Mohon tunggu...
Healthy

Hemophilia, "The Royal Disease"

24 November 2017   16:35 Diperbarui: 24 November 2017   17:06 1734
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kesehatan merupakan sesuatu yang amat penting dalam kehidupan manusia. Dalam mencapai kondisi tubuh yang sehat secara fisik, sistem imun berperan penting dalam menangkal semua penyakit yang menyerang tubuh kita. Sesuai dengan judul diatas, maka tema yang penulis angkat kali ini akan membahas mengenai penyakit pada sistem sirkulasi darah dalam tubuh manusia, yakni hemofilia.

Apa itu hemofilia? "Hemofilia" berasal dari bahasa Yunani kuno, yakni ("Haima"=darah, "Philia"=suka,cinta). Hemofilia adalah penyakit kelainan genetik pada darah akibat kurangnya faktor pembekuan darah. Akibat yang ditimbulkan adalah darah tidak dapat menggumpal secara normal, sehingga luka tidak dapat ditutup secara sempurna. 

Hal ini menyebabkan pendarahan yang berlebihan. Sedikitnya diketahui terdapat 13 jenis faktor pembekuan darah. Dalam proses penutupan luka faktor pembekuan darah tersebut bekerja sama dengan platelet (trombosit) untuk membantu proses terjadinya penggumpalan. Sejauh yang kita ketahaui terdapat tiga jenis hemofilia, yakni hemofilia A, hemofilia B, dan hemofilia 


Hemofilia A timbul jika ada kelainan pada gen yang menyebabkan kurangnya faktor pembekuan darah VIII (FVII). Pada hemofilia B disebabkan akibat kurangnya faktor pembekuan IX (FIX). Sedangkan pada hemofilia C disebabkan akibat kurangnya faktor pembekuan XI (FXI). Baik hemofilia A,B, dan C tidak dapat dibedakan karena mempunyai tampilan klinis yang mirip dan pola pewarisan gen yang serupa.

Berbicara mengenai hemofilia, ada baiknya kita mengenal lebih jauh mengenai konsep dasar terjadinya proses koagulasi / pembekuan darah dalam tubuh kita. Sebelumnya kita telah sedikit menyinggung mengenai platelet. Lalu apa itu platelet dan hubungannya dalam proses pembekuan darah?

Platelet atau yang lebih kita kenal sebagai trombosit atau keping darah merupakan fragmen-fragmen sitoplasma yang terlepas dari sel-sel sumsun tulang. Platelet berdiameter sekitar 2-3 m dan tidak memiliki inti sel (nukleus). 

Platelet memiliki fungsi struktural maupun molekuler dalam penggumpalan darah. Ketika sesorang teriris atau tergores sesekali tidak membahayakan nyawa kita karena komponen-komponen darah menyegel pembuluh-pembuluh darah yang rusak. 

Suatu celah dalam dinding pembuluh darah akan memaparkan protein-protein yang menarik platelet dan memicu koagulasi (penggumpalan), yaitu konversi komponen-komponen darah yang cair menjadi gumpalan yang padat.

Lalu bagaimana mekanisme pembekuan darah berlangsung? Darah biasanya tetap dalam keadaan cair saat berada di dalam pembuluh darah. Namun ketika meninggalkan pembuluh darah, maka sel-sel darah akan menebal dan membentuk gel (koagulasi). Pembekuan darah  adalah proses dimana (cairan) darah ditransformasikan menjadi keadaan padat.

Mekanisme pembekuan darah adalah proses kompleks yang melibatkan banyak faktor pembekuan (termasuk ion kalsium, enzim, trombosit) yang saling mengaktivasi.

Setelah terjadi kerusakan pada pembuluh darah, maka pembuluh darah akan mengalami penyempitan untuk mengurangi sejumlah darah yang hilang. Ketika terjadi luka, maka trombosit akan pecah dan menempel pada daerah yang rusak serta membentuk enzim trombokinase. Tubuh kemudian mengaktifkan sejumlah zat dalam darah dan jaringan. 

Zat ini disebut faktor pembekuan atau faktor penggumpalan darah. Kebanyakan dari mereka dibuat di hati. Hati membutuhkan vitamin K untuk membuat beberapa faktor pembekuan ini.

Kemudian pada tahap selanjutnya dengan bantuan ion Ca2+dan vitamin K protrombin diubah menjadi enzim trombin. Protrombinase (terbentuk pada tahap 1) mengubah protrombin, yang merupakan protein plasma yang terbentuk di hati, menjadi enzim trombin. Dan pada tahap terakhir fibrinogen diubah menjadi fibrin. Pada gilirannya, trombin mengubah fibrinogen (yang juga merupakan protein plasma yang disintesis di hati) menjadi benang-benang fibrin, kemudian luka tertutup.

Seseorang yang menderita hemofilia dapat mengalami pendarahan secara spontan maupun internal dan seringkali memiliki persendian yang menyakitkan, sehingga memunculkan bengkak akibat pendarahan pada persendian.

Jumlah faktor pembekuan yang rendah atau tidak adanya faktor pembekuan darah tersebut menyebabkan pendarahan yang berkelanjutan. Seseorang yang terlahir dengan penyakit hemofilia disebabkan oleh gen yang menentukan bagaimana tubuh membentuk faktor pembekuan darah VIII atau IX. Gen ini terletak pada kromosom X. Untuk lebih memahami bagaimana hemofilia diwariskan, penting halnya untuk belajar mengenai kromosom.

Apa itu kromosom? kromosom adalah blok DNA (deoxyribonucleic acid). Kromosom mengandung petunjuk yang sangat rinci dan spesifik yang menentukan bagaimana sel dalam tubuh bayi berkembang termasuk, misalnya, warna rambut dan mata, serta menetukan jenis kelamin bayi, yakni laki-laki atau perempuan. 

Pada manusia terdapat 23 pasang kromosom, termasuk pasangan kromosom seks. Terdapat dua jenis kromosom seks yakni, kromosom X dan kromosom Y. Semua manusia memiliki sepasang kromosom seks yakni, pria memiliki pasangan kromosom X + Y, sedangkan wanita memiliki pasangan kromosom X + X (wanita tidak memiliki kromosom Y). 

Lalu kromosom apa yang kita warisi dari orang tua kita? Seorang pria mewarisi satu kromosom X dari ibunya, dan satu kromosom Y dari ayahnya. Sedangkan seorang wanita mewarisi satu kromosom X dari ibunya, dan satu kromosom X dari ayahnya.

Lalu bagaimana kita bisa menghitung resiko hemofilia pada keturunan? Wanita berkromosom X + Xfaulty adalah pembawa (carrier), namun tidak menderita hemofilia. Kromosom X yang "baik" memungkinkan produksi faktor pembekuan yang cukup untuk mencegah terjadinya pendarahan yang bersifat serius. 

Sedangkan pria berkromosom Xfaulty + Y akan menderita hemofilia. Jika ayah menderita hemofilia dan ibu tidak memiliki gen yang salah (bukan pembawa) atau kromosom ayah (Xfaulty + Y) dan Ibu (X + X), maka tidak ada risiko pewarisan hemofilia pada anak laki-laki mereka, karena anak laki-laki akan mewarisi kromosom X dari ibu mereka, bukan ayah (mereka hanya mewarisi kromosom Y sang ayah, yang tidak memiliki gen yang salah). Namun semua anak perempuan akan menjadi pembawa tapi tidak akan menderita hemofilia meskipun mereka akan mewarisi kromosom X ayah yang tidak memiliki gen yang salah, biasanya memungkinkan produksi faktor pembekuan yang cukup untuk mencegah masalah perdarahan yang serius.

