Mohon tunggu...
Benny Benke
Benny Benke Mohon Tunggu... -

the walkers. touch me at benkebenke@gmail.com,

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Kritik Film dan Strategi Peredaran Film di Indonesia, Memancing di Kolam Ikan

5 Oktober 2016   10:43 Diperbarui: 5 Oktober 2016   20:55 214
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Memancing di kolam ikan adalah terma yang acap dikemukakan para ahli strategi pemasaran untuk menjual produk mereka, apapun jenisnya, pada sebuah wilayah pasar, yang sejatinya banyak pembeli atau buyernya.

Dengan memancing di kolam ikan, diharapkan, prosentase umpan yang dimakan ikan, menjadi sangat terbuka lebar, atau lebih besar. Jika misalnya, dibandingkan dengan memancing di laut terbuka, atau sungai, danau, muara dan aneka tempat ikan adabnya berada.

Demikian halnya dengan pasar penonton film di Indonesia, atau Jabodetabek, misalnya. Meski belum ada penelitian resmi, sangat dipercaya, resapan penonton film, dalam hal ini layar lebar di Indonesia, sangat baik. Meski jika dikomparasikan dengan jumlah penduduk Indonesia, berdasarkan sensus penduduk tahun 2010 adalah sebanyak 237 641 326 jiwa. Atau sederhananya, tahun 2016 ini, kita bulatkan menjadi 250 juta jiwa, jumlah penonton bioskopnya masih terhitung sangat kecil.

Ambil contoh penonton film terlaris mutakhir di Indonesia adalah Warkop DKI Reborn: Jangkrik Boss! Part 1 (2016), yang dalam masa pemutarannya selama 12 hari, telah mencapai angka lebih dari 5 juta penonton. Bandingkan dengan penonton bioskop di Korea Selatan, yang pada sensus tahun 2015, penduduknya di angka 50 jutaan jiwa. Tapi raihan penontonnya, mencapai angka 17,614,679pada 2014, via film The Admiral: Roaring Currents.

Setelah itu, film Ode to My Father (2014) 14,262,139, Veteran (2015) 13,413,986, The Host (2006) 13,019,740, dan The Thieves (2012) 12,983,821 penonton.

Apa yang membuat angka penonton film Indonesia, masih jauh berbanding lurus, dengan jumlah penduduknya? Banyak faktornya. Bahkan jumlah penduduk China, tahun 2015 lalu, pada angka 1.361.512.535 Jiwa. Lebih dari 1,3 miliar jiwa. Tapi jumlah penonton filmnya? Pada sensus tahun 2012, dari 745 film panjang yang diproduksi di China, 315 judul atau 42% saja yang ditayangkan di bioskop.

Atau sebagaimana data yang dikeluarkan firma media-research Entgroup, film box office di China, masih didominasi filmfilm dari Hollywood, meski tetap ada film buatan domestik, sebagaimana di Indonesia. Dan jumlah penontonnya, masih berbanding terbalik, dengan jumlah penduduknya, sebagaimana terjadi di Indonesia. Atau dalam data mereka, dikeluarkan lima (5) film terlaris di China adalah The Mermaid (2016)yang mendapatkan pemasukan sebesar 526,848,189 US Dollar, Zootopia (235,591,000), Warcraft (220,841,090), Captain America: Civil War(190,429,000), dan The Monkey King 2 in 3D (185,402,420).

Bandingkan dengan data yang dikeluarkan Motion Picture Association of America (MPAA) di AS, yang berani mengklaim, dari 818 film panjang yang diproduksi pada tahun 2011, tiga perempatnya beredar di sejumlah layar bioskop di AS. Meski China saat ini dinilai telah mengambil alih pasar Jepang, sebagai pasar film terbesar di dunia di belakang AS.

Sehingga film lokal mereka seperti “Lost in Thailand” dan “Journey to the West: Conquering the Demons” bahkan mencatatkan rekor sebagai film domestik, dengan pemasukan yang luar biasa, menyaingi sejumlah film dari AS di sana.

Melihat hal ini, fenomena jumlah penonton film di China, bisa dicerminkan dengan jumlah penonton film di Indonesia. Masih menurut Entgroup, raihan penonton bioskop yang kurang maksimal di China, dikarenakan beberapa faktor. Faktor utamanya adalah kapasitas sinema di sana, sangat terbatas. Di luar skedul sinema yang sangat ketat, berebut dengan film baru yang meminta jatah untuk bersegera meminta diputar.

China, pada tahun 2013, memiliki 3,680 sinema, dengan 13,118 total layar. Bandingkan dengan AS, yang masih menurut MPAA, memiliki 39,500 layar. Ditambah ada persoalan klise di China, karena pemerintah setempat juga gemar membuat film propaganda, yang "setengah" mewajibkan penduduknya untuk menonton film tersebut, alihalih menonton film pilihan merdeka mereka sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun