Mohon tunggu...
Beni Guntarman
Beni Guntarman Mohon Tunggu... Swasta -

Sekedar belajar membuka mata, hati, dan pikiran tentang apa yang terjadi di sekitar.

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Bunga dan Bulan

18 Desember 2016   09:51 Diperbarui: 18 Desember 2016   10:37 144
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Karena mencintai hal-hal yang tak ternilai

ia telah dicemooh oleh banyak orang yang berilmu:

“apa yang engkau cari wahai pengembara

langkahmu kian jauh mendekat ke pintu neraka!”

Ia terus melangkah sembari menatap langit luas

mensyukuri udara segar yang dihirupnya hari ini

menikmati pemandangan hijau dan kicau burung

tiba-tiba matanya tertuju ke sebongkah batu besar:

“di bidang batu

rumput tumbuh sendiri

kotoran burung”

Lelaki itu termenung di sudut jalan sunyi

menatap ke malam luas yang ada di sekitarnya

matanya yang kosong menyatu dengan kegelapan

dalam kekosongan itu ia berkata:

Sekelompok pencari kebenaran

bagaikan sekawan laron di awal penghujan

mencari api pada lentera yang menyala

Apakah ia tahu makna dan manfaat api itu?

Hal yang membuat nasinya menjadi masak

Ini adalah kekuatan menakjubkan dari alam

melihat langsung dari kaca mata kekuatannya

Membayangkan api tidak membuatku terbakar

membayangkan air tidak membuat hausku hilang

Dalam hakikat makhluk yang fana

kekekalan seperti apa yang engkau inginkan?

Jadilah sekuntum bunga melati

meski ia mengharum dunia hanya sehari

namun abadi dikenal sebagai bunga yang harum

Tanpa membuka pintu diri

mana mungkin bisa masuk ke dalam bunga

Tanpa melihat ke luar jendela

mana mungkin tahu indahnya bulan bersinar

Semakin banyak yang dilihat dan didengar

semakin banyak pengetahuan yang didapat

Semakin banyak hal yang tidak diketahui

semakin dalam tenggelam dalam kebingungan

Dalam kegelapan dan kesunyian

cahaya pengetahuan melintas bebas

Menghinggapi hati mereka yang membuka diri

membuka pintu ruang kesadaran!

Ketika kecil aku bercita-cita menjadi bunga

Tapi bayanganku berkata: “jadilah bulan

tumbuh dan memudar seiring waktu

memantulkan cahaya

dalam keadaan apapun!”

Tapi alur kehidupan merubah hidupku menjadi batu

dimana gunung tumbuh menjulang

dimana sungai jernih mengalir deras

dimana ombak menghempaskan amuknya

di atas kerasnya

“bulan bersinar

apa mungkin bayangan

tanpa cahaya?”

Perumpamaan di mana letak jati diri

pada pohon pisang yang terpenggal itu

ada kehidupan muncul dari dalam dirinya

tetap berdaun dan berbuah

Bulan mengambang dikelilingi awan hitam

cahayanya hanya cukup untuk dirinya sendiri

namun apa yang diisyaratkannya adalah cahaya

menemukan sesuatu di dalam diri

Sebuah bayang-bayang

mengisyaratkan ada cahaya yang terhalang

ia tidak bermakna apa-apa

kecuali dibandingkan dengan sisi terangnya

Kepompong daun pisang

tidak pernah memberi sayap pada ulat

menjadi seekor kupu-kupu

karena asli jati dirinya adalah kupu-kupu

di kebun pisang

seekor katak terbang

tetaplah katak

******

Ilustrasi


Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun