Mohon tunggu...
Beni Ahmad Saebani
Beni Ahmad Saebani Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Beni Ahmad Saebani, dosen Sosiologi Hukum di Fakultas Syariah dan Hukum UIN Bandung, jabatan Lektor Kepala, Penulis, aktif menulis di berbagai media, buku yg terbit sudah 50 judul, hobi olah raga, content creator dan youtuber

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Makna Simbolik Ngarak Jimat, Perspektif Kejawen dan Islam

13 Januari 2025   10:51 Diperbarui: 13 Januari 2025   10:51 23
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Makna Simbolik Ngarak Jimat, Tujuh Sumur dan Kembang Tujuh Rupa

Antara Kejawen dan Islam

 

Pendahuluan

              Beberapa literatur seperti "Serat Wedhatama" karya Mangkunegara IV, "Primbon Jawa" karya Ranggawarsita, dan "Ensiklopedia Kejawen" Pustaka Jaya, menguraikan beberapa makna filosofis tentang simbol-simbol dalam upacara Makna Simbolik Ngarak Jimat, Siraman, Grebeg Suro, dan Tujuh Sumur, Kembang Tujuh Rupa, dan mantra-mantra yang harus dibacakan saat upacara berlangsung.

              Praktik spiritual yang berbau mistik itu masih banyak dilakukan oleh orang-orang muslim meskipun bukan dari ajaran Islam, belum diketahui bagaimana argumentasinya sehingga upacara ini menduduki tempat yang istimewa dalam berbagai acara, misalnya sebelum dilangsungkan upacara perkawinan. Supaya dapat dipahami makna filosofisnya dan tidak mengundang pertanyaan yang bernada prasangka negatif, perlu diuraikan makna simboliknya.

Ngarak Jimat

Praktik spiritual mistis dalam kepercayaan masyarakat Sunda dan Jawa yang masih dilaksanakan adalah Ngarak Jimat. Jimat adalah benda dan mantra yang diyakini memiliki kekuatan integratif dan spitualitas magik yang transendental. Ngarak jimat biasanya dilakukan untuk tujuan tertentu, di antaranya adalah sebagai berikut:

  • Berlindung dari bahaya, bencana, kejahatan, dan gangguan yang diprediksi akan dialami manusia secara langsung atau melalui alam dan tempat tinggal;
  • Meningkatkan kemampuan dan kekuatan spiritual, kesaktian, dan perlawanan kepada setiap makhluk yang akan mencelakakan;
  • Memperoleh keberuntungan, kesuksesan segala usaha manusia;
  • Mengobati berbagai penyakit medis maupun non medis dan menghilangkan kesulitan hidup.

Untuk mencapai tujuan tersebut harus dilakukan beberapa langkah yang sistematis, yaitu:

  • Membaca mantra atau doa-doa khusus;
  • Memakai perantara benda-benda khusus yang dipercaya sebagai washilah kesaktian, seperti batu, kayu, logam, keris, dan sejenisnya;
  • Melakukan ritual upacara khusus sesuai ketentuan;
  • Menggunakan ramuan atau jamu dan kembang yang dipercaya memiliki kekuatan spiritual.

Dalam bahasa Jawa, kata "jimat" terdiri dari dua kata, yakni "ji" dari kata "siji" artinya satu atau tunggal, yang melambangkan kesatuan dan keutuhan, sedangkan kata "mat" dari kata "matri" atau "matra" yang berarti perlindungan atau pemeliharaan. Ada yang mengatakan bahwa kata "jima" berasal dari kata "siji" dan "matri" artinya "Tungga; atau Esa" sedangkan "matri" artinya kuat. Dalam kepercayaan masyarakat Jawa atau Kejawen kata "jimat" bermakna kesatuan antara manusia dan Tuhan. Karena Tuhan berada pada jiwa-jiwa manusia maka manusia akan dilindungi oleh Tuhan. Jimat adalah perlindungan dari berbagai gangguan dan kejahatan dari kekuatan negarif.

Manunggalnya Tuhan dengan manusia berarti keseimbangan kehidupan jasmani dan ruhani sehingga manusia dapat menghadapi tantangan dari luar dan dari dalam dirinya. Manusia yang dekat dengan Tuhan ibarat manusia memperoleh penjagaan Tuhan, karena bisikan malaikat membimbingnya ke jalan yang lurus (Beni Ahmad Saebani, Ilmu Budaya Dasar, Pustaka Setia, Bandung, 2015:39). Dengan demikian secara filosofis, manusia yang kuat menghadapi tantangan dan godaan setan adalah manusia yang berpegang kepada "jimat"nya, karena "siji" adalah Tuhan "matri" adalah kuat, berarti kuat berpegang kepada petatah petitih dari Tuhan. Sebaliknya yang "lemah iman, cenderung mengikuti hawa nafsunya" adalah manusia yang kehilangan "jimat"nya atau jimatnya tak lagi dijadikan pegangan hidup.

 

Waktu yang Tepat Ritual Jimat

Ngarak jimat diatur waktunya, karena bertaqarrub kepada Tuhan pun ada aturan waktunya. Supaya lebih afdol dan mustajab. Masyarakat Jawa dan Sunda yang masih memercayai upacara ritual ngarak jimat melakukannya pada hari yang dianggap sakral, yakni pada hari Jumat Kliwon, Malam Selasa Wage (ada energi spiritual), Malam Minggu Legi (ada kekuatan spiritual), terutama saat bulan purnama atau bulan baru dan saat perubahan musim.

Dalam masyarakat muslim tertentu, ngarak jimat dilakukan  pada bulan Mulud (Rabi'ul Awal) yang merupakan bulan kelahiran Nabi Muhammad saw yang dianggap sakral. Dalam tradisi Jawa, Bulan Mulud dianggap sebagai waktu yang tepat untuk ngarak jimat, karena beberapa tujuan, di antaranya adala: (1) menghormati dan memperingati kelahiran Nabi Muhammad saw.; (2) Mencari berkah dan perlindungan Allah SWT.; (3) Meningkatkan kesadaran spiritual dan ketakwaan; (4) menguatkan hubungan manusia dengan Tuhan dam Nabi Muhammad saw.

Pada bulan Mulud, ngarak jimat dilakukan dengan upacara ritual dan keagamaan diisi dengan membaca al-Quran dan hadits-hadits tentang kelahiran Nabi saw. berdoa dengan syair-syair kenabian, membakar kemenyan dan membaca mantra khusu, dilanjutkan dengan berpuasa dan berzikir.

Dalam ajaran Islam tidak ditemukan mengenai berbagai upacara yang dilakukan oleh masyarakat Jawa dan Sunda, karena semua upacara tersebut bersumber dari kepercayaan Kejawen yang berasal dari sumber sinkritisme antara agama lokal, Hindu, dan Islam. Asimilasi teologis dan akulturasi tiga ajaran ini bukan untuk dibendung karena tidak ada yang bertentang dengan ajaran agama manapun, dari segi esensinya semua upacara itu mengandung tujuan kebaikan. Perspektif agama lokal harus dipahami dengan pendekatan local wisdom, demikian juga dengan  unsur Hindunya, hanya dari perspektif ajaran Hindu sehingga akan mudah dipahami maknanya, sedangkan ajaran Islamnya sebagai bagian dari keinginan masyarakat muslim mewarnai upacara tersebut dengan nilai-nilai keislamanan. Oleh karena itu, ngarak jimat, jimatnya adalah ketauhidan, matrinya iman dengan membaca al-Quran dan mengamalkannya, sedangkan melawan hawa nafsu yang menyesatkan dengan cara membaca shalawat sebagai bentuk rasa cinta dan meneladani Rasulullah saw. yang dijaga oleh para malaikat dari hidup yang dikuasai oleh hawa nafsu setan.

Berlindung kepada Allah SWT. setiap saat tanpa mengenal batas waktu, akan tetapi berlindung kepada Allah secara formal diatur oleh syariat tertentu. Shalat wajib adalah "Kitaban Mauqutan", waktu-waktunya ditentukan. Shalat sunat yang mustajab adalah tengah malam bertahajud dengan rakaat yang ditentukan, zikir-zikir yang dicontohkan, dilengkapi dengan berpuasa sebagai makna bersabar dan selalu mengendalikan hawa nafsu. Demikian pula dengan "ngarak jimat" waktunya ditentukan, mantaranya ditentukan, dan semua medianya sudah diatur sesuai dengan energi spiritual yang diharapkan oleh masyarakat yang melakukannya.

Pelaksanaan "ngarak jimat" hendaklah mandi membersihkan diri, apabila mau lebih bersih secara fisik dan batin, mandilah dengan air yang bersumber dari "tujuh sumur" yang ditaburi oleh kembang "tujuh rupa". Dalam kepercayaan masyarakat kejawen air tujuh sumur melambangkan tujuh aspek kehidupan, yaitu spirutual, emosi, intelektual, fisik, sosial, ekonomi, dan lingkungan. Sebagai filosofi equilibrium kehidupan, yakni keseimbangan kehidupan lahiriah dan batiniah, jasmani dan ruhani.

Tujuh Sumur dan Kembang Tujuh Rupa

Air dari tujuh sumur dan kembang tujuh rupa salah satu media dalam ada siraman calon pengantin. Namun dalam upacara lainnya seperti ngarak jimat pun dilakukan hal yang sama. Adapun kembang tujuh rupa, dalam tradisi Jawa dan Sunda adalah melambangkan keharuman dari tujuh lapisan jiwa dan tingkat spiritual. Bunga adalah lambang kesucian dan kebahagiaan. Jenis bunga terdiri dari Mawar (cinta dan kesucian), Jasmine (kesucian dan kebijaksanaan), Kamelia (kesabaran dan kekuatan) Anggrek (keindahan dan keunikan), Teratai (kesucian dan kebijaksanaa), Lotus (kesempurnaan spiritual dan pencerahan). (Sumber: Kamus Kejawen, Team Depdikbud, penerbit Universitas Indonesia, 1984)

Betapa hasrat dan upaya yang luar biasa dari masyarakat yang melakukan upacara ngarak jimat ini, bukan hanya badannya yang harus bersih tetapi air yang layak untuk membersihkannya pun diambil dari tujuh sumur. Dan bukan hanya kehidupan yang harus harus harum tetapi untuk mengharumkannya pun harus dengan kembang tujuh rupa. Namun, semuanya itu merupakan simbol budaya yang melekat dari masyarakat yang ingin manunggal dengan Tuhan. Masyarakat yang berharap selalu memperoleh perlindungan dari Allah dan memiliki kekuatan spiritual seperti Rasulullah saw. Namun, dalam ajaran puritanisme Islam, media yang digunakan seperti benda-benda tertentu, yakni batu, keris, dan benda yang lainnya mutlak tidak memiliki kekuatan apapun dan diharamkan menjadikannya sebagaiu media untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Islam menegaskan untuk mendekatkan diri kepada Allah adalah dengan berpuasa dan shalat, kalimat bishabr washalah menurut ahli tafsir adalah berpuasa dan shalat tahajud, qiyam al-lail atau qiyam ramadhan.

Bagaimana dengan kita sebagai muslim, keimanan dan semua syariat yang kita lakukan akan lebih baik dan sempurna apabila dilakukan dengan kesucian jasmani dan ruhani dan kita selalu dapat mengendalikan hawa nafsu, mengharumkan kehidupan untuk diri pribadi, keluarga, dan lingkungan sosial yang lebih luas. Kita tidak perlu mandi dengan tujuh sumur dan kembang tujuh rupa, cukup dengan tujuh air jetpump dan parfum sebagai simbol pengharum kehidupan. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun