Mohon tunggu...
Benedictus Adithia
Benedictus Adithia Mohon Tunggu... Mahasiswa - Kompasiana Youth Creator Batch 1 | Journalism Enthusiast

Ben mendefinisikan dirinya sebagai multiplatform storyteller, mencoba mengemas sebuah isu menjadi laporan mendalam berbasis jurnalistik menggunakan pendekatan informasi data sumber terbuka. Follow me on Instagram: @benedictus._

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Artikel Utama

Mengapa Atribut Kampanye Tak Lebih dari Sekadar Sampah Visual?

26 Januari 2024   20:07 Diperbarui: 28 Januari 2024   08:23 451
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kecelakaan yang menimpa pasutri di Flyover Kuningan (Tangkapan layar via IG @merekamjakarta)

Di tengah-tengah maraknya baliho yang melibatkan dana besar, kita harus mempertanyakan, apa yang sebenarnya ditawarkan oleh para politisi?

Sejauh pandangan saya, baliho dan spanduk hanya menampilkan foto caleg dengan slogan ala-ala yang nyaris tidak memberikan informasi substansial. 

Seakan-akan kampanye hanya sebatas wajah menarik dan kata-kata klise. Dalam pandangan saya, ini hanya strategi kosong yang tidak melibatkan pemilih dengan ide, visi, atau misi yang sebenarnya.

Keberadaan langsung caleg di tengah masyarakat, dialog yang terbuka, dan keterlibatan langsung dalam memecahkan masalah masyarakat jauh lebih berharga daripada sekadar memampang wajah di baliho. 

Epilog

Dari rentetan peristiwa yang mencakup kecelakaan tragis, dampak lingkungan, hingga ketidakefektifan atribut kampanye seperti baliho dan spanduk, tergambar dengan jelas bahwa penerapan atribut kampanye saat ini lebih cenderung memberikan dampak negatif. 

Keberlanjutan dari insiden-insiden ini memerlukan evaluasi menyeluruh, baik dari segi keselamatan publik, dampak lingkungan, maupun efektivitas alat peraga kampanye dalam mencapai tujuan politik.

Di samping itu, masyarakat perlu menjadi lebih cerdas dalam menentukan pilihan politiknya. Memilih pemimpin tidak boleh hanya berdasarkan visual dan slogan semata. 

Dalam menghadapi kompleksitas isu-isu politik, pemilih perlu memilih secara substansial dan esensial. Kualitas kepemimpinan dan kemampuan calon dalam merespons kebutuhan masyarakat harus menjadi pertimbangan utama, bukan sekadar popularitas visual atau janji klise kampanye.

Referensi:

  • Adri, A. I. a. H. A. (2024, January 22). Warga Celaka karena Atribut Kampanye. kompas.id. 
  • Amrurobbi, A. A. (2021). Problematika Sampah Visual Media Luar Ruang: Tinjauan Regulasi Kampanye Pemilu dan Pilkada. Jurnal Adhyasta Pemilu, 4(2), 66--78. 
  • Bawaslu (2023, June, 21) Minim regulasi pemilu ramah lingkungan, daur ulang sampah logistik pemilu perlu dipikirkan bersama. (n.d.). Badan Pengawas Pemilihan Umum Republik Indonesia. 
  • Janati, C. D. (2023, July 31). Kampanye lewat Baliho Masih Marak, Pengamat: Tak Efektif dan Cuma Jadi Sampah. Harianjogja.com. 
  • Zaki, M. F. (2024, January 20). Cerita Pasutri yang Kecelakaan akibat Tertimpa Bendera Partai di Flyover Kuningan. Tempo. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun