Mohon tunggu...
Swarna
Swarna Mohon Tunggu... Lainnya - mengetik 😊

🌾Mantra Terindah🌿

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menilik Fakta Penyebab Perceraian

7 September 2020   15:00 Diperbarui: 7 September 2020   14:54 138
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cintaku bukan di atas kertas 

Cintaku getaran yang sama 

Tak perlu di paksa Tak perlu di cari 

Kerna ku yakin ada jawabnya... 

(siti nur haliza) 

Seseorang yang memasuki bahtera rumah tangga, tentu sudah disiapkan jauh hari, walau ada juga yang dadakan. Dengan pertemuan yang beraneka kisah. Ada yang pilihan sendiri, dijodohkan atau 'kecelakaan'. Nah untuk yang terakhir ini saya berharap anak muda sekarang berhati-hati.

Walau perceraian tidak hanya terjadi pada pernikahan mendadak atau dijodohkan, tapi juga bisa terjadi pada mereka yang terlihat rukun, dan berilmu. Apa sebabnya?

Tentu banyak alasan tiap pasangan bercerai atau berpisah dari alasan kuat hingga alasan yang sangat klise.

Ini yang dijadikan penyebab menurut versi saya dengan ilmu perkiraan tapi memang sebuah kenyataan banyak terjadi di sekitar kita. Mari kita lihat apa saja yang bisa menjadi biang perceraian

1. Selingkuh

Bermain hati baik sembunyi atau secara terang terangan, membuat pasangan geram lalu saling emosi dan bubar jalan. Misal eh ketemu mantan setia,  atau bertemu orang baru yang mempesona. 

Sebaiknya akal pikiran dan hati tetap selalu dijaga,  supaya bila bertemu mantan atau irang baru tetap wajar-wajar saja.

2. Pihak Ke Tiga

Pihak ke tiga ini tidak hanya pelakor atau pebinor,  tetangga,  teman saudara atau bahkan mertua/orang tua. 

Awalnya biasa saja,  makin lama seolperti gulma dirasa sangat mengganggu bahkan menimbulkan sakit hati juga,  akhirnya 'end of the world'

3. Poligami

Sudah ada yang setia memesona masih mau nambah, kalau nambahnya lebih tua yang sudah mendekati hampa udara, gak masalah, kebanyakan nambahnya yang masih jelita. Bila tak tahan dan tak bisa menyatukan pasti terjadi perpisahan.

Seadil-adilnya manusia masih punya sifat yang condong ke salah satu pasangan. Pada akhirnya  berpikir dari pada ngenes mending sendiri

4. Kesehatan

Saya hanya mendengar kabar burung saja bila ada seseorang  berpisah karena sudah tidak bisa lagi memberi nafkah batin, waduh kasihan sekali ya,  seharusnya bila cinta hal itu tidak terjadi, empati harus dibangun dari awal.

5. KDRT

Nah yang satu ini, sungguh bahaya bila diteruskan. Akan menghadapi neraka dunia tiada akhir, jalan terbaik memang harus berpisah. Karena pelaku KDRT bisa jadi mempunyai ketidak warasan jiwanya.

Sesabar-sabarnya manusia pasti ada batasnya. 

6. Ekonomi

Ekonomi yang tidak stabil tidak jarang menjadi pemicu perceraian, peran lelaki harus benar-benar sebagai jagoan yang bisa mengayomi rumah tangga dan segala kebutuhannya.

Perceraian memang dibenci oleh Allah,  tapi diperbolehkan. Namun bukan berarti terus bisa seenaknya sendiri kawin cerai. Sungguh sangat prihatin sebagai pemirsa yang tidak sengaja melihat atau mendengar peristiwa sebuah perceraian itu, sebenarnya semua menjadi korban, yaitu korban keegoisan, korban sosialita, korban nafsu, korban media. 

Apakah perceraian itu sebuah takdir? Entahlah,  bisa takdir bisa pilihan. Tapi yang lebih mengenaskan adalah bila sudah mempunyai anak, mereka tidak mengerti namun merasakan akibatnya, bisa terguncang hati dan psikisnya. Keceriaan masa kanak-kanak bisa suram dan meninggalkan trauma pastinya.

Awal pernikahan tentu diwarnai idealisme akan abadi sampai tua hingga maut memisahkan. Namun bila di tengah jalan terjadi topan badai yang menghantam dan memporak porandakan,  mau bagaimana lagi.

Maka dari itu sebelum melangkah pada kehidupan bersama pasangan, pikirkan baik-baik segala kemungkinan saat mengarungi bahtera rumah tangga. Komunikasi yang indah sangat dibutuhkan ketika jalan bersama. Karena pernikahan itu sakral. 

Malang,  07092020

Swarnahati

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun