Mohon tunggu...
Benito Rio Avianto2
Benito Rio Avianto2 Mohon Tunggu... Guru - Dosen MK Statistika, Ekonomi indonesia, Metodologi Penelitian, & Metode Penelitian Kuantitatif

Love to share some issues on ASEAN, economy, humanity, palm oil, statistics

Selanjutnya

Tutup

Bola

Naturalisasi Pemain Sepak Bola dan Runtuhnya Kekuatan Republik Maluku Selatan (RMS) di Belanda

3 Oktober 2024   11:34 Diperbarui: 3 Oktober 2024   11:35 330
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bola. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Naturalisasi Pemain Sepak Bola dan Runtuhnya Kekuatan Republik Maluku Selatan (RMS) di Belanda

Oleh Benito Rio Avianto

Berdirinya Republik Maluku Selatan atau RMS merupakan gerakan separasi yang berpusat di selatan Provinsi Maluku. Gerakan ini didirikan tanggal 25 April 1950. Berdirinya RMS ini merupakan pemberontakan yang didalangi oleh mantan Jaksa Agung Soumokil dari Negara Indonesia Timur (NIT). NIT terbentuk akibat kesepakatan Konferensi Meja Bundar (KMB) atau Nederlands-Indonesische rondetafelconferentie) yang dilaksanakan dari tanggal 23 Agustus hingga 2 November di Den Haag, Belanda. Konferensi yang berlangsung lebih dari 2 (dua) bulan ini, merupakan peristiwa penting bentuk penyerahan kekuasaan dari Kerajaan Belanda kepada Pemerintah Republik indonesia

RMS  bertujuan melepaskan wilayah Maluku dari NKRI. Maluku merupakan salah satu kota yang pada saat itu terkenal akan kekayaan rempah-rempahnya sejak era Kerajaan Majapahit di abad ke-14, Maluku juga dijuluki sebagai Kepulauan Rempah. Rakyat Maluku pun berdagang tidak hanya dengan pedagang Nusantara/Indonesia saja, tetapi juga mancanegara, seperti Tionghoa, Arab, dan Eropa. Kekayaan Maluku dengan melimpahnya hasil rempah kemudian menjadi daya tarik bagi bangsa Eropa, terutama Belanda yang akhirnya menguasai Maluku. Bahkan Perusahaan Dagang Belanda/VOC yang berdiri 20 Maret 1602 pertama kali mendirikan kantornya di Maluku.  

Provinsi Maluku itu sendiri dinyatakan sebagai salah satu provinsi Republik Indonesia dua hari setelah Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia dikumandangkan pada tahun 1945. Bersatunya Maluku dengan Indonesia ini guna untuk mencegah Belanda menguasai Maluku dan kekayaannya. Namun, setelah Maluku dinyatakan bersatu dengan NKRI, Manusama, salah satu tokoh pejuang RMS menyatakan bahwa bergabungnya Maluku dengan Indonesia akan memicu masalah. Gerakan RMS ini pun tumbuh subur di Belanda sreiiring banyaknya orang Maluku yang bermigrasi ke Belanda di era btahun 1950-an.

RMS sebagai gerakan separatis: RMS diproklamasikan pada tahun 1950 oleh kelompok dari Maluku yang menolak integrasi ke dalam Republik Indonesia. Gerakan ini terutama didukung oleh kelompok yang merasa ditinggalkan oleh pemerintah Indonesia dan oleh tentara KNIL (tentara kolonial Belanda).

Migrasi ke Belanda: Setelah kekalahan militer RMS, banyak mantan anggota KNIL dan keluarga mereka bermigrasi ke Belanda. Mereka membawa serta cita-cita politik RMS ke sana, yang kemudian berkembang menjadi gerakan diaspora politik.

Proses Naturaliasi Pemain Sepak Bola Indonesia di Belanda:

Eksistensi para pemain keturunan Maluku: Banyak pemain sepak bola Belanda keturunan Maluku yang mencapai kesuksesan di kancah internasional, seperti Simon Tahamata dan Giovanni van Bronckhorst.

Naturaliasi pemain Indonesia di Belanda: Fenomena naturalisasi pemain sepak bola keturunan Indonesia di Belanda adalah contoh bagaimana generasi kedua dan ketiga diaspora mengintegrasikan diri ke masyarakat Belanda.

Identitas ganda: Bagi para pemain keturunan Maluku, proses naturalisasi ini sering kali menggambarkan identitas ganda: loyalitas kepada Belanda, tetapi juga ikatan emosional dengan warisan Indonesia (khususnya Maluku).

Diaspora sebagai Jembatan Nasionalisme:

Representasi di Timnas: Ketika pemain sepak bola keturunan Maluku yang sukses di Belanda atau negara lain memilih untuk bermain di Timnas Indonesia, ini mengirimkan pesan kuat tentang loyalitas dan hubungan emosional mereka dengan tanah air leluhur mereka, yaitu Indonesia.

Memperkuat ikatan dengan Indonesia: Sukses di kancah internasional membuat pemain-pemain ini menjadi figur panutan, tidak hanya bagi generasi muda di Maluku tetapi juga bagi komunitas diaspora. Mereka membantu memperkuat ikatan antara diaspora dan Indonesia, yang secara tidak langsung melemahkan semangat separatisme. Lihatlah betapa kuat jiwa Timnas Garuda saat menyanyikan Lagu Indonesia Raya dan Ttanah Airku yang menunjukkan betapa kuat jiwa nasionalisme dan patriotism mereka.

Runtuhnya Sentimen RMS

Reduksi dukungan RMS: Kesuksesan internasional yang dicapai oleh pemain sepak bola keturunan Maluku telah mengalihkan perhatian dari perjuangan politik RMS ke kontribusi konkret bagi Indonesia. Generasi muda diaspora Maluku semakin melihat bahwa mereka bisa memainkan peran aktif dalam membangun Indonesia tanpa harus mendukung gerakan separatis.

Penurunan relevansi ideologi RMS: Sepak bola menunjukkan bahwa integrasi dengan Indonesia adalah hal yang positif, baik bagi pemain maupun komunitas mereka. Hal ini mempengaruhi persepsi tentang relevansi gerakan RMS, yang semakin terlihat sebagai sesuatu yang usang dan tidak sejalan dengan aspirasi generasi sekarang.

Perubahan generasi: Generasi pertama yang mendukung RMS mulai menua dan ideologi separatis mulai kehilangan daya tarik di kalangan generasi muda. Mereka lebih fokus pada integrasi ke dalam masyarakat Belanda, termasuk melalui olahraga.

Sepak bola sebagai alat integrasi: Sepak bola menjadi sarana yang efektif untuk integrasi sosial dan budaya. Kesuksesan para pemain Maluku dalam tim nasional Belanda memperlihatkan contoh nyata bagaimana generasi muda diaspora lebih memilih jalur integrasi ketimbang separatisme.

Dampak sosial dan politik: Suksesnya pemain keturunan Maluku dalam kancah internasional turut mempengaruhi pandangan masyarakat Maluku di Belanda. Mereka mulai merasa bahwa identitas mereka bisa tetap terjaga tanpa harus mendukung ideologi RMS.

Hubungan Antara Naturaliasi dan Perubahan Sentimen

Simbol integrasi dan inklusi: Proses naturalisasi pemain sepak bola menunjukkan bagaimana masyarakat keturunan Maluku mulai merasa diterima di Belanda. Ini mengurangi kebutuhan akan gerakan separatis seperti RMS, yang dulu muncul karena perasaan keterasingan.

Identitas nasional yang baru: Generasi muda keturunan Maluku yang sukses di dunia olahraga lebih memilih identitas nasional ganda atau bahkan lebih berorientasi pada Belanda, yang sejalan dengan runtuhnya ide RMS. Tetapi saat ini kondisi tersebut berbalik, banyak pemain naturalisasi yang mulai terpanggil untuk membela Indonesia.

Identitas Baru yang Inklusif

Identitas ganda yang diterima: Pemain keturunan Maluku di Belanda sering mengembangkan identitas ganda, baik sebagai orang Belanda maupun orang Indonesia. Ini menunjukkan bahwa mereka tidak perlu memilih antara dua identitas nasional, tetapi bisa merangkul keduanya. Identitas inklusif ini memperlihatkan bahwa mereka dapat berkontribusi untuk Indonesia tanpa harus meninggalkan Belanda.

Peran sepak bola dalam perubahan sosial: Sepak bola menjadi platform inklusi sosial, di mana pemain keturunan Maluku bisa merasa bangga menjadi bagian dari bangsa Indonesia, sekaligus merasa diterima oleh Belanda. Dalam konteks ini, sentimen separatis seperti RMS semakin tidak relevan bagi generasi muda diaspora.

Peran Sepak Bola dalam Menjembatani Perbedaan Politik

Sepak bola sebagai simbol persatuan: Saat pemain Maluku memilih membela Indonesia, ini bisa dipandang sebagai wujud rekonsiliasi simbolis antara keturunan Maluku dan Indonesia. Dalam hal ini, sepak bola membantu mengikis perbedaan politik yang dulu tajam akibat sejarah RMS.

Kesuksesan internasional sebagai pengakuan: Suksesnya pemain keturunan Maluku di Timnas Garuda memperlihatkan bahwa diaspora Maluku bisa diakui dan dihargai di kancah internasional atas kontribusinya. Pengakuan ini memberikan rasa harga diri baru bagi komunitas diaspora yang dulunya merasa terpinggirkan, baik di Belanda maupun Indonesia.

Pengaruh Sosial Media dan Globalisasi

Penyebaran nilai inklusi: Melalui globalisasi dan media, khususnya sepak bola sebagai olahraga global, nilai-nilai inklusif menjadi lebih dominan di kalangan generasi muda Maluku, baik di Indonesia maupun di diaspora.

Kesuksesan internasional: Pencapaian pemain sepak bola keturunan Maluku dalam kompetisi internasional memperlihatkan potensi diaspora untuk berkontribusi pada negara tempat tinggal mereka, sehingga semakin mengikis dukungan untuk sentimen separatis.

Kesuksesan internasional timnas garuda yang banyak diisi pemain sepak bola keturunan Maluku di belanda memperlihatkan potensi diaspora untuk berkontribusi pada indonesia semakin mengikis dukungan untuk sentimen separatis republik maluku selatan

Kesimpulan

Hubungan antara proses naturalisasi pemain sepak bola keturunan Maluku dan runtuhnya sentimen RMS di Belanda mencerminkan dinamika sosial yang kompleks. Suksesnya para pemain sepak bola keturunan Maluku di Belanda memperlihatkan bagaimana olahraga dapat menjadi alat untuk meredakan ketegangan identitas dan mengintegrasikan diaspora ke dalam masyarakat yang lebih luas. Proses ini turut berkontribusi pada berkurangnya dukungan untuk ideologi separatis RMS di kalangan generasi muda Maluku di Belanda.

Kesuksesan Timnas Garuda yang diisi oleh pemain keturunan Maluku, terutama dari Belanda, mencerminkan potensi diaspora untuk berkontribusi secara positif bagi Indonesia. Mereka menunjukkan bahwa meski tinggal jauh dari tanah air, mereka masih memiliki ikatan kuat dengan Indonesia, dan ini semakin mengikis sentimen separatis Republik Maluku Selatan. Sepak bola berperan sebagai alat pemersatu yang membantu menjembatani perbedaan politik dan identitas, sekaligus memperkuat persatuan dan loyalitas terhadap Indonesia.

Naturalisasi yang dilakukan pemerintah lewat Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI), bukan hanya untuk mengangkat karkat dan martabat bangsa Indonesia sebagai Negara pecinta sepak bola, tetapi lebih dari itu, ibi merupakan cara yang efektif untuk meredam gerakan nseparatis RMS yang masih eksis di Belanda.  Bahkan dengan kedatangan para pemain naturalisasi tersebut, tensi ketengan politik akibat RMS dapat mereda saat semua orang di Indonesia dan Belanda hanya berpikir untuk menjadi pemenang dalam kejuaraan Asia (AFC) maupun level dunia (World Cup), dan melupakan urusan politik RMS yang semakin melemah.  Bravo Erick Thohir Bravo PSSI dan KNVB, Bravo Timnas Garuda, road to WC 2026.

:

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun