Ibu pernah berkata, Â dia ada untuk semua, Â namun ketika semua telah mendekati sempurna, Â tiba-tiba porak poranda
Ibu bercerita tentang sebuah kemakmuran ketika manusia masih menjunjung tinggi beradaban
Tanah yang dipijak bagai surga
Itulah saat dimana sebuah negeri termasyur hingga ke antah berantah
Ibu berkisah, tentang raja yang rupawan dan ratu yang bijaksana
Rakyat yang tenteram tak ada penindasan
Pertempuran hanya ada di ujung dunia, di negeri mereka para penjarah
Ibu juga menceritakan hayalannya, tentang peradaban yang kelak dibawa dari luar negerinya, Â ada kekhawatiran, apakah akan menguatkan atau menghancurkan.
Sebagian memang membawa kesenangan, Â namun ternyata sisanya banyak menimbulkan kesedihan.
Walau zaman telah berubah, Â orang bilang milenia, Â tapi ibu tetap dalam kesederhanaan, ia berkata, "Kesahajaan ada dalam keserdehanaan." ibu juga mengatakan bahwa manusia takakan ada puasnya hingga bumi terbelah dan musnah.Â
Banyak yang suka mengumbar janji dan bermanis kata sebagai penghias perjalanan meniti tanah bumi. Mereka lupa bila langit taktuli. Takakan ada habisnya membicarakan tentang negeri yang dicintai sekaligus mereka rusak sendiri.Â
Aku juga bercerita pada ibu, Â kemarin aku bertemu Tuan Firdaus, Â dia bilang sedang bercengkrama bersama camar di dermaga, Â entah apa arti dari ucapannya, tapi dia terlihat patah hati. Sungguh kasihan, Â sebenarnya aku ingin menghiburnya, tapi aku hanya mampu mengucap kata, "Hai, Tuan Firdaus." Dia hanya mengangguk, sedikit senyum dan berlalu. Sebelum jauh aku sempatkan meneriakkan selarik doa untuk perjalanannya.Â
Dan hari ini aku bertemu dengan Alul yang menceritakan tentang seorang gadis yang sedang merindukan ibunya.
Seorang gadis yang selalu ke dermaga hanya sekedar entah. Alul bilang dia selalu melihat gadis itu di sana  tapi Alul tak berani mendekatinya.Â
Sungguh bodoh,  harusnya  dia takhanya bercerita tentang gadis itu, tentang derita dan kerinduannya. Harusnya dia bisa menyampaikan satu atau dua patah kata yang sudah diajarkan Daeng Bhicara, tentang aksara-aksara yang bisa membuat kerinduan gadis itu pada seorang ibu terobati, dengan bahasa Indonesia pun bahasa daerah yang lebih romantis. Sungguh, menghibur gadis itu lebih berguna dari pada hanya bercerita tentang dia.Â
Ibu tersenyum mendengar ceritaku.
"Alul? seolah kau tak mengenal dia saja."
"Bagaimana Tuan Firdaus? Â Semoga ada cahaya cerah dalam perjalanannya."
Lalu Ibu melanjutkan membahas tentang apa yang kuceritakan.
Dermaga, Â adalah tempat dimana perahu, kapal, dan sampan berlabuh, mereka menganggap sebagai tujuan akhir dari sebuah perjalanan. Â Pun sebagai awal dari kepergian.Â
"Kau pernah ke sana?"
"Belum, Bu."
"Sesekali pergilah ke sana. Kau akan temukan berjuta kisah dari sebuah dermaga, Â bila telah kau temukan jawabannya, Â ceritakan pada dunia."
"Ibu pernah?"
"Tidak terlalu sering, Â pada dermaga akan kau temukan sesuatu yang tak kau dapatkan dari tempat lain."
"Dermaga, Â sepertinya masih jauh dari tempatku berdiri saat ini. Aku lebih senang menceritakan tentang ibu."
"Ah, Â tidak perlu. Ibu tidak ingin dikenal dunia, Â sebab siapapun sebagai ibu sudah pasti mulia. Tanpa kau ceritakan, alam sudah mengakuinya."
Aku hanya mengerjapkan mata, menahan embun agar tak jatuh, memandangi ibu yang kuat melawan berbagai serangan di badannya.Â
"Teruslah kau bercerita walau aku diam, Â aku akan tetap mendengarkan. Aku juga masih mengumpulkan semua kekuatan otot suaraku, Â karena masih banyak yang harus kuceritakan."Â
Aku masih saja mengeluarkan banyak tanya, Â tentang dermaga dan negeri tercinta. Apakah negeri ini juga sebuah dermaga, Â karena begitu banyak yang menginginkan, begitu banyak kapal berbagai bendera berlabuh, bahkan menancapkan tonggak ampuhnya hanya demi sebuah dunia.Â
"Jangankan sebuah negeri, Â hati kitapun adalah dermaga, Â kau bisa melihat rona jingga dan kecipak air yang terhembus angin, Â serta burung camar yang siap memukik menangkap mangsa. Amati baik-baik ada beribu kedatangan dan kepergian jua bukan? Bahkan perebutan."
Lalu perlahan ibu menutup mata, terdengar nafasnya yang halus, dadanya bergerak naik turun.
Ah benar juga kata ibu. Hari ini ibu baru pulang dan tetap melanjutkan berjuang melawan lemah, sebaiknya biar istirahat dahulu, semoga mimpi indah, Â semua akan menjaga ibu.Â
Esok kita bercerita lagi.
Teras Senja, Â 09102020
swarna
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H