Akhirnya, setelah beberapa percakapan, kami sepakat untuk merencanakan ulang wawancara dan menyepakati waktu selang dua hari berikutnya, pukul 17.00 WIB.
Hari yang telah lama saya nantikan akhirnya tiba. Saya siap dengan pertanyaan-pertanyaan yang telah disusun dan siap menjalani wawancara dengan baik.Â
Saya bersemangat, dan tepat pada pukul 17.00 WIB, saya langsung menelepon narasumber sesuai dengan cara dan pengalaman sebelumnya.
Narasumber menjawab panggilan dengan suara pelan seperti berbisik, "Mas, saya masih di acara, nanti kita lanjut di jam 8 malam ya."Â
Saya merasa terkejut, sebab kami sudah menyepakati waktu wawancara pada pukul 17.00 WIB. Saya dengan hormat meminta maaf atas kebingungannya, menganggap bahwa narasumber memang memiliki kesibukan yang tak terduga.
Akhirnya, kami sepakat untuk melanjutkan wawancara pada pukul 20.00 WIB. Saya menunggu dengan sabar dan berharap bahwa waktu tersebut akan menjadi yang terakhir untuk perencanaan ulang.
Namun, ketika saya menelepon narasumber pada pukul 20.00 WIB, panggilan pertama tak diangkat, dan panggilan kedua pun masih belum membuahkan hasil.Â
Tepat di panggilan ketiga, narasumber akhirnya menjawab dengan suara yang terdengar berbeda, seolah-olah berada di dalam mobil.Â
Dugaan saya ternyata benar, narasumber masih dalam perjalanan. Dia menyampaikan permintaan maaf atas keterlambatannya dan kami sepakat untuk menunggu hingga dia sampai di rumah. Dia juga berjanji untuk menelepon balik.
Saya menunggu hingga pukul 21.00, kemudian hingga pukul 22.00, dan bahkan hingga batas waktu yang saya anggap maksimal, yaitu pukul 23.00.Â
Namun, narasumber tidak menghubungi saya. Saya selalu berusaha memahami dan menghormati apa yang sudah disepakati.Â