Naturalisasi Pemain Sepak Bola dan Runtuhnya Kekuatan Republik Maluku Selatan (RMS) di Belanda
Oleh Benito Rio Avianto
Berdirinya Republik Maluku Selatan atau RMS merupakan gerakan separasi yang berpusat di selatan Provinsi Maluku. Gerakan ini didirikan tanggal 25 April 1950. Berdirinya RMS ini merupakan pemberontakan yang didalangi oleh mantan Jaksa Agung Soumokil dari Negara Indonesia Timur (NIT). NIT terbentuk akibat kesepakatan Konferensi Meja Bundar (KMB) atau Nederlands-Indonesische rondetafelconferentie) yang dilaksanakan dari tanggal 23 Agustus hingga 2 November di Den Haag, Belanda. Konferensi yang berlangsung lebih dari 2 (dua) bulan ini, merupakan peristiwa penting bentuk penyerahan kekuasaan dari Kerajaan Belanda kepada Pemerintah Republik indonesia
RMS Â bertujuan melepaskan wilayah Maluku dari NKRI. Maluku merupakan salah satu kota yang pada saat itu terkenal akan kekayaan rempah-rempahnya sejak era Kerajaan Majapahit di abad ke-14, Maluku juga dijuluki sebagai Kepulauan Rempah. Rakyat Maluku pun berdagang tidak hanya dengan pedagang Nusantara/Indonesia saja, tetapi juga mancanegara, seperti Tionghoa, Arab, dan Eropa. Kekayaan Maluku dengan melimpahnya hasil rempah kemudian menjadi daya tarik bagi bangsa Eropa, terutama Belanda yang akhirnya menguasai Maluku. Bahkan Perusahaan Dagang Belanda/VOC yang berdiri 20 Maret 1602 pertama kali mendirikan kantornya di Maluku. Â
Provinsi Maluku itu sendiri dinyatakan sebagai salah satu provinsi Republik Indonesia dua hari setelah Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia dikumandangkan pada tahun 1945. Bersatunya Maluku dengan Indonesia ini guna untuk mencegah Belanda menguasai Maluku dan kekayaannya. Namun, setelah Maluku dinyatakan bersatu dengan NKRI, Manusama, salah satu tokoh pejuang RMS menyatakan bahwa bergabungnya Maluku dengan Indonesia akan memicu masalah. Gerakan RMS ini pun tumbuh subur di Belanda sreiiring banyaknya orang Maluku yang bermigrasi ke Belanda di era btahun 1950-an.
RMS sebagai gerakan separatis: RMS diproklamasikan pada tahun 1950 oleh kelompok dari Maluku yang menolak integrasi ke dalam Republik Indonesia. Gerakan ini terutama didukung oleh kelompok yang merasa ditinggalkan oleh pemerintah Indonesia dan oleh tentara KNIL (tentara kolonial Belanda).
Migrasi ke Belanda: Setelah kekalahan militer RMS, banyak mantan anggota KNIL dan keluarga mereka bermigrasi ke Belanda. Mereka membawa serta cita-cita politik RMS ke sana, yang kemudian berkembang menjadi gerakan diaspora politik.
Proses Naturaliasi Pemain Sepak Bola Indonesia di Belanda:
Eksistensi para pemain keturunan Maluku: Banyak pemain sepak bola Belanda keturunan Maluku yang mencapai kesuksesan di kancah internasional, seperti Simon Tahamata dan Giovanni van Bronckhorst.
Naturaliasi pemain Indonesia di Belanda: Fenomena naturalisasi pemain sepak bola keturunan Indonesia di Belanda adalah contoh bagaimana generasi kedua dan ketiga diaspora mengintegrasikan diri ke masyarakat Belanda.
Identitas ganda: Bagi para pemain keturunan Maluku, proses naturalisasi ini sering kali menggambarkan identitas ganda: loyalitas kepada Belanda, tetapi juga ikatan emosional dengan warisan Indonesia (khususnya Maluku).