Jejak Rindu dan Kenangan yang Tertinggal
Tanggal yang tak kubilang, bulan yang bersembunyi di balik kenangan...
Dulu, kau adalah pilihan hatiku. Sebuah titipan rasa dari Sang Pencipta yang menghampiriku saat aku merindu sosok yang pandai bicara, cerdas dan tak mudah kalah dalam berargumen. Kau adalah debat tanpa akhir yang selalu ingin kutantang.
Aku teringat, awal cerita kita. Di saat "si bebek biru" masih jadi andalan kita. Di kala itu, tak ada yang spesial. Namun kini, begitu banyak yang telah berubah.Â
Kini, 'si bebek biru' telah lenyap digantikan dengan 'kuda besi 12 liter', mewakili seberapa jauh perjalanan kita. Setiap hari bersama 'si ular besi' menjadi saksi bisu petualangan kita, menjadi kenangan manis dan juga pahit.
Banyak jalan yang telah kita tempuh. Dari pagi hingga larut malam, dari senja yang kemerahan hingga fajar yang merekah. Semua menjadi bagian dari kisah kita. Kau dan aku, dua insan yang tak pernah lelah menulis cerita bersama.
Dari setiap sisi angin yang berhembus, terasa hembusan rindu yang menari-nari. Setiap langkah yang kutapak, seolah menjadi jejak yang mengingatkanku akan dirimu. Dari setiap nada lagu yang kudengar, lirik-liriknya seolah bicara tentang kita.
Aku ingat, kita pernah tertawa bersama, menghabiskan waktu tanpa tahu batasnya. Hujan yang turun pernah menjadi saksi bisu kita berdansa, tanpa peduli dunia.Â
Namun, sekarang kau pergi, menghilang, dan lenyap. Mungkin memang saatnya kita untuk menyudahi. Mungkin inilah akhir dari bab yang tak pernah kita selesaikan.Â
Kau tahu, hatiku sedikit berkeping saat itu. Mungkin selama ini aku hanya menjaga jodohnya orang lain. Mungkin selama ini aku hanya menjadi tempat singgah sejenak di perjalananmu.Â
Namun, aku bersyukur sempat memilikimu. Banyak pelajaran, banyak cerita, banyak pengalaman berharga di sana.
Seperti angin yang berhembus pergi pula, kau pun memilih untuk meninggalkan. Aku tahu, mungkin di suatu tempat, kau sedang menemukan kebahagiaanmu.Â
Semoga saja, di sana, kau menemukan apa yang selama ini kau cari. Meski perih, aku mengerti bahwa setiap pertemuan pasti ada perpisahan
Dan kini, di tengah kesendirian dan kenangan yang tertinggal, aku coba belajar mengikhlaskan semua. Mengikhlaskan setiap detik yang pernah kita lalui, mengikhlaskan hati yang pernah begitu hangat, dan mengikhlaskanmu...
Selamat tinggal, kasih... Semoga di pelukan waktu nanti, kita bisa menemukan arti dari semua cerita yang pernah kita bagi. Mungkin bukan bersama, tapi setidaknya dengan kedamaian di hati
SELESAI.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H