Mohon tunggu...
Bening Damhuji
Bening Damhuji Mohon Tunggu... profesional -

Penyiar RRI Mataram

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

NOVEL; PEREMPUAN PENUNGGU DERMAGA (Bagian 5)

18 Februari 2013   19:46 Diperbarui: 24 Juni 2015   18:05 45
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Hari masih pagi ketika Prasasti berangkat menuju tempat kerjanya toko roti Samudera. Saat pengunjung sedang sepi, Prasasti menghadap ke pemilik toko yang tiada lain adalah Bahari. Prasasti mengutarakan maksudnya bertemu. Ia berniat minta izin untuk pulang ke pesisir Kamboja dalam beberapa hari, karena sangat merindukan ibunya. Sehari sebelum Prasasti pulang kampung, Bahari mengajaknya ke Bangkalan untuk membesuk Tuan Yo yang sedang dirawat di rumah sakit.

Setelah bertemu Tuan Yo dan keluarga di Bangkalan, Prasasti dan Bahari kembali ke Sumenep. Di sepanjang perjalanan kedua muda mudi itu saling bercengkrama. Sementara sepeninggal Bahari dan Prasasti, Tuan Yo kembali dirajam kegundahan. Bertatap muka sekian jam bersama Prasasti, Tuan Yo seakan menemukan senyuman khas yang pernah akrab dengannya. Bahkan di dalam mata Prasasti Tuan Yo, seolah melihat sebuah pemandangan yang pernah dilewatinya, entah di masa manakah itu?! Ya, lagi-lagi Tuan Yo merasa ditarik oleh sebuah magnet maha dahsyat ke suatu tempat! Kekuatan itu terus dan terus menariknya. Kekuatan itu membawa angannya mengembara, melayang-layang ke udara hingga menyeberangi lautan! Selang beberapa menit kemudian, seketika Tuan Yo terhenyak, saat merasakan dirinya telah terdampar di sebuah tempat! Tubuh Tuan Yo menggigil ibarat sedang berada di kutub es, manakala menemukan dirinya sedang memuji senyum dan mata seorang wanita pada suatu masa di tempat itu! Ya, senyum dan mata sosok wanita di masa lalu! Hati Tuan Yo bergolak!

“Ya Tuhan, senyum gadis itu mengingatkanku pada seseorang! Okh, di mata gadis itu aku melihat sebuah hamparan luas, subur, dan..?!”

Tuan Yo semakin menggigil! Batinnya berujar-ujar dengan gelisah.

“Yah, lautan biru membentang dengan kapal-kapal kecil nelayan yang hilir-mudik! Okh, senyum itu! Akh, mata itu! Ya Tuhan, senyum dan mata itu kini menyeretku ke suatu pagi di salah satu pesisir! Okh!”

Tuan Yo memejamkan mata menikmati kisah yang sedang bermain-main di angan-angannya. Bagai sedang menonton film romantis yang dimainkannya, Tuan Yo begitu fokus! Tuan Yo, melihat dirinya sedang berbicara dengan seorang wanita.

“Dik, hujan yang terus menerus membuat gelombang naik setinggi 3 meter. Terpaksa kakak tidak melaut hari ini. Berarti tidak ada ikan yang dapat kita jual ke pasar kecamatan, untuk beberapa hari ke depan, dik!”

Tuan Yo menatap mata wanita lawan bicaranya itu.

“Apakah kau tidak kecewa bersuamikan nelayan, dik? Bila tak melaut maka tidak punya uang!” Ucap Tuan Yo waktu itu.

Wanita itu hanya tersenyum. “Hm?!”

“Kalau kakak tetap sebagai nelayan sampai tua, apakah kau masih sayang padaku, dik?” Tanya Tuan Yo.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun