KNVB memanfaatkan nilai multikulturalisme untuk membangun tim yang mencerminkan keragaman masyarakat Belanda saat ini. Proses ini secara langsung berhubungan dengan proyek modernisasi dan integrasi nasional yang dulu menjadi bagian dari politik etis. Namun, tantangan terbesar adalah bagaimana pemain naturalisasi diintegrasikan ke dalam tim tanpa kehilangan identitas lokal dan historis mereka.
Tantangan dan Kritik terhadap Naturalisasi Pemain
Meskipun naturalisasi menawarkan manfaat yang signifikan bagi Belanda, ada kritik yang muncul terkait Kepentingan pragmatis di balik naturalisasi, yang kadang dianggap sebagai upaya mengejar prestasi instan daripada membina bakat lokal. Identitas ganda: Pemain dengan latar belakang berbeda mungkin menghadapi tantangan identitas nasional, terutama ketika mereka diharapkan mewakili negara yang bukan tanah kelahiran mereka.
Tantangan integrasi: Meskipun Belanda dianggap sukses dalam mengintegrasikan pemain asing, masih ada tantangan dalam hal penerimaan budaya dan identitas.
Kesimpulan: Naturalisasi sebagai Refleksi Politik Etis Modern
Naturalisasi pemain sepak bola oleh KNVB dapat dipandang sebagai perpanjangan dari politik etis Belanda yang lebih luas. Di satu sisi, ini adalah bentuk komitmen terhadap nilai-nilai keterbukaan dan tanggung jawab sosial, di sisi lain, ini juga mencerminkan kepentingan nasional yang sangat pragmatis.
Seperti halnya politik etis di masa kolonial yang berfokus pada pemberdayaan (walaupun dengan motif tersembunyi), naturalisasi pemain menunjukkan bagaimana Belanda terus menggunakan warisan kolonialnya untuk mencapai tujuan-tujuan kontemporer. Naturalisasi pemain sepak bola dapat dilihat sebagai bagian dari narasi yang lebih besar tentang peran Belanda di panggung global, di mana keterbukaan dan inklusi digunakan untuk memperkuat kekuatan nasional di berbagai bidang, termasuk olahraga. Jadi program naturalisasi tahun 2024 ini merupakan bentuk politik etis jilid 2 Kerajaan belanda atas bekas koloninya yang telah membantu memulihkan perekonomiannya pada Perang Dunia I (1914-1939) seperti halnya saat mereka melakukan Politik Etis Jilid I era tahun 1910, dan Indonesia pantas menerimanya. Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H