Kelapa sawit merupakan komoditas penting dan strategis bagi perekonomian Indonesia, baik terhadap pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB), maupun sumbangannya terhadap ekspor non-migas.Â
Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan nilai ekspor utama komoditas nonmigas Indonesia melonjak US$39,6 miliar (50,79%) menjadi US$117,55 miliar pada bulan Januari-Agustus 2022 dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. 3 komoditas utama dikontribusikan  oleh batu bara, kelapa sawit, dan besi baja. Nilai komoditas nonmigas tersebut melonjak 108,11% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya.Â
Nilai tersebut porsinya mencapai 16,49% dari total ekspor nonmigas Indonesia yang mencapai US$117,55 miliar. Ekspor minyak kelapa sawit mencapai US$19,37 miliar dengan porsi sebesar 16,5% dari total ekspor nonmigas.
Peran Sawit dalam Perekonomian Nasional
Kelapa sawit merupakan komoditas penting dan strategis bagi perekonomian Indonesia. Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian melaporkan pada tahun 2021 bahwa peran industri kelapa sawit ke perekonomian nasional hingga kini belum tergantikan. Industri sawit/CPO mampu menyerap sedikitnya 16 juta tenaga kerja, setiap tahunnya industri tersebut juga berkontribusi sekitar 13,50% terhadap ekspor nonmigas dan menyumbang 3,50% kepada produk domestik bruto (PDB) Indonesia.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pada tahun 2021 Produk Domestik  Bruto (PDB) Indonesia sebesar Rp 19.790,8 trilyun, berarti sawit menyumbangkan kontribusi sebesar Rp 587,678 trilyun (3,5%), suatu jumlah fantastis dari sebuah komoditi.  Sedangkan sumbangan sawit terhadap ekspor nonmigas Indonesia sebesar 13,5% atau setara dengan USD 29,61 juta (setara dengan Rp 41,4 trilyun).  Jumlah ini tentu saja sangat besar dan signifikan pada perekonomian melihat kontribusi sawit baik terhadap PDB maupun ekspor nonmigas Indonesia.
Peran sawit lainnya terhadap perekonomian Indonesia dapat dilihat juga aspek tenaga kerja yang bersifat padat karya. Tercatat industri sawit mampu menyerap tenaga kerja langsung 4.20 juta dan pekerja tidak langsung 12 juta orang. Selain itu, industri sawit juga menciptakan kemandirian energi melalui biodiesel (saat ini B30) dan bensin sawit (bensa) sehingga menghemat devisa dan berdampak positif terhadap lingkungan.
Perkebunan sawit nasional telah berkembang pesat, meluas baik ke hulu maupun hilir.Apalagi sejak pemerintah mengintensifkan optimalisasi kelapa sawit sejak tahun 1980-an dan berhasil menobatkan RI sebagai produsen CPO terbesar dunia menggeser Malaysia. Â Hingga saat ini perkebunan kelapa sawit dan pabrik kelapa sawit telah tersebar lebih dari 200 kabupaten di Indonesia. Produksi minyak sawit mentah (CPO), minyak sawit inti (PKO), dan biomass telah menjadi penopang perekonomian bagi daerah-daerah sentra industri sawit tersebut.
Sektor hilir sawit pun berkembang dengan produk olahan, baik produk setengah jadi maupun produk jadi, termasuk di dalamnya, industri oleo pangan, industri oleokimia, biolubrikan, biofarmasi, dan bioenergi (biodiesel, biopremium, bioavtur). Industri sawit juga mampu menghidupkan sektor jasa lainnya, salah satunya di sektor perdagangan.
Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) melaporkan hingga saat ini, produk turunan sawit sudah merambah ke bidang makanan, kecantikan, obat-obatan atau nutrisi kesehatan, kebersihan, bahkan energi untuk bahan bakar hingga listrik. Selain dapat diolah menjadi bahan bakar diesel, dalam pengembangan lebih lanjut juga dapat diolah menjadi bensin dan avtur. Saat ini, produk CPO Indonesia dan turunannya sebanyak 70% dari total produksi per tahun diekspor untuk kebutuhan global. Lebih dari 50% digunakan masyarakat internasional untuk kebutuhan pangan, sisanya digunakan sebagai bahan baku kosmetik dan produk kecantikan, obat-obatan, pembersih, dan lain sebagainya, bahkan juga untuk kebutuhan biofuel di negara lain. Dari total ekspor tersebut, sekitar 80% berupa produk turunan CPO. Hal ini menandakan peran strategis sawit dalam sektor pangan maupun energi yang menjadi kebutuhan dasar umat manusia.
Industri sawit dinilai mampu menjadi big-push industry yang juga memiliki big-impact dalam perekonomian Indonesia. Industri ini telah membuka lapangan pekerjaan yang cukup banyak, bahkan tidak terdampak pandemi yang mengakibatkan pemutusan hubungan kerja (PHK) bagi para pekerjanya, serta menghasilkan devisa ekspor yang besar.
Kondisi Perkebunan Sawit
Direktorat Jenderal Perkebunan, Kementerian Pertanian mencatat pada tahun 2019, luas tutupan kebun sawit di Indonesia mencapai 16,4 juta Ha, dengan komposisi sebagian besar dikuasai oleh Perkebunan Besar Swasta (PBS) sebesar 55% atau setara dengan 9,02 juta Ha, Perkebunan Rakyat (PR) sebesar 39% atau setara dengan 6,4 juta Ha, dan Perkebunan Besar Negara (PBN) sebesar 6% atau setara 0,98 juta Ha.
Melihat komposisi pada gambar di bawah, terlihat bahwa luasan Perkebunan Rakyat mencapai 39%, suatu jumlah yang cukup signifikan terhadap luas total keseluruhan. Â Apalagi ditenggarai, produktivitas perkebunan rakyat relatif rendah yakni baru mencapai 2-3 juta ton/per Ha, sementara produktivitas PBS dan PBN mencapai 8-10 juta ton/per Ha. Â Sedangkan PBS Malaysia produktivitasnya dapat mencapai 12 ton/Ha. Apabila produktivitas perkebunan sawit Rakyat dapat ditingkatkan, maka tenaga kerja Indonesia tidak perlu lagi berbondong-bondong ke Malaysia untuk bekerja di perkebunan sawit.
Rendahnya produktivitas kebun sawit rakyat ditenggarai karena dua hal, penyebab yang paling dominan adalah usia tanaman yang sudah tua, dan faktor lainnya adalah bibit pohon sawit yang tidak berkualitas.Pohon sawit mulai dapat berproduksi saat berumur 3 tahun, setelah itu dapat berproduksi sampai dengan hasil maksimal saat usia tanaman mencapai 10-25 tahun. Saat ini perkebunan sawit rakyat sudah banyak yang berumur di atas 25 tahun karena sawit yang ditanam pada masa tahun 1980-an.
Indonesia kehilangan devisa sebesar Rp 120 triliun pertahun karena rendahnya produktivitas perkebunan sawit rakyat. Untuk itu perlu diupayakan peningkatan produktivitas sawit rakyat, salah satunya dengan program replanting yang dilaksanakan oleh Badan Pengelola Perkebunan Kelapa sawit (BPDPKS). Â
Program Replanting Sawit Rakyat
Replanting merupakan cara peningkatan produktivitas yang lebih sustainable dan menjadi jalan masuk teknologi dan manajerial yang lebih baik sehingga kebun sawit lebih berkualitas. Replanting pada dasarnya merupakan bagian dari kegiatan korporasi rutin bagi perkebunan. Namun, dalam pelaksanaannya di perkebunan sawit rakyat sering menghadapi hambatan karena keterbatasan kemampuan petani sawit rakyat dalam membiayai kegiatan tersebut. Oleh karena itu, Pemerintah mengeluarkan program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) untuk mendukung pelaksanaan replanting di perkebunan sawit rakyat melalui program hibah Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).
Peningkatan produktivitas minyak sawit yang dihasilkan akibat replanting kebun sawit akan menghasilkan produksi minyak sawit dengan tambahan produksi sekitar 52 juta ton tanpa perluasan areal menuju tahun 2050. Selain itu, juga akan menghasilkan multimanfaat baik manfaat ekonomi, manfaat sosial dan manfaat ekologi yang dapat dinikmati baik level petani, daerah, nasional dan global.
Sebagai minyak nabati yang digunakan oleh seluruh masyarakat global, kebutuhan minyak sawit sangat besar dan diperkirakan akan terus meningkat di masa depan. Di sisi lain, ekstensifikasi untuk meningkatkan produksi minyak sawit menghadapi keterbatasan lahan yang sesuai baik untuk menjaga keseimbangan kebutuhan lahan antar sektor, maupun untuk mencegah terjadinya deforestasi. Oleh karena itu, peningkatan produktivitas menjadi opsi terbaik untuk meningkatkan produksi minyak sawit yang dapat tercapai melalui replanting.
Namun, realisasi replanting hingga saat ini masih rendah. Hal ini dikarenakan masih banyaknya hambatan yang dihadapi oleh petani sawit diantaranya legalitas lahan petani dan verifikasi usulan PSR yang birokratis. Masalah tersebut harus segera diselesaikan lebih serius dan dalam waktu dekat sehingga akselerasi program PSR dapat tercapai.
Peremajaan tanaman (replanting) dilakukan agar hasil produksi kebun sawit tidak menurun secara drastis. Untuk itu maka pemerintah telah memprogramkan Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) yang merupakan program untuk membantu pekebun rakyat memperbaharui perkebunan kelapa sawit mereka dengan kelapa sawit yang lebih berkualitas, dan mengurangi risiko pembukaan lahan illegal. Melalui PSR, produktivitas lahan milik pekebun rakyat bisa ditingkatkan tanpa melalui pembukaan lahan baru sehingga dapat meminimalisir isu deforestrasi yang selama ini selalu menjadi sorotan Uni Eropa.
Replanting juga berguna untuk memperbaiki tingkat kerapatan tanaman, terutama jika jumlah tanamannya di bawah 80 pohon/hektare. Foto citra satelit di Kabupaten Rokan Hilir, Sumatera Selatan, menggambarkan pola tanam PSR cenderung tidak berpola dan berantakan. Akan tetapi, replanting yang baik harus direncanakan sedemikian rupa secara bergilir dalam satu kebun, sehingga pasokan ke pabrik pengolahan tidak terganggu.
BPDPKS ditugaskan untuk menghimpun, mengelola dan menyalurkan dana sawit untuk meningkatkan kinerja sektor sawit Indonesia. Penyaluran dana sawit didasarkan pada Perpres No. 61/2015 jo. Perpres No.66/2018 di antaranya adalah untuk peremajaan perkebunan kelapa sawit. Peremajaan kebun kelapa sawit pekebun ini dilaksanakan secara bertahap di seluruh provinsi penghasil kelapa sawit. Kementerian Pertanian menargetkan peremajaan sawit sebesar 180.000 Ha pada 2021, seperti target 2020 dan 2022 mendatang, sedangkan potensi peremajaan sawit rakyat mencapai sekitar 2,78 juta ha dari total luasan sawit rakyat 6,94 juta Ha. Dalam program ini BPDPKS menyalurkan bantuan dana kepada pekebun rakyat peserta PSR sebesar Rp30 juta per ha/pekebun.
Â
Monitoring Dana Replanting Sawit Rakyat
Monitoring dana replanting sawit adalah hal mendesak yang perlu dilakukan oleh BPDPKS selaku otoritas pengelola dana sawit. Akuntabilitas dana replanting juga menjadi sorotan oleh pihak kejaksaan. Pertanyaan besar menyertai penyaluran dana replanting, apakah dana tersebut sesuai peruntukkannya untuk peremajaan sawit? Apakah pekebun rakyat sudah sesuai skema dana replanting tersebut? Bagaimana cara memonitornya? Apakah telah terjadi penbingkatan produktivitas produksi kelapa sawit akibat penyaluran dana replanting? Beberapa pertanyaan penting tersebut perlu dijawab mengingat lahan petani sawit rakyat mencapai 39% atau setara 6,4 juta Ha.
BPDPKS melaporkan sejak tahun 2016 s.d. April 2021, realisasi penyaluran dana PSR sebesar Rp5,93 Triliun untuk luasan 220.226 Ha, dengan realisasi tanam sekitar 45%. Program PSR melibatkan 96.122 pekebun. Dari seluruh realisasi tersebut, sepenuhnya masih menggunakan pembiayaan dari program dana PSR BPDPKS (eksisting). Sementara itu BPDPKS mentargetkan dana replanting tersalur untuk 180.000 Ha per tahun.
Dari luasan perkebunan sawit rakyat (PSR) yang mencapai 6,4 juta Ha, baru 0,22 juta Ha atau baru 3,4% yang mampu dibiayai oleh program replanting sawit BPDPKS. Meskipun baru mengcover 4,3% PSR, namun dana yang terserap mencapai Rp 5,93 trilyun. Â Untuk itu diperlukan suatu cara untuk memonitor penggunaan dana tersebut apakah sudah tepat penggunaannya untuk replanting sawit. Dalam tulisan ini saya menawarkan terobosan dan inovasi penggunaan foto citra satelit dan remote sensing untuk memonitor penggunaan dana replanting sawit. Hal ini sekaligus menjadi penanda manajemen kelapa sawit dan diintegrasikan dengan penggunaan high-end technology.
Teknologi Berbasis Foto Citra Satelit dan Remote Sensing dengan GeoAI
Monitoring penyaluran dana replanting dapat dilakukan melalui penggunaan teknologi foto citra atelit dan remote sensing untuk memantau suatu area yang menjadi sasaran replanting. Pemantauan melalui foto udara serta penggunaan aplikasi Unmanned Aerial Vehicle (UAV) dapat melihat/memastikan apakah peremajaan sawit rakyat/replanting terpantau kemajuannya (progress) dan telah dilaksanakan sesuai tahapan.
Pengumpulan data statistik yang paling banyak diadopsi masih menggunakan metode konvensional, yaitu survei lapangan, yang sangat bergantung pada jumlah sumber daya manusia yang besar, biaya, waktu pemrosesan, dan kesulitan menjangkau daerah terpencil. Penginderaan jauh menggunakan citra satelit dan UAV dapat menjadi alternatif dalam pengumpulan data karena keunggulannya yang berbeda dengan tenaga kerja yang lebih efisien, biaya yang terjangkau, waktu update yang lebih singkat, dan cakupan wilayah yang sulit dijangkau.
Pemantauan tanaman sawit melalui foto citra stalit dan remote sensing ini sudah dilakukan pada wilayah Kabupaten Rokan Hilir, Sumatera Selatan menggunakan data dan foto dari BRIN dan LAPAN (Yoga Cahya Putra et.al 2022). Â Pada pendekatan ini, di dapat identifikasi pola pohon sawit rakyat (PSR) dan negara (PTPN), serta ciri tajuk sawit tersebut. Dari pola dan warna tajuk, dapat dikembangkan identifikasi umur tanaman, produktifitas tanaman, serta sebarannya. Â Ketiga karakteristik tersebut dapat digunakan sebagai alternatif untuk memantau program replanting sawit BPDPKS, selain pemantauan lapangan seperti yang sudah digunakan selama ini.
