Mohon tunggu...
Beni Guntarman
Beni Guntarman Mohon Tunggu... Swasta -

Sekedar belajar membuka mata, hati, dan pikiran tentang apa yang terjadi di sekitar.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Bertemu Ritus Manusia Harimau

8 November 2015   01:00 Diperbarui: 8 November 2015   01:05 109
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

Pagi cerah kembali menyambutku di punggung Bukit Barisan. Gemericit suara burung dan hawa sejuk segar hutan perawan membuatku terbangun dari tidur. Semalam aku tertidur di bawah Pohon Kranji hutan yang jauhnya hanya beberapa meter dari bibir jurang yang dalam. Di bawah pohon itu ada Batu Napal yang cukup lebar, tumbuh berkembang secara alami. Di atas batu itu aku tertidur semalam. Akhirnya tertidur pulas meski awalnya merasa khawatir karena sempat melihat ada Harimau melintas di dekatku.

Aku memutuskan beristirahat di bawah pohon itu, ketika matahari mulai tenggelam dan aku belum tahu bagaimana keadaan medan perjalanan yang ada di depan. Langit malam penuh dengan Bintang-bintang. Tidak terlihat Bulan, mungkin ia berada di balik bukit yang menjulang yang mengelilingi tempatku berada. Tempat ini sebuah cekungan dan salah satu sisinya menghadap ke jurang yang dalam, lewat sisi jurang itu aku dapat memandang ke arah lembah, memandang ke arah cakrawala indah yang membemtang jauh. Sepanjang malam aku menikmati keindahan cakwala yang terhampar, dari langit malam hingga bebukitan yang menjulang di sekitarkku dan juga pada lembah yang menghampar luas, yang membuat hatiku terasa damai meski merasa tengah diintai oleh berpasang mata Harimau.

Sejuk segar hawa pagi begitu terasa. Hilang sudah rasa penat karena menempuh perjalanan jauh kemarin. Muncul rasa lapar dan haus, mataku memandang ke sekeliling, mencari tempat di mana kira-kira bisa kutemukan air.  Perhatianku tertuju ke suatu tempat yang belum kulalui kemarin.  Kulihat ada beberapa pohon besar tumbuh berdekatan, daunnya tampak hijau segar serta dahan beberapa pohon itu merentang lebar.  Tempatnya agak datar, hanya sekitar 300 meter di hadapanku. Aku menduga mata air di sana, karena di tempat yang tinggi seperti ini hanya keberadaan mata iar yang membuat beberapa pohon besar tampak lebih subur dari pepohonan yang lain.

Aku berjalan menuju ke tempat itu, sambil berjalan aku mimikirkan hewan apa kiranya yang bisa kutangkap untuk mengganjal perutku hari ini. Beberapa puluh meter jalan ke depan dari tempatku semula, terlihat banyak bekas tapak hewan di tanah yang lembab. Kukenali tapak jejak Babi hutan, lewat kukunya yang tunggal. Kukenali pula bekas jejak Rusa yang bekas tapaknya hampir sebesar tapak sapi. Kulihat ada tapak bekas jejak Harimau yang terlihat baru, menimpa jejak-jejak itu. Aku semakin yakin bahwa ada sumber air di sekitar tempat ini.

Kulihat ada sebuah jalan setapak, datangnya dari arah lembah dan berliku-liku bentuknya menuju ke arah huran lebat yang letaknya sekitar lima ratus meter di samping kananku.  Kulihat ada jejak manusia bercampur dengan jejak para hewan penghuni rimba. Tidak terlihat tanda-tanda ada atau bekas kebun atau pun keberadan bekas pondok peladang yang berpindah-pindah. Mungkin itu jejak pemburu atau jejak para pencari rotan, tanaman yang sangat banyak terlihat di tempat ini.

Kulihat tanda-tanda keberadaan sebuah sungai kecil di depan sana. Sesampainya di tempat kulihat airnya jernih, mengalir menuju lembah. Aku bergerak menuju ke arah hulunya, mungkin ada danau di sana. Hampir satu jam perjalanan mengikuti liku-likunya, akhirnya ketemu danau yang tidak seberapa lebar namun lumayan dalam.

Ternyata hulu dari sungai kecil itu masih jauh, di atas bukit. Air jernih mengalir deras dari pangkal danau. Aku langsung berendam di dalamnya, jernih dan sejuk airnya, dan kedalamannya hanya sebatas dada. Tanpa kesulitan aku berhasil menangkap beberapa ekor ikan besar untuk santapanku hari ini. Selesai mandi dan menyantap ikan bakar itu, aku melanjutkan perjalanan.

Matahari masih jauh dari kulminasinya. Kuikuti jalan setapak yang menuju ke arah Selatan, menurun ke arah lembah. Tiba-tiba kulihat sebuah pohon raksasa di sisi kiri jalan. Aku mengenalinya sebagai Pohon Sialang, sebuah pohon yang sering kudengar penuh dengan cerita mistis. Aku mendekati pohon itu dan memperhatikannya dengan seksama. Kulihat ada beberapa pedupaan yang terbuat dari tanah liat yang masih berisi arang yang lembab, dan di sekitarnya terlihat pula banyak tangkai bekas garu yang terbakar habis.   Pohon ini tempat orang melakukan upacara sesaji, entah siapa dan untuk apa acara sesaji itu dilakukan.

Matahari mulai tergelincir ke arah Barat. Aku terus bergerak maju melintasi kesunyian hutan yang penuh dengan pepohonan besar yang menghijau, akar raksasa yang malang melintang, berjalan di atas lapisan tanah yang terdiri dari timbunan dedaun dan kekayu besar bercampur reranting lapuk yang mengendap selama puluhan tahun, bahkan mungkin mengendap lebih dari seratus tahun.

Aku menyusuri jalan setapak yang samar, jalan yang sudah lama tidak dilalui. Mungkin ini jejak bekas para pencari rotan berlalu-lalang. Jejak itu berakhir di sebuah padang rumput yang dikelilingi hutan perawan. Terpana menatap padang rumput yang tak terduga itu. Rumput hijau tumbuh seperti merambat di atas bebatuan. Di beberapa tempat terlihat ada bongkahan batu cadas yang besar. Batu itu terlihat hitam dan berlumut di bagian bawahnya.

Aku merasakan ada suasana magis di padang rumput yang tidak seberapa luas ini. Aku bertanya-tanya dalam hati: “adakah kaitan tempat ini dengan Pohon Sialang besar yang tadi kutemui?” Coba kutemukan kalau-kalau ada bekas yang serupa di tempat ini. Batu itu lebih kurang sebesar induk kerbau, permukaannya sedikit rata. Kulihat ada tengkorak kepala hewan di atasnya, sesuatu yang dipajang layaknya sebuah ritus persembahan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun