Yang ketiga, adalah doa. Â Jika calon yang anda dukung kalah, doakan calon yang menang. Â Setelah kontestasi selesai, kita disadarkan bahwa semua pihak berada dalam suatu jaringan timbal balik yang tak dapat dielakkan, terkait dalam satu tenunan takdir. Â Apapun yang secara langsung mengena pada seseorang, akan berpengaruh terhadap semua secara tidak langsung. Â Sikap mempertahankan keterbelahan justru akan kontra produktif. Â Pemilu hanyalah peristiwa rutin, sementara urusan merawat Indonesia adalah kepentingan jangka panjang yang jauh lebih penting. Â Inilah yang menurut Gus Mus (Ahmad Mustofa Bisri) dalam tulisan di harian Kompas tanggal 28 Januari 2024, disebut sebagai "kewarasan dalam berpolitik". Â Â Â Â Â Â Â Â
Â
Golput, atau tidak menggunakan hak suara?
Pada era Orde Baru, fungsi Pemilu hanya sebagai "tukang stempel politik" bagi kekuasaan Soeharto. Â Kita tidak boleh lupa, bahwa saat ini kita hidup dalam kondisi yang berbeda. Â Indonesia saat ini adalah negeri yang relatif demokratis. Â Golput ataupun tidak menggunakan hak suara, bukanlah hal yang tabu. Â Namun bagi penulis sendiri, kondisi demokrasi saat ini, dengan segala kekurangannya, perlu kita syukuri. Â Karena perjalanan kita sebagai bangsa untuk sampai di titik demokrasi saat ini telah memakan korban nyawa yang tidak sedikit. Â Demokrasi yang kita nikmati saat ini dibayar dengan harga yang mahal. Â Â Â Â Â
Yang saya maksud adalah korban yang berjatuhan saat era Orde Baru, karena dianggap komunis, dan juga korban saat era Reformasi (1998 / 1999). Â Kebebasan dan demokrasi yang kita jalani sampai saat ini tidaklah jatuh dari langit, tapi diperjuangkan dan melewati rezim Orde Baru. Â Barangkali ada yang kurang setuju untuk memasukkan tragedi 1965/1966 sebagai bagian dari perjuangan untuk demokrasi, Â Bukankah korban berjatuhan karena kondisi politik yang chaos? Â Tapi tidak bisa dipungkiri bahwa sejak itulah Orde Baru berkuasa dan demokrasi dikendalikan Soeharto. Â Sehingga, para korban 1965/1966 juga bagian dari long march bangsa Indonesia menuju demokrasi. Â Â Â
Atas dasar itu, saya berpendapat kita harus memanfaatkan hak suara yang ada pada kita. Â Bukan semata karena hak kita. Â Tapi juga sebagai ungkapan rasa syukur, dan menghargai para korban yang telah membayar mahal demokrasi yang kita nikmati saat ini.Â
                                                             ****************
Umat Kristen Indonesia, bersama dengan umat agama lain, memiliki pandangan atau sikap terhadap politik. Â Ada yang berbeda, tapi bisa jadi ada yang sama. Â Dan semua agama mendasarkan pada kebenaran yang diyakininya. Â Kembali saya teringat Gandhi. Â Di bagian pengantar otobiografinya, Gandhi menulis, "Ratusan orang seperti saya boleh enyah, tetapi biarlah kebenaran bertahta." Â Barangkali kita tidak akan pernah sampai pada 'kebenaran yang bertahta' sebagaimana dicita-citakan Gandhi, di tengah dunia yang terpolusi dosa. Â Tapi kita semua terpanggil untuk mencapainya, dengan apa yang masing-masing ada pada kita. Â Termasuk dalam politik. Â Â Â
Jakarta, 14 Februari 2024