingga NatGeo, sebelum terjum dalam dunia pemasaran film di AS, memberikan banyak kiat bagaimana seharusnya menjual produk films dan program TV, hingga program TV Shows Online.
Dari sejumlah kiat, atau puluhan kiat yang diarumuskan, intinya dia merumuskan menjual produk film juga film TV mempunyai nilai keunikannya sendiri. Sehingga, dalam bahasanya, nyaris tidak bisa dirumuskan, kecuali diprediksi, yang hasilnya, tetap saja unsur judinya sangat besar sekali.
Meski demikian, dia tetap berusaha sangat terencana dengan kiatkiatnya. Dan penentuan waktu atau timing, menurutnya memegang peranan kunci dalam memasarkan produk film juga film TV kepada masyarakat. Dengan timing atau momentum yang tepat dalam mempromosikan produk film dan produk TV, sasaran untuk membangun awaranes publik atas kehadiran produk tersebut, menjadi terbangun.
Di atas timing atau momentum, yang tak terelakkan dan tertawarkan adalah konten dari film atau produk itu sendiri. Karena, betapapun, "content" adalah "gold mines", atau tambang emas dari produk yang hendak dijual. Sehingga adagium barang bagus, jika tidak dijual dengan bagus, hasilnya tidak akan bagus, berkolerasi dengan pernyataan Taylor.
Meski kita semua juga sangat menyadari, persoalan marketing atau pemasarn bukanlah persoalan ilmu pasti. Namun demikian, masih banyak yang bisa kita pelajari dari banyak kasus mereka mereka yang sukses memasarkan produk film mereka, juga mereka meraka yang sangat tidak sukses memasarkan produk mereka.
Karena tulisan ini, tidak akan berbicara tentang kiatkiat itu, karena akan seperti menggarami lautan dihadapan hadirin sekalian yang terhormat, yang telah makan asam garam, bagaimana menjual produk film di Indonesia, dengan berbagai dinamikanya. Yang pasti, memasarkan produk film dan TV shows bukanlah pekerjaan mudah. Karena, jika Anda sekalian ingin tampak berbeda diantara kerumuman orang banyak, Anda, seperti dikutip Taylor, harus melakukan strategi marketing yang berbeda.