Misalnya, jika terdapat pasangan alternatif di mana seorang laki-laki (seperti Sandiaga Uno) berpasangan dengan seorang laki-laki lainnya (seperti Menteri BUMN Erick Thohir), maka budaya patriarki ini mengakibatkan pemilih lebih condong memilih duet dua menteri tersebut.
Prof. Asrinaldi juga mencatat bahwa pemilih perempuan pun belum tentu memberikan suaranya kepada seorang perempuan sebagai cawapres, sebagian besar karena pengaruh budaya patriarki yang telah tertanam dalam masyarakat.Â
Kondisi ini menciptakan dinamika politik yang semakin kompleks, di mana alternatif pasangan (laki-laki dan perempuan) menjadi semacam pertaruhan yang dipengaruhi oleh budaya patriarki yang masih kuat.
Selain budaya patriarki, faktor lain yang memengaruhi kemungkinan seorang perempuan menjadi wakil presiden adalah minimnya tokoh perempuan yang memiliki elektabilitas tinggi dalam politik Indonesia. Hal ini mempengaruhi kursi cawapres yang akan diisi pada Pemilihan Presiden 2024.
Dalam konteks pendaftaran bakal calon Presiden dan wakil Presiden, persyaratan partai politik atau gabungan partai politik yang mengusulkan pasangan calon adalah memiliki kursi minimal 20 persen dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25 persen dari suara sah secara nasional pada pemilu anggota DPR sebelumnya. Dengan 575 kursi di parlemen, pasangan calon harus memiliki dukungan minimal 115 kursi di DPR RI.
Untuk mengatasi hambatan ini, perlu dilakukan upaya serius untuk mengubah budaya patriarki dalam politik dan meningkatkan elektabilitas tokoh perempuan.Â
Ini dapat dilakukan dengan kampanye edukasi, pembangunan kesadaran gender, dan dukungan aktif dari partai politik untuk memajukan perempuan dalam politik.Â
Dengan demikian, kita dapat berharap agar perempuan memiliki kesempatan yang lebih besar untuk mengambil peran penting dalam politik Indonesia di masa depan.
Alasan Budaya Patriarki Harus Diseimbangkan
Kesetaraan gender bukanlah sekadar konsep kosong, melainkan prinsip mendasar yang perlu ditegakkan dalam masyarakat yang beradab.Â
Untuk mencapai kesetaraan gender yang sejati, penting untuk mengenali dan mengatasi budaya patriarki yang telah membentuk dan memengaruhi masyarakat selama berabad-abad.Â
Namun, kita tidak harus terlalu terburu-buru untuk menghapus budaya ini secara kasar. Sebaliknya, kita dapat mencari cara untuk menyeimbangkan budaya patriarki dengan alasan-alasan berikut:
1. Kesetaraan Gender:Â
Menyeimbangkan budaya patriarki adalah fondasi penting untuk mencapai kesetaraan gender yang sejati. Ini berarti memberikan setiap individu, tanpa memandang jenis kelaminnya, hak yang sama dalam berbagai aspek kehidupan, seperti pendidikan, pekerjaan, dan partisipasi politik.
Di banyak negara, perempuan masih menghadapi hambatan dalam akses ke pendidikan tinggi dan peluang pekerjaan yang setara. Dengan menyeimbangkan budaya patriarki, perempuan akan memiliki kesempatan yang sama untuk berkembang dan berkontribusi dalam berbagai bidang.
2. Mendorong Potensi Penuh:
Ketika kita membebaskan diri dari stereotip gender dan peran tradisional, semua orang memiliki kesempatan untuk mengembangkan potensi mereka sepenuhnya, menghasilkan masyarakat yang lebih produktif dan inovatif.
Di berbagai profesi, ada stereotip yang menghambat pria atau perempuan untuk memilih karier tertentu. Dengan menyeimbangkan budaya patriarki, individu dapat lebih bebas memilih dan meraih keberhasilan di bidang yang mereka minati.
3. Mengurangi Kekerasan dan Diskriminasi:Â
Budaya patriarki seringkali berkontribusi pada kasus kekerasan dan diskriminasi terhadap perempuan. Dengan menyeimbangkan budaya ini, kita dapat menciptakan lingkungan yang lebih aman dan inklusif bagi semua orang.
Kekerasan dalam rumah tangga dan pelecehan seksual adalah masalah yang masih melanda banyak masyarakat. Dengan menyeimbangkan budaya patriarki, kita dapat mengubah pandangan dan sikap yang mendukung tindakan kekerasan.
4. Keadilan dalam Keputusan:Â
Keadilan gender adalah prinsip dasar dalam menghilangkan budaya patriarki. Berarti, bahwa setiap individu memiliki peluang yang sama untuk membuat keputusan dalam berbagai aspek kehidupan mereka, termasuk rumah tangga, karier, dan masyarakat.
Dalam struktur rumah tangga tradisional, seringkali laki-laki yang memiliki peran dominan dalam pengambilan keputusan. Dengan menyeimbangkan budaya patriarki, pasangan dapat bersama-sama membuat keputusan yang lebih seimbang.
5. Kemajuan Sosial dan Ekonomi:Â
Masyarakat yang menghormati kesetaraan gender dan menyeimbangkan budaya patriarki cenderung lebih maju secara sosial dan ekonomi. Ini karena potensi penuh semua individu digunakan untuk mencapai tujuan bersama.
Negara-negara yang menerapkan kebijakan yang mendukung kesetaraan gender dalam pekerjaan dan politik seringkali memiliki pertumbuhan ekonomi yang lebih baik dan tingkat kemiskinan yang lebih rendah.
6. Perubahan Norma Sosial:Â
Dengan menyeimbangkan budaya patriarki, kita dapat membentuk norma sosial yang lebih inklusif dan mendukung. Ini memungkinkan generasi mendatang untuk tumbuh dalam lingkungan yang lebih seimbang.
Ketika tokoh-tokoh publik dan media memberikan contoh yang positif tentang kesetaraan gender, hal ini dapat merubah pandangan masyarakat secara keseluruhan tentang peran dan kemampuan laki-laki dan perempuan.
7. Dampak Positif pada Kesehatan Mental dan Emosional:Â
Mengurangi tekanan peran gender yang ketat dapat memiliki dampak positif pada kesehatan mental dan emosional individu. Ini memungkinkan mereka untuk hidup lebih bebas dan autentik.
Individu yang tidak merasa terikat oleh ekspektasi tradisional mengenai jenis kelamin mereka dapat mengalami tingkat kebahagiaan dan kesejahteraan yang lebih tinggi.