“Aku ingin bebas seperti burung-burung yang terbang
tiada sungai atau bukit yang dapat menjadi penghalangku “
ujar anak itu kepada kakeknya. Lelaki tua itu tersenyum
“Pernah kah kau lihat burung-burung terbang di senja hari?”
tanyanya. “Pernah kek” jawab si cucu. “ Terbang ke mana
burung-burung itu?” tanya si kakek.
“Pulang ke sarang”ujar si anak. “Senja itu adalah batas
kebebasan terbangmu. Burung-burung itu terbangnya bebas
tapi terbatas, cucuku” ujar si kakek.
“Aku ingin bebas seperti angin, kemana saja ia bisa pergi
tiada musim yang dapat menghalanginya, tiada gelap malam
atau terang matahari yang dapat melelahkannya” ujar si cucu.
“Pernah engkau melihat angin berputar arah di suatu tempat?”
tanya si kakek. “Pernah” jawab si cucu. “ Kenapa ia berputar?”
tanya si kakek.“Karena terhalang bukit, karena ada angin
lain yang datangnya berlawanan arah” jawab si cucu.
“Angin juga tidak bebas cucuku, ada dinding tembok, bukit,
atau gunung yang dapat menghalanginya. Ada juga angin lain
yang sama bebasnya sehingga keduanya saling berbenturan.
Dan itulah batas-batas kebebasan anginmu.”ujar si kakek.
“Jadi apa yang betul-betul bebas tak berbatas, kek?” tanyanya.
“Tidak ada. Tidak ada kebebasan yang tak terbatas di bawah
kolong langit ini. Semuanya punya kerbatasan, dan sang waktu
adalah pembatas yang tak tertembus oleh apa pun!” jelas si kakek.
Btm2015
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H