Penyelidikan pemanfaatan data penginderaan jauh dari citra satelit Microsoft Bing Maps Very High Resolution (VHR) dan data Unmanned Aerial Vehicle (UAV) menggunakan metode image processing thresholding untuk mendeteksi dan menghitung pohon kelapa sawit. Kombinasi konversi Hue, Saturation, and Value (HSV), ambang segmentasi Otsu, dan metode deteksi dan penghitungan kontur digunakan dalam pendekatan riset untuk meningkatkan akurasi fitur yang ditangkap dari pohon kelapa sawit. Hasil deteksi selanjutnya dikategorikan ke dalam deteksi kasus terbaik, kasus rata-rata, dan kasus terburuk untuk memahami situasi dunia nyata yang menantang, berdasarkan kualitas citra yang diambil dan hasil prediksi model.
Pada pendekatan monitoring melalui foto citra satelit dan remote sensing ini, maka warna tajuk yang di dapat dari foto udara dan karakteristik tanaman muda, produktif, dan tua, dapat didefinisikan melalui UAV. Â Pola dan karakteristik tajuk sawit tersebut akan dimasukan ke dalam Geografi Artificial Intelegence (GeoAI) untuk dipelajari sehingga dapat membaca algoritma pola tanaman sawit. Saat ini GeoAI tengah dikembangkan oleh Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada (UGM) yang akan berfugsi sebagai kecerdasan buatan untuk menganalisa perkebunan sawit. Melalui pendekatan penerapan teknologi tersebut, maka monitoring dana replanting sawit diharapkan mendapatkan hasil yang lebih akurat dan dapat dipertanggung jawabkan (akuntabel).
Rekomendasi
Pengembangan penelitian melalui pendekatan foto dapat dikembangkan di masa mendatang dengan penggunaan foto citra satelit yang lebih baik dan berkualitas tinggi, serta pengembangan berbagai metode selain UAV. Â Beberapa metode diluar UAV saat ini tersedia sebagai pilhan menyesuaikan dengan karakteristik tanaman sawit yang akan diteliti. Perlu keterlibatan ahli tanaman sawit dalam mengkatagorikannya.
Kerjasama dan elaborasi antara kementerian/lembaga terkait seperti Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, BPDPKS, Kementerian Pertanian, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Badan Pusat Statistik (BPS), Lembaga Antariksa dan Penerbangan Nasional (LAPAN), Kementerian Agraria dan tata Ruang, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional, Kementerian Keuangan, dan instansi lainnya akan membuat metode ini makin powefull.
Tidak tertutup kemungkinan untu mengintegrasikan dan mengelaborasikannya dengan data One Map Policy Penerapan One Map Policy ini merupakan amanah dari Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial (IG), sehinga produk ini memiliki asas kepastian hukum, keterpaduan, keterbukaan, kemutakhiran, keakuratan, kemanfaatan, dan demokratis.
Data One Policy Tutupan Kelapa Sawit yang dikoordinasikan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, yang merupakan salah satu peta tematik untuk dapat dimanfaatkan. Integrasi Foto Citra Satelit, Remote Sensing, GeoAI dan One Policy Sawit dapat diintegrasikan untuk menghasilkan monitoring sawit yang lebih tajam dan akurat dengan cakupan wilayah yang lebih luas terhadap kondisi sawit Indonesia..
Kedepan dapat dikembangkan untuk membentuk Sistem Informasi Sawit Indonesia (SISI) dengan membangun Dashboard Sawit yang berbasiskan teknologi informasi untuk memantau dan mendapatkan data real time sawit, tidak hanya sawit rakyat, tetapi juga sawit plasma dan negara. Dengan demikian pengelolaan sawit Indonesia akan lebih optimal sebagai lokomotif perekonomian Indonesia yang lebih ba
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H