Tawaran Edward yang begitu menggiurkan untuk wanita sekelas PSK seperti Vivian, ditolaknya. Ini membuat sang konglomerat heran. Vivian sadar bahwa tidak ada jalan pintas menuju kemapanan dan kenyamanan yang membawa kebahagiaan sejati. Vivian bisa melihat bahwa sukses yang dicapai Edward adalah hasil bersekolah dan kerja keras secara konsisten dan berkesinambungan.
Edward juga menyadari betapa hipokrit dan munafiknya mereka yang memiliki uang dan kekuasaan, karena sering memandang rendah para pelacur yang menjual diri. Vivian menjual diri secara fisik, tapi tidak menaruh harga atas  hati dan cintanya.
Tadi pagi ketika menonoton lagi film ini di Fox Premium HBO, kemudian membaca gonjang ganjing keputusan Partai Demokrat yang sepertinya mengacuhkan hasil Konvensi, dengan memajukan sang ipar Pramono Edhie, bukannya pemenang konvensi Dahlan Iskan, jelas terlihat benang merah pelacuran dalam arti yang sesungguhnya.
Menjual diri adalah tindakan yang tidak terpuji. Tapi paling tidak dalam transaksi pelacuran, tidak ada yang ditutupi dan dibohongi. Berkaca dari film Pretty Woman, Vivian sang pelacur memberikan apa yang menjadi hak Edward , sesuai dengan kesepakatan mereka.
Rasa rasanya kok konvensi Partai Demokrat malah tidak lebih baik dari "kisah pelacuran" kelas teri, yang menjual mimpi berbalut demokrasi, padahal tidak ada isinya sama sekali. Bahkan secara gentleman, pemenang konvensi tidak cukup dihargai untuk dimajukan sebagai Cawapres, jika PD berkoalisi dengan Golkar.
Dalam dunia pelacuran yang ada hanyalah pertukaran uang dan jasa. Yang ditawarkan juga jelas: materi bertukar kenikmatan seks. Tanpa penipuan. Tidak ada beli kucing dalam karung. Semuanya jelas dibicarakan meskipun tidak legal.
Dunia pelacuran malah memiliki kode etiknya yang "jujur" dan apa adanya. Pelayanan ekstra berarti tambahan bayaran. Tidak ada surga telinga, yang ada hanya kenikmatan sesuai bayaran yang diberikan berdasarkan kesepakatan bersama.
Lalu apakah politik yang ditunjukkan oleh para petinggi dan politikus negara ini yang katanya sadar hukum, perpendidikan, beragama , sudah lebih baik dari yang diperbuat oleh para PSK ?.
Kebohongan demi kebohongan terjadi dengan gamblangnya di depan mata kita. Salah satu contohnya adalah konvensi yang resmi digelar oleh Partai Demokrat. Perhelatan yang kemudian dimainkan dengan licik sehingga menghasilkan pemenang yang tidak memiliki nilai dan tidak terpakai bak' primadona yang dipasung dengan kejam.
Ketika kemudian Golkar bertransaksi dengan Demokrat, yang terlihat adalah aktivitas dua pihak yang kalau boleh saya katakan seperti menukar kemolekan palsu dengan uang lumpur.
Kata siapa melacur itu hanya terbatas pada menjual diri demi uang dan kenikmatan? Pelacuran yang paling memiriskan hati adalalah menipu diatas tipuan berjubahkan demokrasi, "menjual" orang lain demi ambisi dan keserakahan pribadi.