Latar Belakang
Tahun depan, 2023, Indonesia untuk yang keempat kalinya akan menjadi Keketuaan/Chairmanship Association of Southeast Asian Nations (ASEAN), setelah sebelumnya menjadi ketua pada tahun 1976, 2003, dan 2011. Â Keketuaan ASEAN-Indonesia 2023 akan menjadi momentum menunjukkan kepempinan Indonesia di tingkat regional, maupun global. Â Apalagi saat ini dunia tengah dilanda ketidakpastian akibat perang Rusia-Ukraina, krisis pangan dan energi, resesi keuangan, serta perubahan cuaca, maka Keketuaan Indonesia di ASEAN akan memberikan kontribusi signifikan sebagai salah satu solusi atas permasalahan yang melanda dunia saat ini. Â Untuk itu pada Keketuaan Indonesia 2023, ASEAN dan dunia menaruh harapan besar untuk mencari solusi kolektif atas permasalahan yang tengah melanda. Melihat perkembangan ASEAN yang sangat pesat dan dinamis, ada baiknya kita mengenal embrio ASEAN yang telah dirintis oleh nenek moyang Indonesia pada abad ke-14 M.
Sejarah berdirinya ASEAN
Organisasi terbesar di Asia Tenggara, ASEAN, dideklarasikan oleh para Menteri Luar Negeri Asia Tenggara dari Indonesia: Adam Malik, Filipina: Narsisco Ramos, Malaysia: Tun Abdul Razak, Singapura :Sinnathamby Rajaratnam, Thailand : Thanat Khoman pada tanggal 8 Agustus 1967. Pada usianya yang ke-54 tahun (per 8 Agustus 2021), ASEAN telah menempuh perjalanan Panjang hingga menjadi organisasi global (ASEAN Community in a Global Community of Nations, tema Keketuaan ASEAN-Indonesia 2011) yang menarik perhatian dunia saat ini. Â
ASEAN atau Perhimpunan Bangsa-bangsa Asia Tenggara didirikan lewat inisiatif lima tokoh di atas. Setelah Perang Dunia II berakhir, dunia memasuki Perang Dingin. Di pertengahan 1950-an, pertarungan ideologi mendorong terbentuknya Southeast Asia Treaty Organization (SEATO). Selain SEATO, ada pula Association of Southeast Asia (ASA) yang berdiri pada 1961. Kemudian MAPHILINDO, yang terdiri dari Malaysia, Filipina, dan Indonesia yang didirikan pada 1963. Organisasi-organisasi itu didirikan untuk memperkuat hubungan antartetangga. Sayangnya, tak ada yang awet karena konflik di internal masing-masing organisasi.
Selain itu, negara yang bergabung pun terlampau sedikit. Ini menjadi keprihatinan Menteri Luar Negeri Thailand, Thanat Khoman. Khoman pun mengajak tetangga-tetangganya untuk membentuk sebuah asosiasi yang lebih inklusif dan benar-benar mewakili Asia Tenggara. Khoman dan empat menteri luar negeri dari negara lain menandatangani Deklarasi Bangkok pada 8 Agustus 1967. Deklarasi Bangkok itulah melandasi berdirinya ASEAN.
Pendiri ASEAN Indonesia
Indonesia merupakan salah satu pendiri (the founding father) ASEAN.  Sejarah mencatat, saat itu Indonesia diwakili oleh Adam Malik selaku Menteri Luar Negeri (28 Maret 1966 – 23 Maret 1978).  Untuk itu, ada baiknya kita mengenal tokoh tersebut.  Adam Malik atau lengkapnya Adam Malik Batubara, lahir dari pasangan Haji Abdul Malik Batubara dan Salamah Lubis di Pematang Siantar, Sumatra Utara pada 22 Juli 1917. Beliau memulai karirnya sebagai wartawan. Pada 1937, Adam Malik dan rekan-rekannya mendirikan ANTARA yang kelak menjadi kantor berita nasional. Ia terlibat dalam kemerdekaan dan mendirikan Partai Musyawarah Rakyat Banyak (MURBA). Pada tahun 1959, Adam Malik menjadi duta besar Indonesia untuk Uni Soviet dan Polandia. Di era Presiden Soekarno, beliau menjabat Menteri Perdagangan sebelum menjadi Menko Pelaksana Ekonomi Terpimpin. Pada masa Orde Baru, Adam Malik diberi jabatan Menteri Luar Negeri. Adam Malik dijuluki Si Kancil (bertubuh kecil, tapi cerdik) mendampingi Presiden Soeharto pada periode 1978-1983.
Â
Embrio ASEAN masa Maha Patih Gadjah Mada (1313-1364 M)
Kerajaan Majapahit mencapai puncak kejayaannya pada saat Raja Hayam Wuruk memrintah di era Abad ke-14 (1350-1389 M) dengan sang Maha Patih Gadjah Mada. Mengutip karya jurnal yang ditulis Yusak Farchan dan Firdaus Syam "Tafsir Kekuasaan Menurut Gajah Mada" (Jurnal Politik, Volume 11, 2015), bahwa sifat dari Gajah Mada serupa dengan ayahnya Gajah Pagon. Dua orang yang memiliki nama Gajah tersebut bersifat pemberani, tahan mental, tidak mudah menyerah, setia kepada tuannya dan berperilaku seperti hewan gajah dalam menghalau semua penghalang.
Di bawah perintah Maha Patih Gadjah Mada (1313-1364 M), Kerajaan Majapahit mencapai puncak kejayaannya dan menguasai banyak wilayah. Menurut Kakawin Nagarakretagama pupuh abad XIII-XV, wilayah kekuasaan Majapahit meliputi pulau-pulau di luar Jawa, Tumasik (Singapura), Semenanjung Malaya (Malaysia), Brunei Darussalam, dan Sebagian Filipina. Kalau diterjemahkan sekarang merupakan sebagian besar wilayah Association South of Asian Nations (ASEAN). Â Apabila ditelaah lebih lanjut, bahwa pada era Kejayaan Majapahit, kerajaan ini telah berhasil menguasai Sebagian besar wilayah ASEAN dan hal tersebut merupakan perwujudan Sumpah Palapa Gadjah Mada. Jadi Gadjah Mada sangat pantas bila disebut inspirator berdirinya ASEAN.
Menjelang Keketuaan ASEAN-Indonesia 2023, sangatlah pantas bahwa Maha Patih Gadjah Mada merupakan inspirator berdirinya ASEAN, sekaligus menjadi legacy atas kepemimpinan Indonesia tahun depan. Â Hal tersebut membuktikan bahwa ada benang merah atas perwujudan kekuasaan Majapahit abad ke-14 serta terwujudnya ASEAN saat ini, sehingga hal tersebut sekaligus membangkitkan rasa patriotis dan nasionalisme generasi muda.Â
Apalagi nama Gadjah Mada itu sendiri telah digunakan dan diabadikan sebagai nama universitas negeri tertua (19 Desember 1949) dan berkembang menjadi yang terbaik di Indonesia (QS WUR 2023) yaitu Unversitas Gadjah Mada (UGM). Â UGM merupakan universitas pertama yang didirikan oleh pemerintah paska kemerdekaan. Â Kedua kebanggaan ini yaitu ASEAN dan Gadjah Mada diharapkan semakin mengangkat legacy Indonesia di mata internasional. Â Â
Kesimpulan dan rekomendasi
Sumpah Palapa yang diucapkan oleh Gadjah Mada, Maha Patih Kerajaan Majapahit, adalah perwujudan penyatuan Nusantara yang wilayahnya meliputi sebagian besar wilayah ASEAN yakni Indonesia, Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam dan Filipina setara dengan 56% luas ASEAN). Â Mempertimbangkan hal tersebut, dapat dikatakan bahwa embrio terbentuknya ASEAN telah di mulai pada era Kejayaan Majapahit pada abad ke-14 M. Hal ini akan menjadi kebanggaan bagi Indonesia sebagai negara terluas di ASEAN, sekaligus berpotensi menjadi legacy pada momen Keketuaan ASEAN mendatang.
Universitas Gadjah Mada (UGM) selaku perguruan tinggi yang mengusung nama Gadjah Mada sebagai identitasnya, hendaklah dapat mengambil momentum strategis dalam Keketuaan ASEAN-Indonesia tahun 2023. Â Tahun dimana ASEAN dan dunia tengah berjuang dari pemulihan paska pandemi, terjadinya krisis pangan, dan energi, serta instabilitas akibat Perang Rusia-Ukraina. Â UGM sebagai kampus yang mempunyai keluasan disiplin ilmu (the Most Comprehensive University) dapat berperan memberikan kontribusi dan rekomendasi atas Prioritas Capaian Ekonomi (Priorities Economic Deliverables/PEDs) yang akan diusung Indonesia tahun depan.
Selain itu, rarasi Majapahit dan Gajah Mada sebagai embrio lahirnya ASEAN dapat dijadikan materi promosi pada Keketuaan ASEAN-Indonesia 2023. UGM dapat menyuarakan hal tersebut dalam berbagai forum, apalagi hal ini juga ditunjang dengan telah berdirinya ASEAN Study Center (ASC) UGM. Bersama Indonesia ASEAN kuat, bersama ASEAN Indobesia maju.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI