Pesta penti merupakan salah satu dari sekian banyak perayaan adat orang Manggarai, NTT. Penti merupakan pesta syukur kepada Tuhan atas hasil panen. Konteksnya adalah bersyukur atas segala rejeki yang telah diterima dari Mori Jari Dedek (Tuhan Pencipta).
P.J. Verheijen SVD, menyebut penti sebagai pesta tahun baru orang Manggarai. Konsep ini diamini  bersumber dari bahasa Manggarai yang berbentuk syukur dari masyarakat desa kepada Tuhan dan para leluhur karena telah berganti tahun, telah melewati musim kerja yang lama dan menyongsong musim kerja yang baru.
Lazimnya, pesta penti ini dirayakan bersama-sama oleh seluruh warga desa (weki pa'ang olo-ngaung musi, wan koe-etan tu'a). Pesta ini dirayakan setiap tahun pada permulaan musim tanam atau sesudah memetik hasil kebun. Karena itu sering dirayakan antara bulan juni sampai september.
Sebagaimana halnya upacara-upacara adat Manggarai yang lain, pesta penti memiliki norma yang mengatur hubungan antara Sang Pencipta (jari agu dedek) dengan ciptaannya. Selain itu tentu juga memiliki norma yang mengatur hubungan antara sesama manusia dan antara manusia dengan lingkungan hidupnya.
Dimensi-dimensi dalam Pesta PentiÂ
Dimensi Vertikal
Fokus perhatian pada dimensi ini adalah orang Manggarai bersyukur kepada Tuhan (Mori Keraeng) dan para leluhur (empo). Tuhan Pencipta dan Pembentuk (Mori Jari agu Dedek) dalam terang pemikiran ini haruslah disembah dan dimuliakan. Orang Manggarai percaya dan mengamini bahwa Yang Tinggi itu adalah penguasa alam semesta yang mengatur peredaran waktu dan musim (terkonsep dalam istilah Parn Awo, Kolepn Sale; Ulun Le, Wain Lau; Tanan Wa, Awangn Eta.
Yang ditekankan dalam hal ini adalah adanya penghormatan terhadap Tuhan sebagai sumber hidup dan penghidupan manusia. Orang Manggarai mengakui kemahakuasaan Tuhan. Tidak lupa pula bersyukur kepada para leluhur (empo) yang telah mewariskan tanah (lingko), memberi persembahan yang pantas bagi mereka atas segala jasa dan kebaikannya.
Dimensi Horizontal
Dimensi horizontal menampakkan unsur relasional dengan sesama dan alam. Hal yang ditampilkan adalah memperkokoh persatuan dan kesatuan wa'u (klen), panga (sub-klen), ase-ka'e (adik-kakak), anak rona (pemberi istri) dan anak wina (penerima istri). Selain itu dengan merayakan penti secara tak langsung memperkuat keberadaaan gendang dan lingko. Hal ini selaras dengan pribahasa atau ungkapan (go'et) Manggarai: gendang one-lingko pe'ang.
Di sini nampaknya pula usaha untuk memperteguh hak ulayat yang dipegang oleh para tetua adat lingko-lingko yang memiliki dan digarap. Turut pula memperkuat kepemilikian tanah oleh warga yang menerima bagian dalam lingko-lingko tersebut (ata sor moso one lingko situ) baik mereka yang berada dalam desa tersebut maupun mereka yang berdomisili di tempat lain (iset long one tanah datas).