Mohon tunggu...
Beni Guntarman
Beni Guntarman Mohon Tunggu... Swasta -

Sekedar belajar membuka mata, hati, dan pikiran tentang apa yang terjadi di sekitar.

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Kisah Sejumput Ilalang

24 Desember 2015   01:30 Diperbarui: 24 Desember 2015   01:30 139
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

kulihat sejumput ilalang di padang rumput terbuka

ujungnya yang runcing tegak menunjuk ke arah langit

entah apa yang tengah dikatakannya kepada Tuhan

 

dihembus angin, ujungnya bergerak-gerak ke segala arah

yang berdiri paling tegak, tiada yang lebih runcing darinya

capung dan kupu-kupu pun segan untuk menyinggahinya

 

di malam hari, segerombolan anjing menginjak-injaknya

rebah lembar tubuh lalang yang tiada berpenyanggah itu

ujungnya yang runcing mencium bumi, terbenam tanah

 

ketika  matahari pagi terbit bagaikan bola yang terbakar

pucuk ilalang itu pun kembali tegak angkuh dan berdusta

dikatakannya bahwa Tuhan telah menuruti kehendaknya

 

ketika nampak sekawanan gajah liar memasuki padang itu

“takut?” tanya kupu-kupu kecil yang terbang melintasinya

“kata takut itu cuma milik manusia yang kurang akalnya”

 

gajah itu terlihat saling serang, saling berkelahi sesamanya

rerumput di padang jadi binasa, tercabut hingga ke akarnya

ilalang itu tetap berkata, Tuhan telah menuruti kehendaknya!

*******

Batam, 2015.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun