Tahlian: Tradisi Spiritualitas Kultural Islam di NusantaraÂ
Pendahuluan
Masyarakat muslim memiliki kreativitas budaya yang unik, di antaranya melakukan doa bersama hari kedua hingga hari ketujuh, ada pula yang hari pertama mengaji di pemakaman selama tujuh hari tujuh malam. Tradisi yang membentuk sistem budaya, karena rasa cinta dan kasih sayang kepada anggota keluarga, kerabat, tetangga, kolega, dan semua sesama muslim yang meninggal dunia dengan harapan Allah SWT. mengampuni dosa dan kekhilafannya serta semua keluarga dan kerabat yang ditinggal tetap dalam kesabaran yang ikhlas menerima dengan lapang dada. Itulah pemberdayaan dari doa "ya Allah ampunilah dosa orang-orang muslim yang masih hidup dan yang telah wafat."
Tahlilan merupakan tradisi perekat sosial yang menjadi media bertemunya masyarakat, kerabat, teman, dan semua elemen sosial yang merasa kehilangan dengan meninggalkan dunianya seorang muslim yang baik. Kebiasaaan ini menjadi proses sosialisasai yang efektif untuk mengambil pelajaran dan hikmah kehidupan. Bukan hanya mendoakan yang telah tiada juga mengingatkan kepada yang hidup bahwa yang mendoakan pun akan mengalaminya.
Kata tahlilan berarti senang dan gembira. Tahlil adalah mengucapkan kalimat tauhid "Laa Ilaaha Illallah" yang diucapkan secara berulang dilengkapi bacaan tasbih, tahmid, takbir, bershalawat, dan memohon ampunan kepada Allah untuk yang meninggal dunia. Tahlilan adalah akumulasi dari zikir bagaikan ramuan jamu atau obat, karena lengkap dengan takbir, tahmid, tasbih, dan shawalat. Berharap ada kemujaraban dan mustajab.
Tahlilan biasanya dilaksanakan pada hari ke-1 hingga hari ke-7 setelah meninggalnya Jenazah. Lalu dilanjutkan pada hari ke-40 dan hari ke-100 berikutnya diperingati setiap tahun pada hari meninggalnya Jenazah atau biasa disebut dengan haul. Adapun bacaan tahlilan berdasarkan urutan tertentu, sistematis, yaitu:
- Bacaan Hadrah atau tawasul Kepada Nabi SAW dan Surat Al-Fatihah
- Surat Al-Ikhlas, Mu'awwidzatain (Al-Falaq dan An-Nas) dan surat Al-Fatihah
- Awal surat Al-Baqarah ayat 1-6
- Membaca surat A-Baqarah ayat 163 dilanjut ayat kursi
- Membaca 3 ayat terakhir pada surat Al-Baqarah
- Bacaan tarhim dan tabarruk dengan surat Hud 73 dan al-Ahzab 33
- Shalawat, hasbalah, dan hauqolah
- Bacaan istighfar, tahlil, dan tasbih; dan
- Doa penutup tahlil.
Tahlilan Bagian dari MuamalahÂ
Tidak dipungkiri di antara ulama, ustaz, kyai, ajengan, dan tokoh agama Islam yang menyatakan bahwa tahlilan itu perbuatan bid'ah, bahkan bid'ah dholalah yang diancam masuk neraka. Apabila memandang tahlilan itu bagian dari ibadah mahdhah memang tidak keliru dipandang sebagai perbuatan bid'ah karena tidak ditemukan ayat al-Quran maupun al-Hadits yang memerintah tahlilan dalam kematian, Nabi Muhammad saw. para sahabat pun tidak mencontohkannya, karena tidak ada atsar bahwa para sahabat melakukannya. Akan tetapi, tahlilan itu bukan bagian dari ibadah sebagaimana pendapat tersebut. Tahlilan itu bagian dari muamalah, urusan antarmanusia dan pengembangan sosial budaya yang berbasis keberagamaan dan spiritualitas masyarakat muslim. Tentu saja kalau urusan muamalah kebid'ahan itu dianjurkan karena merupakan inovasi sosial dan budaya.
Di samping itu tidak akan ditemukan dalil-dalil yang menyuruh tahlilan, tetapi dalil yang menyuruh ta'ziyah, melawat orang yang meninggal dunia sambil membawa makanan dan yang sejenisnya, menghibur yang ditinggalkan supaya bersabar dalam menerima ujian atau musibah. Hadits tentang ini di antaranya hadits riwayat Imam Muslim dari Abu Hurairah, "hendaklah kalian mengunjungi orang sakit dan kuburan supaya kalian ingat tentang akhirat". Hadits riwayat Imam Bukhari dari Abu Bakar Shiedieq, "jenguklah orang yang sakit dan kunjungilah kuburan, karena akan membuat hati menjadi lembut dan menitikkan air mata".
Hadits yang Layak Difahami Mendalam
     Di antara hadits yang layak dipahami dengan baik, adalah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Siti Aisyah ra, Nabi saw. bersabda, "jenguklah orang yang meninggal dunia dan berdoalah untuk mereka, karena hal itu akan membantu mereka". Perintah melayat orang yang meninggal dunia dan mendoakannya supaya dapat membantu meringankan beban dosanya, membantu memohon ampunan kepada Allah, dan doa orang-orang yang melayat akan menjadi bahan pertimbangan Allah juga proposal yang amat diharapkan diterima oleh Allah SWT. (Baca dalam Kitab Riyadhus-Shalihin, Imam al-Nawawi, Mishkat al-Masabih, Imam al-Tabrizi, Sunan Ibnu Majah, Shahih Bukhari dan Shahih Muslim)
     Dengan adanya hadits Shahih dari Imam Muslim tersebut, menurut saya tahlilan itu dikatagorikan sebagai al-mashlahah al-mu'tabarah, bukan perbuatan bid'ah karena dipandang sebagai ibadah mahdhah, karena tanpa tahlilan pun tidak dosa dan tidak haram. Tahlilan adalah pengembangan spiritualitas sosial yang merupakan bagian dari muamalah yang tidak dilarang oleh ajaran Islam bahkan anjuran mendoakan orang meninggal dunia dikuatkan oleh hadits yang shahih. Hubungan sosial yang membentuk budaya positif adalah kemaslahatan, dan kemaslahatan itu tanpa dalil pun tidak dilarang syariat.
Nilai-nilai yang terkandung dalam Tahlilan
Prosesi tahlilan yang dilaksanakan pada masyarakat sekarang sering dikaitkan dengan proses pembusukannya tubuh manusia di dalam kubur. Dan proses pembusukan ini biasanya berlangsung pada 7 tahapan. Menurut Muhammad Sholikhin dalam Ritual Kematian Islam Jawa (2006:159), adalah sebagai berikut:
- Tahapan yang pertama adalah tiga hari setelah jenazah dikebumikan, mereka meyakini pada 3 hari setelah pengburan jenazah ini, tubuh jenazah mulai membengkak
- Tahapan yang kedua, adalah hari ketujuh setelah jenazah dikebumikan, pada tahap kedua ini tubuh membengkan yang akhirnya meletus yang menyebabkan terurainya organ dalam dari jenazah tersebut
- Tahapan yang ketiga, adalah hari ke-40 setelah prosesi pemakaman, pada proses ini tubuh jenazah sudah mulai membusuk
- Tahapan yang keempat, pada hari ke-100 setelah pemakaman, tubuh yang membusuk berubah posisi yang asalnya tertidur menjadi tegak berdiri
- Tahapan yang kelima, Satu tahun setelah prosesi pemakaman, kepala akan bersentuhan dengan lutut sang jenazah.
- Tahapan yang keenam, dua tahun kemudian setelah prosesi pemakaman, seluruh tubuh dan organ tubuh jenazah sudah hilang melebur dengan tanah tinggal menyisakan tulang-belulang jenazah.
- Akhirnya pada Tahapan terakhir, yaitu tiga tahun setelah prosesi pemakaman, maka seluruh tulang jenazah sudah melebur sepenuhnya dengan tanah, tidak ada sisa apapun dari organ tubuh jenazah tersebut kecuali sudah melebur menjadi tanah.
Abdusshomad (Tahlilan dalam Perspektif Al-Qur'an dan Al-Sunnah, 2005 : 12) mengatakan bahwa manfaat  melaksanakan tahlilan tersebut, yaitu:
Sebagai media dan kesempatan bagi yang masih hidup untuk bertaubat kepada Allah dan mengingat kematian ;
Mempererat tali silaturahmi antarsesama manusia apalagi yang masih hidup, jangan sampai kematian menjadi penyebab putusnya tali silaturahmi;
Sebagai salah satu cara untuk mendekatkan diri kepada Allah, karena di dalamnya terdapat bacaan zikir yang mengingatkan kita kepada Allah SWT;
Sebagai media dakwah Islam;
Sebagai bentuk nyata rasa simpati kita terhadap keluarga yang ditinggalkan dan sebagai obat agar duka tidak terus menyelimuti mereka.
Menurut Fananie dan Sabardila (Sumber Konflik Masyarakat Muslim, Perspektif Keberterimaan Tahlil, 200i : 45) tujuan tahlilan, antara lain:
Sebagai alat pembinaan moral spiritual bagi anggota jamaah;
Mengirim hadiah atau pahala;
Mempererat hubungan ukhuwah Islamiyah; dan
Meningkatkan kualitas iman umat Islam secara rutin dan berkesinambungan.
Menurut Komaruddin Hidayat  (Psikologi Kematian Mengubah Kematian Menjadi Optimisme, 2006 : 23) secara psikologis ada manfaat tahlilan, yaitu sebagai berikut:
Terhiburnya keluarga yang ditinggalkan dan menjadi pelipur lara bagi mereka, karena banyaknya orang yang datang dan ikut serta mendoakan jenazah.
Sebagai media untuk bisa saling bersilaturahmi. Karena terkadang dengan adanya acara tahlilan banyak rekan, saudara dan kerabat yang jauh akan datang untuk mendoakan jenazah.
Harapan semua doa yang dipanjatkan secara bersama-sama dan dengan hati yang Ikhlas, akan dikabulkan oleh Allah SWT.
Memperdebatkan tahlilan bid'ah atau bukan bid'ah merupakan perdebatan yang kurang memerhatikan aspek sosiologis dan antroplogis dalam keberagamaan, karena tidak akan pernah ditemukan cara beragama yang sama persis dengan contoh dari Rasulullah saw. dan para sahabat, oleh karena itu diperlukan kearifan dalam memahami keberagamaan umat Islam yang beragam dan dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk tentang tahlilan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H