di manakah jejak angin yang ramai bergaduh semalam
sementara kabut mengepung di udara pagi yang senyap
jelaga hitam berjatuhan dari langit seperti hujan tangis
pada keluh kesahnya burung-burung terpaksa sembunyi
Â
bukit-bukit berjejer menghamparkan permadani hijau
pada kaki langit yang jauh kulihat bayangan biru pekat
dedaun kuning berjatuhan tanpa sentuhan tangan angin
hawa kematian melingkupi langit kemarau yang panjang
Â
kudengar suara, nyanyian burung-burung di sela dedahan
di paruhnya mentari memerah dari timur hingga ke barat
pada ilalang layu yang kering dan kuning kubaca isyarat
dalam dasar sungai yang mengering ikan dan udang sekarat
Â
pada bumi menghampar, penuh dengan kalam yang tersirat
tahanlah tanganmu jangan berbuat kerusakan di muka bumi
semut-semut berbaris menuju ke sarangnya sambil bertasbih
pada awan angin dan hutan serta lautan kita berharap hujan
Â
lihatlah asap yang mengepung, kelangkaan air yang menyiksa
dengarkan tangisan belalang meratapi dedaun tertunduk layu
pada suara dengus hewan korban yang sekarat di ujung pisau
pada darahnya yang mengalir, tertulis lafaz keagungan-Nya!
Â
Batam, 2015
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H