Mendominasinya politik identitas dalam ruang publik yang sehari-hari sekarang terjadi dengan gelombang yang begitu besar di media sosial bukan hal yang patut dirayakan, karena sepertinya media sosial juga turut andil terjadinya segresi sosial secara horizontal  yang makin melebar.
Praktek demokrasi di Indonesia sepertinya telah beralih menjadi perlombaan yang tak mengenal kawan maupun lawan, semuanya dijalankan secara oligarchic democracy yang sangat akrab dengan politisasi bertendensi SARA dan memecah belah.
Sentimen terhadap etnis minoritas yang terjadi hingga kini bisa jadi merupakan  rekayasa sosial yang dikonsepsikan oleh kelompok tertentu untuk menarik simpati masyarakat
Bahaya dari politik identitas yang berlebihan adalah bisa berujungnya pada fasisme, bahkan lebih buruk lagi yaitu separatisme dan masyarakat yang sudah terasimilasi berdasarkan identitas tertentu, dapat dengan mudah dimobilisasi oleh kelompok yang ingin mencapai agenda politiknya. Politik identitas yang dijalankan oleh kelompok tertentu, berupaya memunculkan negara yang mono-identitas. Masyarakat Indonesia seakan dibuat hilang ingatan akan sejarah keragaman yang dimilikinya.
Secara singkat, politik identitas tak bisa dilawan dengan politik identitas "yang lebih lunak". Ia harus dilawan dengan politik yang mengutamakan kepentingan publik di atas kepentingan pribadi.
Hal lain yang juga perlu disikapi adalah jangan agama dibawa-bawa pada ranah politik. Agama cukup sebagai keyakinan hidup dan pedoman moral, baik dalam ranah individu maupun sosial ,karena ajaran agama menekankan keimanan, ritual peribadatan, dan moralitas, Sedangkan politik menekankan aturan main dalam perebutan dan pembagian kekuasaan dalam konteks kehidupan bernegara, karena apabila agama digunakan sebagai sentimen pimodial dan etnisitas demi kepentingan politik, maka yang  terjadi adalah politisasi agama yang berpotensi terjadinya kekerasan komunal secara horizontal, dan akibatnya sprit demokrasi yang sudah diperjuangkan dengan susah payah oleh kekuatan rakyat pada tahun 1998 akan sia-sia. Dan Peran para pemimpin agama baik dari agama islam, protestan,katolik, Hindu, Budha dan Kong Hu Cu secara serempak bahu membahu harus mengarahkan umatnya untuk tidak terjebak dalam politisasi agama yang dilakukan oleh kelompok-kelompok tertentu demi memenuhi syahwat politik kekuasaannya.
B.Rasjid
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI