Mohon tunggu...
Benjamin Simatupang
Benjamin Simatupang Mohon Tunggu... Lainnya - Ayah, suami dan anak

Just keep swimming!

Selanjutnya

Tutup

Seni Pilihan

Rock Opera Jesus Christ Superstar: Sympathy for Judas?

21 April 2024   01:01 Diperbarui: 21 April 2024   01:06 573
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jika secara statistik dilakukan analisa korelasi antara musik rock dan Yesus Kristus, bagaimana hasilnya?  Bisa jadi hasil yang diperoleh adalah korelasi negatif.  Artinya, adanya peningkatan/kenaikan dalam kesukaan akan music rock, terkait dengan penurunan keimanan terhadap Yesus Kristus.  Demikian pula sebaliknya, ketika keimanan terhadap Yesus Kristus meningkat, maka kenikmatan mendengarkan musik rock akan menurun.

Kenapa saya berpendapat demikian?  Karena saat menjadi mahasiswa (1993 -- 1999), beberapa bacaan yang saya konsumsi, juga dalam sesi persekutuan mahasiswa Kristen di kampus, mengajarkan music rock ditunggangi setan, dan mempengaruhi alam bawah sadar pendengarnya untuk memuja iblis dan menjauhi Tuhan.  Lihat saja nama-nama band rock yang top di era 60 -- 90an, antara lain : "Judas Priest" (mana ada pendeta yang namanya Judas!), "Black Sabbath", dan "AC/DC" (gosipnya, merupakan singkatan "After Christ/Devil Coming"...Benar tidaknya?  Wallahualam).  Judul lagunya?  Banyak yang menyeramkan, memang.  Ini contoh-contohnya : "Shout at the devil", dinyanyikan oleh "Motley Crue", "Highway to hell" dinyanyikan oleh "AC/DC", "Suicide Solution" dinyanyikan oleh Ozzy Ozborne, dan "Sympathy for the devil" dinyanyikan oleh "Rolling Stones". 

Maka ketika suatu waktu di era 1990an saya membaca mengenai adanya "Rock Opera Jesus Christ Superstar" (selanjutnya disebut Rock Opera JCS), kepengin tahu juga, seperti apa sih sebuah pentas mengenai Yesus Kristus, yang dibalut dengan musik rock? 

Keingintahuan saya akhirnya baru terjawab di tanggal 6 April 2024.  Ketika komunitas SMA Kolese Gonzaga, Jakarta, melakukan pementasan Rock Opera tersebut, di Ciputra Artpreneur, dalam dua kali pertunjukan : jam 13:00 dan jam 19:00.  Saya menonton di jam 19:00.  Saya menghadirinya tanpa melakukan googling apapun sebelumnya mengenai pentas ini.  Blank.  Saya hanya ingin menikmatinya tanpa ada embel-embel penilaian apapun sebelumnya. 

Hasilnya?  Saya dipuaskan.  Pertunjukan berlangsung memikat.  Secara visual maupun audio, penonton benar-benar dimanjakan.  Rock opera ini ternyata tidak berkisah seluruh hidup Yesus.  Tapi fokus kepada minggu terakhir hingga Yesus wafat disalib.  Seluruh lagu yang dibawakan dalam Rock Opera ini menggunakan bahasa Inggris.  Jadi, buat saya, tidak semua dialog bisa langsung dipahami saat itu.  Saya merasa perlu membaca naskahnya, untuk bisa lebih menikmatinya.  Melalui Tokopedia, buku berisi naskah Rock Opera tersebut, berjudul "Jesus Christ Superstar -- The authorized version" saya beli.  Selain naskah, buku tersebut juga berisi wawancara dengan duo kreatornya : Tim Rice dan Andrew Lloyd Webber.

https://www.abebooks.co.uk/Jesus-Christ-Superstar-Authorised-Version-Braun/31469621864/bd#&gid=1&pid=1
https://www.abebooks.co.uk/Jesus-Christ-Superstar-Authorised-Version-Braun/31469621864/bd#&gid=1&pid=1

Rock Opera JCS : Mosok iya, Yesus seperti ini?

Tim Rice menjelaskan, "We want to emphasize really that Superstar is first and foremost...it's a question, it's not a statement".  Inilah, menurut saya, kunci untuk memahami Rock Opera ini.  Injil Markus memang menyebutkan Yesus sosok terkenal (Markus 6:14 : "Raja Herodes juga mendengar tentang Yesus, sebab nama-Nya sudah terkenal..." ).  Tapi Rock Opera JCS sama sekali tidak bermaksud menunjukkan tindakan, ajaran, ataupun mukjizat Yesus, yang menjadikannya popular.  Menurut Injil, Yesus memang sangat populer, terutama di kalangan orang berdosa/pinggiran/tersingkir di masyarakat (antara lain para pelacur, pemungut cukai, maupun penderita segala macam penyakit).  Yesus dalam Rock Opera JCS adalah Yesus sebagai manusia biasa tanpa kuasa supranatural, dan sama sekali tidak mengajukan klaim sebagai Anak Allah.  Andrew Lloyd Webber menyatakan dengan gamblang bahwa ia memang tidak percaya Yesus adalah Allah.  

Jadi, ini bukanlah pentas yang perlu dicocok-cocokkan dengan Injil.  Tapi, buat saya yang mengimani Yesus sebagai Allah, saya akui, secara mental membandingkan penampilan di pentas dengan kisah Yesus di Injil. 

Contohnya, dalam adegan setelah Yesus menjungkirbalikkan meja para pedagang yang berjualan di Bait Allah, banyak orang sakit yang mengerumuni Yesus, dengan tangan-tangan yang terjulur, diiringi permohonan meminta kesembuhan.  Yesus jadi kewalahan, dan meminta dengan keras agar para orang sakit itu membubarkan diri, sambil berteriak, "Heal yourself!".  Kerumunan orang sakit itu lalu keluar dari panggung.  Sepertinya terkaget-kaget, melihat tanggapan Yesus.  Di bagian ini saya mengaku agak kesal.  Bukan kesal terhadap penampilan para pemerannya.  Komunitas SMA Kolese Gonzaga menampilkan adegan ini dengan sangat excellent.  Saya kesal terhadap Yesus yang digambarkan oleh Tim Rice dan Andrew Lloyd Webber dalam adegan ini.   

Injil Matius 21:14 memang menyebutkan kerumunan orang buta dan lumpuh yang mendatangi Yesus, setelah peristiwa pembersihan Bait Allah.  Tanggapan Yesus versi Injil adalah, "mereka disembuhkan-Nya."  Yesus dalam Injil, sependek pemahaman saya, adalah pribadi yang sangat berbelas kasihan terhadap penderitaan orang dengan sakit penyakit.  Yesus, justru sering 'menikmati' berbagai 'gangguan' dari orang-orang terpingggirkan dan berdosa, yang mohon kesembuhan ataupun pemulihan. 

Saya merasa agak 'terganggu' dengan penggambaran Yesus di adegan itu.  Tapi, so what?  Naskahnya, kan memang seperti itu.  Just enjoy the show, bro!  

Tema inti Rock Opera JCS : Judas only want to know!

Menurut sang kreator, tema kunci Rock Opera ini ada dalam salah satu baris lagu "Superstar" yang dinyanyikan Yudas Iskariot.  Yudas memang menempati peran sentral dalam Rock Opera ini.  Dialog/nyanyian Yudas bahkan lebih banyak daripada bagian Yesus.  Lirik/dialog Yudas yang merupakan inti Rock Opera ini adalah : "Don't get me wrong, I only want to know". 

Apa yang Yudas ingin ketahui/minta kepastian?  Yudas mempertanyakan banyak hal mengenai Yesus.  Terutama mengenai identitas, tujuan, serta timing kehidupan Yesus di bumi.

Berbagai pertanyaan itu juga terasa seperti gugatan : "Jesus Christ...Who are you? What have you sacrificed?  Jesus Christ Superstar, do you think you're what they say you are?  Did you mean to die like that?  Was that a mistake?  Why'd you choose such a backward time and such a strange land?"

Yesus sendiri tidak menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan Yudas.  Yang bertanya memang bukan Yudas secara fisik, karena Yudas sudah mati bunuh diri karena tenggelam dalam penyesalan.  Yudas datang dalam bentuk roh (sinopsis dalam buku acara menuliskan: "Sebelum Yesus disalib, roh Yudas kembali dan bertanya apakah kedatangan-Nya merupakan bagian dari rencana Ilahi").  Saya sadar, bagian ini tidak ada dalam Injil.  Toh, di adegan ini, saya justru menikmati pertunjukan tersebut, termasuk juga bombardir pertanyaan yang diajukan Yudas.        

Dialog/nyanyian Yudas, memang terasa membuat penonton menggugat alasan kedatangan dan kematian Yesus.  Apa benar Yesus datang untuk menebus dosa manusia?  Peran Yudas yang umumnya digambarkan pengkhianat keji tanpa perasaan (bahkan dalam Injil Yohanes 6 : 70 -- 71, disebutkan Yesus berkata, "Namun, salah seorang di antara kamu adalah Iblis.  Yang dimaksudkan-Nya ialah Yudas, anak Simon Iskariot.") dalam Rock Opera JCS berperan sebagai orang yang rasional dan penuh kalkulasi cermat.  Yudas dalam Rock Opera JCS merupakan tangan kanan Yesus, dan kerap menegur Yesus karena dipandang terperangkap di tengah kemauan massa yang ingin menjadikan Yesus sebagai Mesias. 

Lalu kenapa Yudas kemudian "menjual" Yesus?  Saya teringat tulisan Pdt. Eka Darmaputera, yang berjudul "Yudas datang berkunjung" (dalam buku "Mengapa harus salib?").  Pdt. Eka melakukan wawancara secara imajiner dengan Yudas Iskariot yang datang ke GKI Bekasi, tempatnya menggembalakan umat.  

https://www.library.gkigadingserpong.org/
https://www.library.gkigadingserpong.org/
Dalam dialog imajiner tersebut, Yudas menyatakan motifnya menjual Yesus adalah, "Itu cuma taktik agar Yesus ditangkap.  Saya pikir, Yesus pasti akan melawan, dan pasti mampu melepaskan diri.  Dan dengan begitu saya memaksa Yesus bertindak!"  Tapi, ternyata, Yesus tidak bertindak sesuai skenario Yudas.  Yesus malahan terlihat sebagai Allah yang lemah, tak berdaya, tidak melakukan perlawanan, dan mati disalib. 

Setelah menonton Rock Opera JCS dan membaca naskahnya, saya jadi agak bersimpati dengan Yudas.  Terpikir, mungkin Tim Rice dan Andrew Lloyd Webber sengaja menjadikan Yudas sebagai tokoh sentral, untuk mengingatkan, bahwa pertanyaan-pertanyaan yang diajukan Yudas, adalah hal yang justru diperlukan untuk menggugah iman, untuk tidak hanya mengulang-ulang slogan "Jesus is the answer", tapi berupaya menemukan makna substantif secara spiritual atas salib Kristus.  Bahwa iman bukan hanya memberikan jawab atas pertanyaan-pertanyaan yang sukar dijawab pasti, tapi iman juga diperlukan untuk mempertanyakan jawaban-jawaban yang dianggap sudah baku dan terasa kaku.    

Salib : sebuah strategi Allah?

Tapi apakah memang itu motif Yudas menyerahkan Yesus?  Apapun motifnya, nama Yudas sudah terpatri sebagai seorang pengkhianat.  Yudas mungkin saja pengkhianat Yesus Kristus yang paling terkenal.  Tapi pastinya, bukanlah pengkhianat yang terakhir.  Saya teringat Susaku Endo, penulis novel  dari Jepang, yang karyanya sering bertemakan pengkhianatan.  "Silence" adalah novel Endo yang sudah saya baca dan tonton filmnya.  

https://shopee.co.id/
https://shopee.co.id/

https://maribethbarber.com/2021/06/07/in-which-i-review-silence-the-book-the-film/
https://maribethbarber.com/2021/06/07/in-which-i-review-silence-the-book-the-film/

Endo tergetar ketika membaca kisah para martir Kristiani.  Tapi Endo heran karena tidak pernah ada kisah para pengkhianat Kristiani.  Bagaimana mungkin?  Sementara, menurut Endo, pesan yang paling kuat dari Yesus Kristus adalah cinta-Nya yang melimpah, bahkan untuk -- terlebih untuk, orang-orang yang mengkhianati-Nya.  Bukankah massa yang menyambut Yesus masuk Yerusalem sambil berteriak "Hosanna!" (artinya : tolong, selamatkan kami), adalah massa yang beberapa hari kemudian meneriakkan, "Salibkan dia!".  Toh, salah satu kalimat terakhir Yesus, adalah, "Bapa, ampunilah mereka, karena mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat."   

Bukankah Petrus juga seorang pengkhianat ketika menyangkal Yesus?  Tapi, toh, Yesus setelah bangkit menerima Petrus, bahkan menjadikannya sebagai pionir komunitas pengikut Yesus. 

Pdt. Ayub Yahya dalam kata pengantar buku "Mengapa harus salib", menuliskan, "Salib adalah misteri.  Tidak terjangkau otak manusia.  Bagaimana mungkin Allah mengizinkan Kristus menempuh jalan laknat itu?!  Tidak adalah jalan lain?!  Maka, pun ketika ribuan lembar buku dan ratusan judul lagu ditulis untuk mengungkapkannya, "mengapa harus salib?" tetap akan menjadi pertanyaan.  Tanpa jawaban yang memuaskan.  Namun itu baik.  Dengan begitu manusia akan terus tertantang, terpacu dan terdorong untuk menggumulinya, menggelutinya.  Bukankah manusia adalah makhluk yang selalu pengin tahu?  Semakin sesuatu itu "gelap", semakin pula ia tertarik untuk mendekatinya....Oleh karena itu, salib bukan lagi benda asing tanpa makna, tetapi jalan kita untuk datang lebih dekat kepada-Nya.  Sebuah "strategi" Allah yang brilian?  Bisa jadi."

Spiritualitas Kristiani dalam Rock Opera JCS

Apapun penilaian saya mengenai makna dan substansi Rock Opera JCS, penampilan komunitas SMA Kolese Gonzaga sangat luar biasa, dan harus diapresiasi.  Yesus yang ditampilkan memang tidak sama seperti yang ada dikisahkan dalam Injil.  Saya sadar, Rock Opera JCS adalah hiburan massa.  Tapi saya rasa, ada juga sipiritualitas Kristiani yang mencuat darinya. 

Medio April 2024.

Penulis adalah awam, umat GKI Kebayoran Baru, Jakarta

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Seni Selengkapnya
Lihat Seni Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun