sebuah catatan kecil menuju tutupnya bilangan tahun ini
menjelang datangnya senja yang akan mengakhiri Desember
sebelum matahari terakhir tahun ini tenggelam di ufuk barat
sebelum matahari baru di tahun yang baru terbit di ufuk timur
Â
seperti catatan kecilku di tahun-tahun yang telah berlalu
aku melihat wajah bertopeng untuk wajah pemimpin bangsaku
raut wajah yang padanya terpancar kepalsuan dan kebengisan
terlihat taring di balik sikap ramah tamah dan sopan santunnya
Â
entah ke mana hilangnya hari nurani para pemimpin negriku
mungkin ia telah habis terbeli oleh cukong atau mafia minyak
mungkin ia tersimpan di gudang rahasia miliknya partai politik
mungkin juga terselip di selangkangan para pelacur kelas tinggi
Â
kata-kata kebencian , fitnah keji, dan hujat-menghujat jadi hal biasa
pendidikan dan akal sehat , tiada pengaruhnya dalam bertutur kata
fitnah terlontar begitu mudah, dan itu dianggap sebagai perjuangan
sebuah amanat diperjual-belikan dengan harga teramat murahnya
Â
cita-cita bernegara dan rasa saling menghargai sesama anak bangsa
mungkin ia tengah ditenggelamkan oleh kegaduhan dan keserakahan
mungkin juga tengah tersandera di tangan para mafia dan antek asing
kemajuan negriku terkendala oleh ulah para badut bertopeng kebajikan
Â
menatap ke tahun-tahun yang telah berlalu dan juga yang akan datang
mari kita melihat ke dalam jati diri bangsa, melihat wajah kita hari ini
melihat wajah timur dan barat yang masih dalam ketimpangan besar
masih kah kita mampu mengenali wajah asli Keindonesian kita?
Â
******
Batam, 2015.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H