Jika ayah tidak menderita hemofilia dan ibu memiliki gen yang salah atau kromosom ayah (X + Y) dan ibu (Xfaulty + X). Maka terdapat kemungkinan 50% bahwa anak laki-laki akan menderita hemofilia, karena ada risiko 50% bahwa anak laki-laki akan mewarisi kromosom X ibunya, ditambah kromosom Y ayahnya, maka dia akan menderita hemofilia. 

Namun terdapat kemungkinan 50% pula bahwa anak perempuan akan menjadi pembawa, (tapi tidak ada kemungkinan atau kesempatan menderita hemofilia), karena ada kemungkinan 50% dia akan mewarisi kromosom X yang salah dari ibunya, membuatnya menjadi pembawa. Ada kemungkinan 50% dia akan mewarisi kromosom X "baik" ibunya, yang berarti dia tidak akan menjadi pembawa (carrier).

Bisakah carrier menderita hemofilia? Karena pembawa (carrier) memiliki satu kromosom X normal yang menghasilkan faktor pembekuan VIII atau IX tertentu. Banyak pembawa memiliki tingkat pembekuan antara 30% dan 70% normal dan biasanya tidak mengalami pendarahan yang berlebihan. Namun, beberapa pembawa memiliki kurang dari 30% tingkat normal faktor VIII atau IX. 

Wanita-wanita ini dianggap sebagai penderita hemofilia ringan. Bagaimanapun kita harus memperhatikan tanda-tanda pendarahan yang tidak normal. Tanda-tanda ini meliputi perdarahan menstruasi yang berat dan berkepanjangan,dll.

Apakah harus selalu ada riwayat hemofilia dalam keluarga? Jawabannya adalah tidak. Diketahui sekitar satu dari tiga pasien penderita hemofilia tidak memiliki riwayat penyakit ini dalam keluarganya. Dari sinilah muncul sebuah spekulasi bahwa penyakit hemofilia pada kenyataannya tidak selalu diwariskan berdasarkan riwayat keluarga penderita. 

Terdapat beberapa penjelasan ketika anak laki-laki yang lahir dengan hemofilia, namun tidak ada riwayat penyakit hemofilia dalam keluarga tersebut. Hemofilia memang pada umunya diwariskan dalam keluarga, tapi tidak ada bukti karena tidak ada anak laki-laki penderita hemofilia yang lahir. Kemungkinan yang terjadi adalah bahwa mutasi genetik yang bertanggung jawab atas hemofilia yang terjadi pada ibu pada saat pembuahan. Entah sel telur dari ibu atau sel sperma dari ayah yang mengalami mutasi.

Lalu bisakah hemofilia disembuhkan? Jawaban ini tergantung bagaimana pandangan kita mengenai kata disembuhkan itu sendiri. Jika pandangan kita bahwa disembuhkan berarti hemofilia tidak bersifat hereditas lagi, jawabannya adalah bahwa kondisinya bersifat genetik dan dengan demikian tanpa memprogram ulang DNA itu sendiri, tidak ada obatnya. Tapi jika sembuh berarti seseorang mulai memproduksi protein yang hilang dan karenanya tidak lagi mengalami pendarahan, maka hemofilia bisa disembuhkan.

Terdapat beberapa macam pengobatan yang sekiranya dapat menangani penyakit hemofilia, salah satunya adalah "Replacement Therapy".

The main treatment for hemophilia is called replacement therapy. Concentrates of clotting factor VIII (for hemophilia A) or clotting factor IX (for hemophilia B) are slowly dripped or injected into a vein. These infusions help replace the clotting factor that's missing or low. Clotting factor concentrates can be made from human blood. The blood is treated to prevent the spread of diseases, such as hepatitis. 

With the current methods of screening and treating donated blood, the risk of getting an infectious disease from human clotting factors is very small.(National Heart, Lung, and Blood Institute;2015)

Antibodies to the clotting factor. Antibodies can destroy the clotting factor before it has a chance to work. This is a very serious problem. It prevents the main treatment for hemophilia (replacement therapy) from working. .(National Heart, Lung, and Blood Institute;2015)

Meskipun ditemukan pengobatan hemofilia dengan cara "Replacement Therapy"ternyata masih belum sempurna dalam mengobati penyakit tersebut. Namun dalam penerapannya, terdapat kemungkinan bahwa faktor pembekuan tersebut ternyata menimbulkan masalah bagi tubuh. 

Ditemukan bahwa ternyata rekasi antibodi yang tidak cocok terhadap clotting factor,mengakibatkan antibodi menganggap faktor pembekuan tersebut sebagai antigen / benda asing, sehingga akan dihancurkan oleh sistem imun tubuh. Selain "Replacement Therapy", masih terdapat jenis pengobatan lainnya, yakni "Gene Therapy"

Faktor pembekuan darah ditemukan pada gen tertentu di setiap sel tubuh. Pada penderita hemofilia, gen pembentuk faktor pembekuan darah tersusun secara acak, sehingga tubuh tidak dapat menerjemahkannya dengan benar. Sehingga tubuh tidak bisa menghasilkan faktor pembekuan darah yang cukup.

Untuk menyembuhkan hemofilia, ilmuwan berharap bisa memperbaiki atau mengganti gen yang salah. Ini bisa berarti mengambil gen dengan arah yang benar untuk membuat faktor pembekuan dan memasukkannya ke dalam sel seorang penderita hemofilia, sehingga dapat memproduksi faktor pembekuan secara normal.

 (Clara Rodriguez Fernandez;2017) Unfortunately, a cure for hemophilia doesn't still seem feasible yet. "Gene therapy was never intended to be a cure, which would entail restoring close to 100% of Factor IX activity, and it's highly unlikely that we or others would get to that level. So we're trying to transition patients with severe hemophilia to a mild disease. For patients, this will mean getting rid of frequent infusions and significantly improving their quality of life.

Dari sini kita tahu bahwa ternyata hemofilia memang tidak dapat disembuhkan secara genetik. Hal ini disebabkan karena hemofilia merupakan penyakit yang bersifat herediter, dimana penyakit tersebut diwariskan secara turun-temurun dari satu individu ke individu lainnya. Oleh  karena itu maka berbagai macam terapi serta pengobatan yang ada belum dapat menjamin 100 %, bahwa penderita hemofilia dapat disembuhkan secara total. Namun beda halnya jika penyakit ini ditemukan pada binatang. 

Sebagai contoh seekor anjing terkenan penyakit hemofilia, berdasarkan beberapa percobaan ternyata anjing tersebut dapat disembuhkan dengan angka presentase keberhasilan 80 %. Namun lain halnya bila diterapkan pada manusia. Mengapa berbeda? Hal ini disebabkan karena manusia memiliki struktur yang lebih kompleks. Sehingga tentu saja penanganannyapun juga berbeda. Sehingga dapat disimpulkan bahwa ternyata berbagai macam bentuk terapi tersebut hanya dapat meningkatkan kualitas hidup penderita, belum pada tingkat menyembuhkan secara total.

Meskipun begitu penderita hemofilia masih dapat menjalani kehidupannya layaknya orang normal pada umumnya. Mereka hanya harus lebih memperhatikan pola hidup mereka mulai dari sekarang, serta mewaspadai berbagai kemungkinan terjadinya pendarahan. Semoga melalui artikel penulis kali ini, dapat lebih mengedukasi para pembaca serta dapat dijadikan wawasan baru mengenai penyakit kelainan pada darah. Penulis meminta maaf apabila dalam penulisan artikel ini, masih ditemukan banyak kekuarangan serta kesalahan dalam menyajikan informasi-informasi yang ada. 

Referensi: 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8 

Irnaningtyas.2017.BIOLOGI UNTUK SMA/MA KELAS XI.Erlangga,Jakarta.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun