Kubuka jendela kamar, "Ada apa? Gak ada kerjaan ya?"
"Nganu, sebentar saja, aku mau tanya PR." Wajahnya diseting memelas tampak dalam keremangan cahaya bulan.
"Kerjakan sendiri, kamu kan jenius, jangan menjatuhkan harkat dan martabatmu, aku harus konsentrasi nih." Sengaja kutolak permintaannya karena tak ada guna aku mengajari, dia anaknya sudah cerdas sejak janin.
Jendela sudah mau kututup, tapi ditahan oleh tangannya, "Katanya harus saling membantu, tolong menolong, katanya mau jadi orang baik."
"Tumben kamu tanya sih, biasanya sudah meroket, ada apa nih?" Kembali jendela kubuka lebar dan sedikit mendekatkan wajah agar suaraku tidak terdengar kemana-mana."
"Tidak ada apa-apa sih, cuma mau belajar bersama." Rudi menjawab sambil garuk-garuk rambutnya. Â Ealah, alasannya hanya itu. Aku segera keluar dengan membawa buku dan gawai lewat jendela seperti biasanya. Kami pun mengerjakan PR di atas balai-balai bambu ditemani angin malam yang sejuk serta suara kodok. Sebelum jarum jam di angka sembilan tugas sudah usai dan Rudi pamit pulang.
"Makasih, Lan. kamu memang baik."
"Embel ah, gak perlu dipuji, aku tak suka, kata Bapak dan Emakku nanti rambutku bisa rontok karena besar kepala."
Rudi pun ngakak sambil berlalu, segera aku masuk lompat jendela, sebelum kututup kembali kulihat wajah rembulan yang masih indah, suasana terasa aneh, ternyata tak kudengar lagi tetangga menyanyi dangdut rembulan bersinar lagi, mungkin sudah kering tenggorokannya.
Selamat malam segala kebaikan, jangan pernah memberi kesempatan pada keburukan dan kejahatan untuk mengambil alih tempatmu.Â
Sebelum merebahkan tubuh kusempatkan melihat Emak dan Bapak dari balik pintu. Ternyata masih di depan televisi, aku selalu berdoa pada Yang Mahakuasa agar terus melindungi orang tua terbaikku.
Agustus, 12.2022
Swarna