Dalam setiap pemilihan umum, peran pemilih pemula, terutama pelajar, sangat penting untuk menentukan arah demokrasi negara.Â
Namun, seringkali, mereka dihadapkan pada berbagai tantangan dan kebingungan dalam menjalankan hak suaranya. Ini menjadi permasalahan yang patut diperhatikan dalam sistem pemilu.
Salah satu tantangan utama yang dihadapi oleh pelajar sebagai pemilih pemula adalah kurangnya pemahaman tentang politik dan proses pemilihan.Â
Kurikulum pendidikan di banyak negara belum sepenuhnya memasukkan pendidikan politik sebagai bagian integral dari kurikulum mereka.Â
Akibatnya, banyak pelajar tidak memiliki pengetahuan yang memadai tentang kandidat, partai politik, atau bahkan proses pemilihan itu sendiri.
Di era digital, informasi tersebar dengan cepat, tetapi kebenarannya seringkali meragukan. Pelajar sering kali bingung membedakan antara informasi valid dan yang tidak.Â
Berita atau informasi yang palsu dapat mempengaruhi persepsi mereka terhadap kandidat dan platform politik, hal ini sering kali membuat mereka sulit untuk membuat keputusan yang jelas dan akurat.
Pemilih pemula yang menerapkan budaya digital memiliki potensi besar untuk memengaruhi proses demokrasi. Mereka dapat dengan mudah mengakses informasi, berpartisipasi dalam diskusi politik, dan menyebarkan pesan penting melalui platform online.Â
Namun, penting untuk dilakukan adalah mengembangkan kemampuan kritis dalam mengevaluasi informasi. Dengan demikian, pemilih pemula dapat menjadi agen perubahan yang berpengaruh dalam kehidupan politik negara mereka.Â
"Sebagai pemilih pemula, kita harus menerapkan digital culture, yakni kemampuan membaca dan membangun wawasan kebangsaan, Pancasila, dan Bhineka Tunggal Ika di kehidupan sehari-hari", jelas menurut Amelinda menutup diskusinya yang diambil dari website Fisipol UGM.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!