Kasus kekerasan seksual mengalami peningkatan setiap tahunnya. Tidak hanya terjadi pada orang dewasa, kekerasan seksual sudah merambah ke remaja, anak- anak bahkan balita. Peningkatan tersebut tidak hanya dari segi kuantitas atau jumlah  kasus  yang  terjadi, tetapi dari sadisnya kasus yang terjadi.
Yang lebih tragis ialah pelakunya kebanyakan dari lingkungan keluarga atau lingkungan sekitar anak itu berada, antara lain di dalam rumahnya sendiri, lembaga pendidikan, dan lingkungan sosial anak.
Kemampuan pelaku menguasai korban, baik dengan tipu daya maupun ancaman dan kekerasan, menyebabkan kejahatan ini sulit dihindari.  Namun sayangnya seluruh kasus kekerasan seksual  anak  baru terungkap setelah peristiwa itu terjadi, dan tak sedikit yang berdampak fatal, bahkan kematian.
Penyebab Kekerasan Seksual Anak
Mengapa anak-anak sering menjadi korban pelecehan seksual? Pertama, Para pelaku melihat anak-anak sebagai manusia yang lemah, yang bisa dijadikan pemuas nasfsu seksual. Mereka tidak perlu dibayar mahal, cukup dengan ancaman atau bujukan. Kelemahan ini dimanfaatkan sungguh oleh pelaku, tanpa berpikir panjang akan dampak perbuatannya kepada korban.
Kedua, para pelaku kekerasan seksual umumnya berpandangan bahwa anak-anak tidak memiliki penyekit kelamin. Berhubungan seksual dengan anak-anak bisa mengakitatkan awet mudah dan menimbulkan kepuasan tersendiri yang tidak mereka peroleh ketika berhubungan dengan orang dewasa.
Ketiga, orang tua kadang kala memandang perempuan sebagai aset yang mendatangkan keuntungan, sehingga orang tua kadang kala membiarkan anaknya mencari sendiri pasangan hidupnya atau memperkenalkannya pada seorang lelaki. Dalam tahap ini, kesadaran akan pentingnya menjaga anak, agar terhindar dari kekerasan seksual.
Orang tua mestinya selalu mengingatkan anak-anak akan pentingnya merawat diri dan menjaga diri dari godaan-kodaan yang membahayakan dirinya. Selain itu orang tua juga mengajak anak untuk terbuka apabila mereka mengalami persoalan dengan dirinya.
 Sikap terbuka menjadi awal yang baik untuk anak bisa mengungkapkan semua yang dialaminya tanpa takut dan malu. Hal itu diajarkan waktu di rumah.
Keempat, keluarga broken home. Anak-anak yang hidup dalam keluarga yang broken home sering menjadi korban kekerasan seksual. Anak-anak ini mencari kehangatan keluarga, baik ayah maupun ibu pada orang lain. Tidak sedikit orang yang memanfaatkan situasi itu untuk melakukan kekerasan seksual anak.
Kelima, lingkungan yang tidak kondusif. Lingkungan yang tidak kondusif sering menjadi alasan banyaknya terjadi kekerasan seksual anak. Lingkungan tidak kondusif yang dimaksud ialah soal keterlibatan masyarakat untuk mencegah kekerasan seksual anak.
Kebiasaan seperti minum-minuman keras, berjudi, atau tawuran, kasus ini mengalami peningkatan yang tajam. Dalam lingkungan seperti ini, peran masyarakat sebagai pengontrol anak sering tidak efektif sebab masyarakat cenderung sibuk dengan diri mereka sendiri dan keluarganya tanpa memperdulikan orang lain yang keluarganya tidak lengkap atau anak-anak yang tidak mendapat bimbingan yang baik dan benar.
Waspada Kekerasan Seksual Anak
Kekerasan seksual anak adalah masalah yang serius. Semua orang hendaknya bekerja sama untuk menanggulangi kasus ini. Beberapa saran yang ingin saya tawarkan kepada orang tua, masyarakat, dan tokoh-tokoh agama.
Pertama, tanggung jawab merawat martabat manusia adalah tanggung jawab semua orang. Dalam menjalankan tanggungjawab ini sangat penting untuk bekerja sama. Orang tua harus bisa bekerja sama dengan pemerintah, dalam hal pelaporan terhadap kasus pelecehan. Karena takut dan malu, orang tua sering kali mendiami kekerasan yang menimpah anak mereka.
Kedua, orang tua harus mengajak anak untuk terbuka. Sebisa mungkin anak-anak diajarkan untuk menceritakan semua pengalaman mereka. Dengan memiliki sikap terbuka, berbagai kasus kekerasan seksual yang menimpah anak-anak bisa dicegah atau pelakunya mendapat hukuman.
Ketiga, pemerintah harus memberi penyuluhan kepada masyarakat. Masyarakat yang cenderung malu untuk mengungkapka kasus pelecehan, harus diberi penyuluhan agar mereka melawan rasa malu. Banyak terjadi bahwa kasus pelecehan diselesaikan secara kekeluargaan. Sejauh ini, cara ini belum maksimal, mengingat kasus itu terus meningkat.
Keempat, kepada tokoh agama. Tokoh agama harus berani menegur masyarakatnya yang memiliki kecenderungan yang demikian. Sebelum meneguur, tokoh agama harus menjadi teladan kesucian hidup agar umat bertobat dan kembali pada jalan yang benar. Dengan menegur umat, diharapkan kekerasan anak berkurang dan berhenti.
 Sumber rujukan
- Hudiono, Esthi Susanti. Perlindungan Anak Dari Eksploitasi Seksual. Yogyakarta: Aswaja Pressindo, 2014.
- Huraera, Abu. Kekerasan Terhadap Anak. Bandung: Nuansa Cendekia, 2013.
- Teresa, Merry. Agung Wahyudianto (ed.). Geliat Membela Martabat Perempuan. Malang: Widya Sasana Publications, 2006.
- Yohenes Paulus II, Evangelium Vitae (Injil Kehidupan), Jakarta DokPen KWI, 1996.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H