Hal tersebut tentunya mempunyai implikasi pada goals pembelajaran mata kuliah tersebut.
Maksud dari ungkapan saya di atas adalah, bahwa seharusnya ada standarisasi tidak hanya pada silabus dan target pembelajar. Standarisasi yang benar-benar menyeluruh mungkin harus dilakukan juga dari segi fasilitas dan lain-lain.
Bukan karena kampus A memiliki fasilitas yang mahal, maka penilaiannya menjadi bagus, namun hak-hak dari setiap mahasiswa untuk mendapatkan pemahaman yang sama juga harus ditekankan.
Bukan hanya pada kualitas, namun ada sisi yang lebih substantif dari sekadar itu semua.
Kesimpulan
Sesuai dengan kata "tergantung" di atas tadi, bagi saya gelar pendidikan tinggi bukan sesuatu hal utama yang harus dikejar. Mungkin ketika saya bersekolah saya memiliki anggapan itu.
Namun, sekarang ketika saya sedang dan sudah menjalani itu semua ternyata anggapan saya berubah. Hal yang saya cari ketika berkuliah adalah teori, praktik, praktik, praktik = pengalaman.
Nahasnya, gelar pendidikan ini dijadikan patokan seseorang dalam mencari pekerjaan dan instansi atau lembaga dalam syarat minimal melamar kerja.
Baru beberapa tahun ini mulai banyak perusahaan atau lembaga yang tidak berpatokan pada gelar. Toh, nyatanya seseorang yang memiliki gelar belum tentu memiliki keahlian di bidang tersebut.
Mungkin kata-kata saya di atas agak keras dan menyakitkan, namun kenyataan itu sendiri memang keras dan menyakitkan.
Ke depan mungkin akan semakin banyak orang-orang dengan lulusan dan gelar yang banyak, sehingga mungkin ke depannya gelar itu bukan lagi suatu hal yang utama.
Saya senang banyak orang dan pelaku usaha yang sudah membuka diri untuk orang-orang minim gelar tapi memiliki kualitas yang tinggi.