Mohon tunggu...
Beni Guntarman
Beni Guntarman Mohon Tunggu... Swasta -

Sekedar belajar membuka mata, hati, dan pikiran tentang apa yang terjadi di sekitar.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Pedagang Kecil dan Pedagang Politik

6 November 2015   01:44 Diperbarui: 6 November 2015   02:17 176
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dia seorang pedagang sayur-mayur. Setiap jam 3 dini hari dia berangkat ke pasar induk guna membeli bahan dagangannya.  Hanya 5 sampai 6 jam dia tidur setiap malamnya, hal ini telah dilakukannya selama lebih 20 tahun.

Sebelum jam 6 pagi dia telah kembali ke rumah. Lalu mengemas-ngemas aneka macam bahan sayur-mayur yang dibelinya dari pasar induk, disusunnya ke gerobak sayur yang akan  dibawanya keliling.  Sekitar jam 6 pagi dia mulai keliling dari gang ke gang, mendatangi rumah demi rumah yang biasa menjadi pelanggannya.

Tidak sampai jam 10 siang dia telah kembali ke rumah,  lalu membereskan gerobaknya agar tetap bersih dan kemudian istirahat satu atau dua jam lalu pergi ke pasar barang-barang seken. Kadang dibelinya sepatu atau baju-baju bekas impor dari pasar itu dan sorenya digelarnya barang-barang tersebut di trotoar jalan, menjadi pedagang kaki lima liar.  Meski pedagang liar namun tak urung secara rutin oknum Pol PP datang mengutip uang keamanan dan kebersihan untuk tempat lokasinya berdagang.

Penghasilannya tidak seberapa, dari hasil berdagang sayur-mayur di pagi hari penghasilan bersihnya rata-rata hanya Rp. 50.000 perhari, itu pun banyak pelanggannya yang berhutang dan membayarnya di akhir bulan. Hasil dari berdagang barang-barang seken setiap bulannya dia mendapat untung sekitar satu setengah kali lipat modalnya. Seluruh penghasilannya itu hanya pas-pasan menutupi seluruh biaya yang harus dikeluarkannya setiap bulan: untuk makan sehari-hari, bayar sewa rumah, dan membayar biaya sekolah untuk kedua orang anaknya yang tengah duduk di bangku SMA.

Suatu sore ketika tengah menggelar dagangannya di trotoar jalan, datanglah seorang temannya satu kampung dari Tegal yang sama-sama merantau sejak puluhan tahun yang lalu. “Tarjo, ayo nanti malam kita ikut datang ke Restoran Rica Rica, ada undangan makan-makan dari seorang calon wali kota untuk seluruh pedagang kecil di kota ini” ujar Nano penuh semangat.

“Ayo…siapa tahu kalau nanti dia menang nasib kita menjadi lebih baik.” jawab Tarjo, tak kalah semangatnya.  Malam itu mereka menutup dagangannya lebih cepat dari biasanya.  Selepas Azan Isya mereka telah berkemas-kemas pulang, akan menghadiri undangan makan-makan dari seorang calon wali kota.

Para pedagang kecil itu kompak mendukung si calon wali kota yang telah mengundang mereka makan-makan dan berjanji akan memperhatikan nasib pedagang kecil seperti mereka. “Wong Cilik harus diperhatikan. Kalau saya berhasil terpilih nanti, saya akan bangun kios-kios untuk pedagang kecil dengan harga yang mudah dijangkau oleh bapak-bapak sekalian.” ujar si calon wali kota itu, berapi-api dihadapan ribuan para pedagang kecil itu.  Mereka bertepuk tangan dan menyatakan kegembiraan atas niat baik si calon wali kota.

Dengan bersemangat mereka memberi tahu anak istrinya, teman-temannya sesama pedagang kecil, mengajak siapa saja yang bisa mereka ajak agar memilih si calon yang mereka dukung. Dua bulan kemudian si calon itu dinyatakan berhasil memenangkan kursi Wali Kota. Bergembiralah para pedagang kecil yang telah bersusah payah menggalang dukungan untuk kemenangan calonnya.  

Setahun berlalu para pedagang kecil tetap pada nasibnya. Mereka mulai menagih janji kepada Wali Kota atas janji-janjinya masa kampanye dulu.  Suara-suara mereka terlupakan, Sang wali kota selalu menghindar, tidak bersedia menemui mereka secara langsung. Akhirnya para pedagang itu mulai marah, mereka berdemo sambil membakar ban-ban bekas, menuntut janji-janji yang dulu pernah mereka terima.

“Asem!..sudah kepilih jadi lupa!” teriak salah seorang dari mereka. “Kami wong cilik jangan seing-sering dibohongi! Kami juga manusia bos!” ujar yang lainnya.

“Modal belum kembali, janji-janji jadi terlupakan! Pedagang Politik!” sahut yang lainnya.“Janji pedagang kursi kekuasaan! Kapan kau penuhi janji-janjimu dengan kami para pedagang kecil!?” . “Pak Wali Kota, mana janji-janjimu!?”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun