Rene Descartes pernah mengatakan Cogito ergo sum, saya berpikir maka saya ada. Ketika orang berpikir pasti ia bertanya. Di sanalah kesadaran muncul. Menerima begitu saja sesuatu adalah sebuah hidup yang tanpa melihat dan menanyakan banyak hal.
Sesungguhnya pengetahuan dan kebijaksanaan lahir dari pertanyaan. Ketika orang bertanya tentang hidup tidak berarti menguarangi nilai kehidupan yang ia hidupi, malah menambah sebuah semangat baru terhadap nilai kehidupan itu sendiri. Pertanyaan memunculkan berbagai jawaban.
Bertanya adalah sebuah aktivitas. Aktivitas yang bisa dilakukan setiap hari. Bertanya apa saja yang penting bisa dijangkau oleh pikiran. Bahkan pertanyaan yang mungkin tak bisa dijawab sekalipun. Orang yang bertanya akan selalu menyadari kehidupan.
Kesadaran bagi Descartes ialah ketika orang berpikir. Ketidaksadaran dengan demikian terjadi saat orang tidak bertanya dan menerima begitu saja sebuah realitas. Bertanya melahirkan segudang kebingungan dan kekaguman.
Ketika orang bertanya, ia sedang membawa realitas ke dalam pemikirannya. Hasil dari pertanyaan itu kadang bisa dijawab dan orang puas dan kadang pula tak bisa dijawab. Orang dibawa pada sebuah pengalaman kebingungan dan keterbatasan.
Begitu banyak pertanyaan yang tidak bisa dijawab. Pertanyaan itulah yang terus menghantui pemikran seseorang. Maka ketika orang selalu berada dalam keadaan menanyakan sesuatu berarti orang sedang menyadari kehidupan ini.
Objek dari pertanyaan adalah kebenaran. Orang yang bertanya ingin mengetahui kebenaran. Kebenaran itu selalu diburu dan dicari. Ketika kebenaran itu bisa dijawab, orang pun merasa puas karena bisa menemukan jawaban dari pertanyaan dari yang ditemukan.
Pertanyaan itu melahirkan pengetahuan. Pengetahuan itulah yang akan menghasilkan berbagai jenis buku. Lautan buku di pertiwi ini muncul karena faktor bertanya. Kapan pengetahuan itu mati? Jawabannya pada saat orang berhenti bertanya. Ketika orang berhenti bertanya berarti pengetahuan mati.
Maka salah satu faktor penyebab terjadi pengetahuan adalah bertanya. Kalau orang Indonesia mau menghasilkan banyak buku, maka pertama-tama yang dilakukan adalah bertanya. Bertanya apa saja baik itu yang buruk maupun yang baik.
Pertanyaan tidak selalu saat pelajaran atau kuliah. Segala sesuatu menjadi tempat orang bertanya. Ketika orang tidak bertanya pun menjadi sebuah kesempatan bertanya, kenapa aku tidak menanyakan sesuatu?
Di mana saja orang bisa bertanya. Karena waktu bertanya adalah satu hari penuh, satu kali dua puluh empat jam. Bahkan ketika orang tidak tidur pun bisa bertanya, kenapa tidak bisa tidur.
Bertanya mengandaikan ada objeknya. Lalu bagaimana orang bisa menciptakan sebuah buku? Buku itu lahir dari sebuah pertanyaan. Buku itu kadang berisi pertanyaan, kadang pula jawaban atas pertanyaan yang masih diragukan. Atau meragukan sebuah kenyataan yang sudah diterima oleh banyak orang.
Orang bisa pula meragukan pengetahuan yang diakui oleh publik dengan mengajukan pertanyaan, benarkah? Atau bisa juga orang bisa mencari cela di balik sebuah kenyataan riil.
Pertanyaan sesungguhnya tidak perlu pertanyaan berat, tetapi pertanyaan yang berangkat dari kehidupan. Pertanyaan itu adalah sebuah fondasi untuk mengawali sebuah ziarah pengetahuan.
Ziarah pengetahuan tidak terlepas dari bertanya. Kalau Jokowi mengatakan kerja, kerja dan kerja. Maka saatnya kita berteriak untuk "bertanya, bertanya dan bertanya".
Pertanyaan itu sejak kapan? Pertanyaan itu sesungguhnya mulai dari kecil. Ketika kita berumur empat atau lima tahun, kita memiliki segudang pertanyaan. Pertanyaan itu membantu kita mengenal dunia. Pertanyaan adalah pintu masuk membuka rahasia pengetahuan. Kalau kita tidak memakai kunci bagaimana kita masuk.
Orang bertanya untuk apa? Tentu ingin mengetahui kebenaran. Karena setiap orang berusaha memegang kebenaran. Kebenaran itu adalah objek dari pertanyaan.Â
Sesungguhnya pengetahuan menjadikan sebuah pertanyaan adalah kunci itu sendiri. Bertanya tidak pernah merupakan sebuah kekosongan. Pertanyaan kadang tak bisa dijawab, tetapi keberanian untuk bertanya sesungguhnya sebuah pengetahuan dasar.
Ada begitu banyak pertanyaan yang tak bisa dijawab. Tetapi jawaban bukan berarti mengurangi nilai dari bertanya. Sesungguh kesadaran itu berawal dari bertanya. Orang yang bertanya menganggap apa yang dikatakan orang sebagai sebuah 'keraguan dan kesalahan'.
Keraguan itu memunculkan berbagai pertanyaan. Orang yang suka bertanya pasti melihat segala sesuatu dari sebuah kekaguman ingin mengetahui.
Arstoteles dalam buku Metafisika pernah berujar, by nature, all peopel want to know (secara kodrat setiap orang ingin mengetahui). Keinginan itu terus bertumbuh dalam dirinya. Orang merasa tidak puas kalau pengetahuannya sempit dan terbatas. Keinginan itu bertumbuh kuat dalam diri.
Maka keinginan itu harus diperjuangkan dengan mengajukan pertanyaan. Pertanyaan tidak selalu harus bertanya sesuatu yang sulit. Bertanyalah dari apa yang ada setiap hari. Kadang, orang melihat bahwa sesuatu itu hebat kalau bertanya sesuatu yang sulit. Pertanyaan sederhana tidak berarti tidak berbobot. Dan pertanyaan sulit tidak selamanya berbobot.
Lalu, kenapa orang itu sulit menulis? Karena pertama-tama ia terlalu berpikir rumit dan berkeinginan menghasilkan sebuah maha karya luar biasa. Maka, tak jarang pertanyaan yang diajukan sesuatu yang mengawang dan tidak mendarat atau membumi. Atau orang tidak bertanya sama sekali.
Ini juga akan menghambat kegiatan menulis. Lalu menulis biasanya diawali dengan bertanya. Kenapa sesuatu itu demikian? Pertanyaan itulah yang menjadi pemicu pengembangan tulisan. Orang yang berhenti pada menerima apa saja dan tidak pernah bertanya akan mengalami sebuah kehidupan yang statis.
Bertanya selalu mengaitkan sebuah masalah. Tidak pernah ada pertanyaan tanpa ada (sesuatu). Dan tidak pernah ada ada (sesuatu) tanpa bertanya. Keduanya saling kait mengait. Kalau yang satu tidak ada, maka kemungkinan yang lain juga tidak ada. Maka keduanya bisa berjalan bersamaan.
Orang yang bertanya berangkat dari sesuatu yang ada. Sesuatu yang ada itu juga menjadi penyebab orang bertanya.
Bertanyalah untuk terus bertanya. Bertanya tidak pernah berakhir. Kalau bertanya sudah menjadi akhir, maka seratu persen keyakinanku bahwa pengetahuan berhenti di situ.
Galileo Galilei dulu tidak berhenti menerima begitu saja pandangan yang mengatakan bahwa bumi adalah pusat tata surya. Keraguannya memunculkan berbagai pertanyaan, benarkah? Pertanyaan bertubi pertanyaan muncul, maka dia menghasilkan pengetahuan baru. Ia pun berhasil karena terus bertanya.
Ada banyak orang terkenal di dunia tulis-menulis hanya karena keseringan bertanya. Orang yang bertanya melihat banyak kemungkinan lain dari satu objek, sedangkan orang yang menerima begitu saja sebuah persoalan tanpa bertanya lebih lanjut kemungkinan besar pengetahuan itu sedikit.
Tidak sama sekali beranggapan pesimis dengan orang yang tidak bertanya, tetapi hanya mau memberikan sebuah nilai guna dari pertanyaan. Bertanya tidak selamanya juga mudah. Karena pertanyaan itu akan menjaring otak manusia untuk selalu berpikir.
Lalu, apa hubungannya dengan lautan buku di Indonesia? Buku itu merupakan sebuah representasi dari pertanyaan. Buku mana yang muncul sendirinya tanpa ada sebuah pertanyaan sebelumnya.
Kalau mau menghasilkan banyak buku tidak perlu memusingkan diri dengan berbagai hal. Orang cukup bertanya tentang apa yang ada setiap hari. Pertanyaan itu perlu ditulis. Lalu mencoba melihat gandengannya dengan kehidupan. Kalau perlu mencari jawabannya.
Jawaban yang tepat adalah ketika orang bertanya terus. Bertanya di atas jawaban yang sudah ditemukan. Itulah yang membuat pengetahuan itu berkembang. Kalau pengetahuan itu diterima tanpa harus dibuktikan dan ditanyakan ulang, maka pengetahuan itu mati.
Di mana saja orang bisa bertanya? Sesungguhnya tempatnya di mana saja. Jadikan dunia hidup sehari-hari adalah sekolah. Ketika orang memisahkan ruang bertanya dan kehidupan sehari-hari sesungguhnya ia menguburkan pengetahuan. Bertanyalah di mana saja.
Cobalah melihat segala sesuatu sebagai sebuah buku. Realitas adalah buku yang terbuka lebar untuk belajar. Belajar paling mudah dari kehidupan setiap hari. Orang lantas menuangkan banyak pertanyaan kendati pun jawabannya tidak ditemukan.
Pertanyaan yang baik adalah pertanyaan yang meragukan kebenaran lama. Kalau orang mengatakan suara rakyat adalah suara Tuhan. Lantas, kita mengatakan, benarkah demikian? Atau bukankah ada suara rakyat berasal dari setan. Maka berusaha bertanya terus terhadap pengetahuan yang sudah dimiliki.
Dengan demikian orang sungguh mendapat buah dari apa yang ia cari. Sehingga banyak buku yang ditulis. Bertanya tidak membuat kita rugi, justru sebaliknya bertanya membuat kita mendapat banyak hal untuk direfleksikan dan dituliskan.
Ketika orang bertanya cobalah untuk menulisnya dan berusaha merangkai dengan kata yang dimiliki. Dengan demikian ia menghasilkan banyak buku. Buku itu adalah sebuah karya dari pertanyaan yang telah lama diajukan. Bertanyalah selagi anda masih diberi waktu untuk bertanya. Karena hidup itu adalah sebuah kesempatan untuk bertanya tentang hidup itu sendiri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H