Kesadaran akan dampak yang terkait dengan praktik ini, bersama dengan upaya koordinasi yang erat antara pemerintah, organisasi non-pemerintah, dan masyarakat menjadi kunci dalam menciptakan solusi yang seimbang dan berkelanjutan.
Regulasi Terkait
Penegakan regulasi menjadi suatu aspek krusial di tengah kompleksitas isu peredaran daging anjing, terutama mengingat Indonesia sebagai negara hukum.Â
Sejumlah regulasi yang relevan dengan praktik ini dapat merujuk pada beberapa undang-undang, seperti:
- UU No 8/1999 tentang Perlindungan Konsumen, UU No 41/2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan,Â
- UU No 21/2019 tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan,Â
- UU No 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan,Â
- UU No 18/2012 tentang Pangan, serta PP No 95/2012 tentang Kesehatan Masyarakat Veteriner dan Kesejahteraan Hewan.
Dengan penerapan dan pelaksanaan yang tegas terhadap regulasi yang berlaku, diharapkan dapat menciptakan kendali yang lebih efektif terhadap larangan peredaran daging anjing.Â
Regulasi-regulasi ini mencakup berbagai aspek, mulai dari perlindungan konsumen, kesehatan hewan, karantina, pengelolaan lingkungan, hingga pemotongan hewan sesuai standar.Â
Penegakan yang konsisten terhadap kerangka regulasi ini akan memberikan dasar hukum yang kuat untuk mengendalikan dan mengatur praktik peredaran daging anjing secara menyeluruh. Penegakan regulasi menjadi salah satu langkah strategis dalam menanggulangi isu yang kompleks ini.
Risiko Kesehatan
Mengonsumsi daging anjing membawa dampak negatif yang serius terhadap kesehatan manusia, dengan risiko penyebaran penyakit zoonosis.
Dikutip dari laman Humane Society International (HSI), data menunjukkan bahwa setiap tahun, 30 juta anjing dibunuh untuk konsumsi manusia di seluruh Asia, termasuk 1 juta anjing di Indonesia.
1. Rabies
Risiko rabies tetap menjadi ancaman bahkan setelah daging anjing dimasak. Meskipun proses memasak dapat membunuh beberapa bakteri dan virus, rabies tetap dapat bertahan.Â
Menurut Health Side, mengonsumsi daging anjing dapat menyebarkan rabies kepada manusia, bahkan setelah daging tersebut dimasak.Â
Hal ini menciptakan risiko serius bagi konsumen, mengingat rabies merupakan penyakit fatal yang dapat ditularkan melalui gigitan atau terkena air liur hewan yang terinfeksi.