Mohon tunggu...
Benito Rio Avianto2
Benito Rio Avianto2 Mohon Tunggu... Guru - Dosen MK Statistika, Ekonomi indonesia, Metodologi Penelitian, & Metode Penelitian Kuantitatif

Love to share some issues on ASEAN, economy, humanity, palm oil, statistics

Selanjutnya

Tutup

Politik

Mudahnya Naturalisasi Pemain Sepak Bola dan Dukungan KNVB sebagai Bentuk Politik Etis Belanda Jilid 2

7 Oktober 2024   08:30 Diperbarui: 7 Oktober 2024   08:31 254
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Mudahnya Naturalisasi Pemain Sepak Bola dan Dukungan KNVB sebagai Bentuk Politik Etis Belanda Jilid 2

Oleh; Benito Rio Avianto

Pecinta & Supporter Timnas Garuda Indonesia

Melihat maraknya perpindahan pemain-pemain sepak bola dengan kualitas unggulan, bahkan masuk dalam grade A, membuat pelatih Tim Nasional Sepak Bola Belanda Ronald koeman angkat bicara.  Koeman juga memprediksi bahwa akan ada banyak pemain Belanda yang berpindah kewarganegaraan menjadi WNI jika skuad Garuda terus berprestasi bahkan lolos ke Piala Dunia. "Saya rasa kepindahan kewarganegaraan banyak pemain ini sangat disayangkan. Karena pasti akan lebh banyak pemain yang tertarik bergabung dengan Timnas Indonesia.

saat ini tercatat pemain asal Belanda seperti Ivar Jenner, Rafael Struick, Justin Hubner, Ragnar Oratmangoen, Thom Haye, Nathan Tjoe-A-On, Jay Idzes Sandy Walsh, Maarten Paes, Mees Hilgers dan Eliano Reijnders. Telah berpindah kewarganegaraan menjadi WNI, dan memperkuat Tim Nasional Indonesia, Garuda. Hal ini menarik dicermati, mengingat program naturalisasi ini juga mendapat dukungan dari Koninklijke Nederlandse Voetbalbond (KNVB-Federasi Sepakbola Kerajaan Belanda).  Apakah berkembangnya Sepakbola Indonesia yang tengah menuju Piala Dunia 2026 ini merupakan bentuk Politik etis Belanda Jilid 2?

 Politik Etis Belanda: Latar Belakang Sejarah

Sebelum pengenalan Politik Etis, pemerintahan kolonial Belanda dikenal dengan kebijakan eksploitasi seperti Cultuurstelsel (Sistem Tanam Paksa) yang diperkenalkan pada awal abad ke-19. Sistem ini mengharuskan petani pribumi menanam tanaman ekspor seperti kopi, tebu, dan nila yang kemudian dijual kepada pemerintah kolonial dengan harga rendah. Keuntungan dari sistem ini sebagian besar mengalir ke Belanda, sementara banyak penduduk pribumi menderita kelaparan, kemiskinan, dan kekurangan tanah.

Seiring berjalannya waktu, kritik dari dalam negeri Belanda dan dari kelompok humanis mulai mengemuka, terutama setelah terungkapnya penderitaan penduduk pribumi akibat eksploitasi kolonial. Salah satu kritikus terkenal adalah Eduard Douwes Dekker, atau yang lebih dikenal dengan nama pena Multatuli, yang menulis buku berjudul Max Havelaar (1860) yang mengungkapkan penderitaan rakyat Jawa di bawah pemerintahan kolonial.

Pada akhir abad ke-19, Belanda mulai sadar bahwa mereka memiliki kewajiban moral untuk memperbaiki kondisi kehidupan penduduk jajahan. Kesadaran ini akhirnya mendorong munculnya Politik Etis.

Politik Etis Belanda awalnya dikembangkan pada awal abad ke-20, sebagai kebijakan moral yang mengakui tanggung jawab etis Belanda terhadap wilayah jajahannya, terutama di Indonesia. Melalui politik etis, Belanda bertujuan memberikan pendidikan, infrastruktur, dan kesempatan ekonomi bagi penduduk jajahan. Namun, di balik kebijakan yang tampak altruistik ini, terdapat kepentingan tersembunyi yang tetap berorientasi pada keuntungan kolonial.

Kini, ketika kita berbicara tentang naturalisasi pemain sepak bola di Belanda, fenomena ini dapat dilihat sebagai kelanjutan atau "Jilid 2" dari politik etis yang sebelumnya hanya terfokus pada aspek ekonomi dan sosial. Sepak bola, sebagai salah satu arena global yang paling mencolok, menawarkan kesempatan bagi Belanda untuk menunjukkan keterbukaan dan multikulturalisme, sembari juga mempertahankan dominasi di kancah internasional.

Dukungan KNVB dalam Naturalisasi: Kebijakan dan Strategi

KNVB secara aktif mendukung proses naturalisasi pemain asing, baik yang berasal dari negara-negara bekas jajahan maupun dari latar belakang multikultural lain. Hal ini menjadi manifestasi dari filosofi politik etis Belanda modern, yang mengedepankan "keterbukaan" sebagai nilai kunci. Proses naturalisasi di Belanda relatif mudah bagi pemain sepak bola berbakat, yang diakui oleh federasi sebagai aset potensial bagi tim nasional. Hal ini mencakup:

Relatif singkatnya proses naturalisasi bagi pemain sepak bola profesional dibandingkan warga negara biasa dan Dukungan administratif dan legal dari KNVB untuk mempercepat perolehan kewarganegaraan pemain asing.

Fokus pada pemain dari negara-negara bekas jajahan seperti Suriname, Antillen Belanda, serta pemain dari Afrika dan Amerika Latin, yang mencerminkan sejarah keterhubungan kolonial Belanda dengan wilayah-wilayah ini.

Naturalisasi sebagai Kelanjutan dari Politik Etis

Dalam konteks modern, naturalisasi pemain sepak bola dapat dipandang sebagai bentuk politik etis jilid 2, di mana Belanda, melalui KNVB, memanfaatkan warisan kolonial dan posisi globalnya untuk memperkuat citra internasional. Beberapa poin yang mendukung analisis ini adalah:

Keterbukaan dan Diversitas: Seperti halnya politik etis abad ke-20 yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan dan peluang bagi warga jajahan, dukungan KNVB terhadap pemain-pemain dari luar negeri menunjukkan komitmen Belanda terhadap inklusi dan keragaman di dalam tim nasional. Ini juga mendukung citra Belanda sebagai negara yang mempromosikan nilai-nilai universal, seperti hak asasi manusia dan keterbukaan.

Kepentingan Nasional di Balik Altruisme: Sama seperti politik etis yang membawa keuntungan bagi pemerintah kolonial, naturalisasi pemain sepak bola membawa keuntungan bagi tim nasional Belanda. Pemain-pemain berbakat dari luar negeri memperkuat daya saing Belanda di kancah internasional. Dengan memasukkan pemain-pemain naturalisasi, tim nasional Belanda meningkatkan kemungkinan untuk sukses dalam turnamen besar seperti Piala Dunia atau Euro.

Imbas Sejarah Kolonial: Banyak pemain yang dinaturalisasi oleh Belanda berasal dari negara-negara yang pernah berada di bawah kekuasaan kolonialnya. Ini bisa dilihat sebagai kelanjutan hubungan kolonial, tetapi dengan bentuk yang lebih positif: kini, mereka yang sebelumnya berada di "pinggiran" menjadi bagian dari struktur sosial dan nasional Belanda. Ini seolah-olah merefleksikan semangat politik etis yang menawarkan kesempatan dan keterlibatan bagi mantan jajahan.

Dinamika Multikulturalisme dan Identitas Nasional

Naturalisasi pemain sepak bola juga menimbulkan pertanyaan tentang identitas nasional dan multikulturalisme di Belanda. Bagaimana pemain asing, terutama dari bekas jajahan, berkontribusi pada narasi nasional dan identitas Belanda?

KNVB memanfaatkan nilai multikulturalisme untuk membangun tim yang mencerminkan keragaman masyarakat Belanda saat ini. Proses ini secara langsung berhubungan dengan proyek modernisasi dan integrasi nasional yang dulu menjadi bagian dari politik etis. Namun, tantangan terbesar adalah bagaimana pemain naturalisasi diintegrasikan ke dalam tim tanpa kehilangan identitas lokal dan historis mereka.

Tantangan dan Kritik terhadap Naturalisasi Pemain

Meskipun naturalisasi menawarkan manfaat yang signifikan bagi Belanda, ada kritik yang muncul terkait Kepentingan pragmatis di balik naturalisasi, yang kadang dianggap sebagai upaya mengejar prestasi instan daripada membina bakat lokal. Identitas ganda: Pemain dengan latar belakang berbeda mungkin menghadapi tantangan identitas nasional, terutama ketika mereka diharapkan mewakili negara yang bukan tanah kelahiran mereka.

Tantangan integrasi: Meskipun Belanda dianggap sukses dalam mengintegrasikan pemain asing, masih ada tantangan dalam hal penerimaan budaya dan identitas.

Kesimpulan: Naturalisasi sebagai Refleksi Politik Etis Modern

Naturalisasi pemain sepak bola oleh KNVB dapat dipandang sebagai perpanjangan dari politik etis Belanda yang lebih luas. Di satu sisi, ini adalah bentuk komitmen terhadap nilai-nilai keterbukaan dan tanggung jawab sosial, di sisi lain, ini juga mencerminkan kepentingan nasional yang sangat pragmatis.

Seperti halnya politik etis di masa kolonial yang berfokus pada pemberdayaan (walaupun dengan motif tersembunyi), naturalisasi pemain menunjukkan bagaimana Belanda terus menggunakan warisan kolonialnya untuk mencapai tujuan-tujuan kontemporer. Naturalisasi pemain sepak bola dapat dilihat sebagai bagian dari narasi yang lebih besar tentang peran Belanda di panggung global, di mana keterbukaan dan inklusi digunakan untuk memperkuat kekuatan nasional di berbagai bidang, termasuk olahraga. Jadi program naturalisasi tahun 2024 ini merupakan bentuk politik etis jilid 2 Kerajaan belanda atas bekas koloninya yang telah membantu memulihkan perekonomiannya pada Perang Dunia I (1914-1939) seperti halnya saat mereka melakukan Politik Etis Jilid I era tahun 1910, dan Indonesia pantas menerimanya.  

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun