Mohon tunggu...
Benedictus Adithia
Benedictus Adithia Mohon Tunggu... Mahasiswa - Kompasiana Youth Creator Batch 1 | Journalism Enthusiast

Ben mendefinisikan dirinya sebagai multiplatform storyteller, mencoba mengemas sebuah isu menjadi laporan mendalam berbasis jurnalistik menggunakan pendekatan informasi data sumber terbuka. Follow me on Instagram: @benedictus._

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Fenomena Bunuh Diri di Kalangan Mahasiswa, Apa yang Bisa Dilakukan sebagai Rekan?

7 November 2023   17:58 Diperbarui: 8 November 2023   08:58 1633
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi depresi. (Pexels/Daniel Reche)

Note: Detail terkait peristiwa sengaja tak saya sajikan secara utuh untuk menghindari ketidaknyamanan dan mengungkapkan cara dalam melakukan tindakan serupa.

Sebelum saya mengulas lebih dalam, penting untuk saya ingatkan bila kalian merasakan gejala depresi dengan kecenderungan berpikir untuk bunuh diri, segera konsultasikan permasalahan kalian ke pihak-pihak yang dapat membantu, seperti psikolog, psikiater, atau klinik kesehatan mental terdekat.

Maraknya Bunuh Diri di Kalangan Mahasiswa

Maraknya kasus bunuh diri di kalangan mahasiswa adalah sebuah permasalahan serius yang membutuhkan perhatian bersama. 

Kita tidak boleh menganggap enteng atau mengabaikan dampak dari tekanan-tekanan yang dihadapi mahasiswa dalam lingkungan perkuliahan. 

Kejadian-kejadian tragis seperti yang terjadi di beberapa wilayah di Indonesia harus menjadi peringatan bagi kita semua, bahwa kita juga perlu bertindak untuk mencegahnya.

Dari data-data yang diambil dari berbagai sumber berita, peristiwa pertama terjadi di sebuah universitas ternama di Yogyakarta pada Senin, 2 Oktober 2023. 

Seorang rekan mahasiswi memilih untuk mengakhiri hidupnya dengan cara tertentu. Walaupun dia sempat dilarikan ke rumah sakit, tapi nyawanya tak bisa tertolong.

Sehari sebelumnya, dia sempat melakukan percobaan bunuh diri sambil berteriak histeris dan membuat pesan suara yang menyatakan ingin mengakhiri hidupnya. 

Percobaan bunuh diri yang pertama itu bisa dicegah dan rekan ini dibawa ke rumah sakit. Namun, setelah pulang ke asrama, rekan ini melakukan percobaan bunuh diri lagi tanpa bisa dicegah karena teman sekamarnya yang masih tertidur. 

Kasus kedua terjadi di sebuah universitas negeri di Semarang pada Selasa, 10 Oktober 2023. Rekan ini memutuskan mengakhiri hidupnya dengan cara yang sama dengan kasus pertama. 

Di dalam tas rekan ini ditemukan sepucuk surat pamitan dan permintaan maaf si rekan kepada orangtuanya. 

Kejadian ini adalah bukti bahwa bunuh diri merupakan keputusan yang tidak spontan, dan mungkin rekan ini tidak menemukan cara lain karena baginya dia sudah melakukan semua cara dan belum berhasil.

Waktu yang tidak spontan ini merupakan kesempatan bagi sesama teman untuk lebih memaknai keluhan-keluhan seorang teman atau sahabat, jika dia memang sudah menunjukan "tanda". 

Namun, permasalahannya mungkin kita belum cukup peka untuk merasakannya dan memilih harus melakukan apa. Langkah yang sering terlupakan adalah kita sebagai teman terkadang lupa untuk memposisikan diri menjadi dirinya.

Kasus ketiga, melibatkan seorang mahasiswi Kedokteran di kampus negeri, ditemukan di mobilnya dengan kondisi tak bernyawa yang terparkir di halaman Apartemen, Jawa Timur. 

Rekan mahasiswi ini meninggalkan dua carik kertas berisikan wasiat yang ditulis menggunakan bahasa Inggris. Jelas sekali bahwa rekan ini telah merencanakan tindakan ini.

Data Kasus Bunuh Diri di Indonesia

Statistik kasus bunuh diri di Indonesia. (tangkapan layar via INASP)
Statistik kasus bunuh diri di Indonesia. (tangkapan layar via INASP)

Mengutip Kompas.id, Kepolisian RI mencatat 663 kasus bunuh diri pada Januari-Juli 2023, atau tiga kasus setiap hari di Indonesia. 

Angka ini naik 36,4 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. 3 kasus bunuh diri di atas saja sudah terlalu banyak dan ini merupakan angka yang serius.

Hingga Oktober 2023, terdapat 971 kasus bunuh diri di Indonesia, dengan jumlah terbanyak terjadi di Jawa Tengah. 

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memprediksi prevalensi bunuh diri di Indonesia mencapai 2,6 per 100.000 penduduk, yang termasuk dalam kategori rendah. 

Namun, perlu diperhatikan bahwa angka ini mungkin di bawah perkiraan sebenarnya karena underreporting yang signifikan. Jadi, bisa saja kasus ril-nya melebihi angka dari WHO.

Kemudian, mengutip Indonesian Association for Suicide Prevention (INASP), data Kementerian Kesehatan RI pada tahun 2022 menunjukkan peningkatan kasus bunuh diri menjadi 826 kasus, naik dari 613 kasus pada tahun 2021. 

Data dari Statistik Bunuh Diri Indonesian Association For Suicide Prevention menunjukkan jumlah kasus bunuh diri resmi di Indonesia pada tahun 2020 adalah 670, dengan tingkat underreporting minimal 303%. 

Ini merupakan peringatan keras bahwa masalah ini perlu penanganan serius dan tindakan yang mendalam.

Pentingnya kesadaran akan kesehatan mental di kalangan mahasiswa sangatlah krusial. Langkah-langkah preventif dapat diambil untuk membantu mengatasi masalah ini.

Apa yang Bisa Kita Lakukan sebagai Sesama Mahasiswa?

Sebagai mahasiswa, kita sering kali terjebak dalam kehidupan yang penuh tekanan. Tuntutan akademik, ekspektasi dari orangtua, dan persaingan dengan teman-teman bisa menjadi beban yang berat. 

Namun, kamu juga harus ingat bahwa hidup itu bukan hanya tentang tujuan dan akan menjadi seperti apa. Kamu adalah seorang manusia dengan segala prosesnya yang menjadikan kamu bisa berdiri kuat hingga di titik sekarang.

Lalu, apa yang bisa kita lakukan sebagai sesama rekan mahasiswa? 

1. Edukasi kesehatan mental:

Seabgai sesama mahasiswa kita perlu memperkaya diri dan sharing tentang edukasi kesehatan mental, hal ini tentunya untuk meningkatkan kesadaran dan pemahaman tentang pentingnya menjaga kesehatan mental. 

Yang paling penting lagi, dengan edukasi kesehatan mental kita tahu kapan kita atau rekan lain berada di posisi yang sedang membutuhkan bantuan.

2. Membangun lingkungan yang kondusif:

Sebagai mahasiswa, kita perlu menciptakan lingkungan kampus yang kondusif dan ramah bagi sesama. Di kampus saya, konsultasi permasalahan tidak hanya dilakukan dengan konselor profesional, tapi juga dengan konselor sebaya.

3. Mendengarkan: 

Mendengarkan keluhan dan masalah sesama rekan dapat membantu mengurai permasalahan yang sedang dihadapi. Jika tidak dapat memberikan solusi atas masalah seseorang, maka mendengarkan saja sudah cukup.

4. Menemukan sistem pendukung yang tepat:

Kita sendiri perlu menemukan sistem pendukung yang tepat, baik dari teman, keluarga, maupun lingkungan. Kampus juga dapat menyediakan layanan kesehatan jiwa dan psikologis untuk membantu mahasiswa yang membutuhkan.

5. Mencari bantuan profesional:

Jika masalah yang kita hadapi sudah berat, maka perlu mencari bantuan profesional, seperti ke psikolog atau psikiater untuk berkonsultasi. Penting untuk diingat bahwa dengan berkonsultasi bukan berarti diri kamu itu lemah.

6. Membangun hubungan sosial yang baik: 

Buruknya hubungan sosial dapat menjadi penyebab depresi atau bunuh diri. Oleh karena itu, penting untuk membangun hubungan sosial yang baik dengan sebaya, kekasih, hingga circle pertemanan.

7. Mencari alasan untuk tetap hidup: 

Kita harus memilih dan mencari alasan untuk tetap hidup sekecil apapun itu, serta mengubah persepsi tentang kebahagiaan. 

Kebahagiaan tidak selalu berkaitan dengan hal yang tak dapat atau belum bisa dicapai, kebahagian bisa dilihat dengan apa yang sudah kamu capai.

8. Mencari dukungan dari keluarga dan saudara:

Keluarga dan saudara perlu memberikan dukungan dan empati kepada mahasiswa yang mengalami masalah dan kesulitan.

9. Hilangkan Stigmatisasi

Jauhkan pikiran umum bahwa orang-orang dengan permasalahan mental adalah orang-orang yang lemah.

Stop stigmatisasi dan lebih baik diam jika hanya menjustifikasi, karena rekan-rekan penyintas hanya perlu kita melihat dari sudut pandangnya.

***

Bunuh diri merupakan masalah yang serius dan memerlukan perhatian yang juga serius. Kita tidak bisa membiarkan fenomena bunuh diri ini terus berlanjut. 

Kita memiliki peran yang harus kita mainkan sebagai sesama mahasiswa. Kita bisa saling mendengar, saling merangkul, dan menjadi pendukung satu sama lain. Kita bisa memulai perubahan dari diri kita sendiri.

Setiap tindakan kecil yang kita lakukan, setiap kata yang kita ucapkan, bisa menjadi harapan yang sangat besar bagi orang lain. 

Kita perlu menghilangkan stigma, dan menjadi lebih peka terhadap kondisi mental orang lain. Kita bisa, dan kita pasti bisa!

Mari kita bersama-sama menjadi agen perubahan, bukan hanya dalam lingkup akademik, tetapi juga dalam menghadapi masalah sosial yang nyata. 

Bersama, kita bisa membangun lingkungan yang lebih peduli, inklusif, dan penuh pengertian. Jangan biarkan satu tragedi menjadi tragedi lainnya.

Tulisan ini mengharapkan agar saya dan kita semua dapat menjadi bagian kecil dari solusi. Saling peduli, mendengar, dan bertindak adalah kunci dari perubahan yang kita inginkan. 

Setiap dari kita memiliki arti yang besar bagi kehidupan ini, dan saya ada di sini, bersama-sama, untuk satu sama lain melewati masa-masa sulit kita bersama. 

Saling mendukung, saling peduli, dan menjadi pilar bagi teman-teman kita adalah tanggung jawab yang tidak bisa kita abaikan. 

Semoga tulisan ini dapat memberikan semangat dan harapan bagi kita semua!

Panjang umur perjuangan!

(*B/A)

referensi:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun