Mohon tunggu...
Ellen Maringka
Ellen Maringka Mohon Tunggu... wiraswasta -

Akun Ini Tidak Aktif Lagi dan Tidak Akan Aktif Lagi di Kompasiana. Tidak menerima atau membalas pesan di Inbox.

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Aplikasi 4C dalam Bisnis dan Politik: Memilih dengan Cerdas

22 Mei 2014   13:37 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:15 378
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14007238011430285777

[caption id="attachment_337634" align="aligncenter" width="624" caption="Ilustrasi/Admin (KOMPAS)"][/caption]

Bagi rekan Kompasianer yang memiliki latar belakang pendidikan Ekonomi, pasti familiar dengan prinsip 4C yang berlaku universal dalam dunia perbankan ketika mempertimbangkan untuk memberi pinjaman kepada nasabah.

Ini adalah prinsip dasar yang sebenarnya bukan hanya bisa diaplikasikan dalam dunia usaha dan perkreditan, tapi berlaku secara komprehensif dalam hampir semua aspek kehidupan. Life is about making choices and doing transactions.

Setiap hari kita hidup dengan bertransaksi dan berinvestasi demi hari esok. Tidak jauh beda dengan politik.

Anda tidak harus jadi politikus untuk bisa ikut menentukan masa depan bangsa, tapi jadilah bagian dari politik sebagai pemilih cerdas yang memberikan suara anda bukan berdasarkan emosi semata, tapi dengan pertimbangan cermat selayaknya sebuah bank ketika hendak memberi persetujuan kredit kepada nasabah tertentu.

Politik memang membingungkan ketika kita terlalu terpaku pada hal hal non esensi yang sengaja dihembus untuk mengaburkan logika dan menurunkan rasionalitas. Rakyat Indonesia sudah saatnya bersikap cerdas dan bijaksana ketika  memilih.

Kali ini saya ingin membuka wawasan anda untuk bisa mengaplikasikan prinsip 4C yang berlaku dalam dunia usaha (perbankan) kedalam politik;  khususnya dalam memilih Presiden yang baru.

1. Character. Ini adalah C pertama dan yang paling diutamakan. Ketika seorang nasabah mengajukan kredit, maka yang lebih dulu dilihat adalah karakter sang nasabah.  Menilai karakter seorang nasabah akan ditinjau dari asal usulnya, nama baiknya dan segala aspek yang bisa menunjukkan kepada pihak pemberi kredit, siapa orang ini?.

Dalam memilih presiden kita harus mengenal  dengan menggali siapa calon Presiden pilihan kita? Mumpung kali ini hanya dua calon, maka tugas kita menjadi lebih ringan. Mari selidiki dengan cermat siapa yang bakal kita pilih. Indikator yang paling lumrah bisa dipakai adalah dari kehidupan sehari harinya termasuk keluarga dan siapa orang dekatnya.

Tolak ukur menilai Karakter dalam dunia perbankan adalah dengan membuka semua credit history seorang calon penerima kredit. Apakah selama ini dia membayar hutangnya dengan baik? Apakah dia pernah memalsukan data data? Semua itu akan diinvestigasi oleh pihak bank dengan cermat.

Hal yang sama perlu kita lakukan dengan track record calon Presiden pilihan kita. Cermati apa yang sudah dilakukannya, bagaimana gaya hidupnya. Tentu tidak seorangpun sempurna. Tapi yang kita nilai apakah kebaikannya jauh melebihi kekurangannya?.

2. Capacity. Dalam terjemahan bebas kapasitas berarti kemampuan. Dalam bisnis tentu kemampuan mengelola perusahaan. Dalam politik, kapasitas diterjemahkan sebagai kemampuan mengolah janji menjadi kenyataan.

Jika seseorang sudah pernah memiliki sejarah mengelola perusahaan sejenis dengan sukses, maka bank akan menjadikan itu pertimbangan besar dengan pemikiran positif bahwa nasabah tersebut telah memiliki pengalaman yang cukup handal, dan tidak sekedar menjual mimpi dan omong kosong.

3. Capital. Modal itu penting. Bukan hanya omong kosong dan modal dengkul menjual cita cita ketika anda berhadapan dengan pihak bank.  Ingat bahwa bank hanya akan memberikan pinjaman kepada nasabah yang dianggap ikut serta memodali dirinya. Tidak mungkin kredit anda disetujui jika  anda tidak memiliki modal sendiri yang diikut sertakan dalam usaha yang akan dibangun.

Dalam politik, Capital ini bolehlah kita terjemahkan sebagai parpol. Itu sebabnya ada ambang batas yang disebut Presidiential Threshold. Sebelum mengajukan diri sebagai calon pemimpin,  dia harus membuktikan diri dulu apakah dirinya cukup didukung oleh parpol yang merepresentasikan diri sebagai wakil  rakyat?. Besarnya modal tidak secara langsung berkolerasi dengan keuntungan, tapi bagaimana mengelola modal  yang ada dengan memaksimalkan asset dan peluang, itulah yang menjadi penentu keuntungan.

Dalam Pilpres kita kali ini, jika Capital saya artikan sebagai Modal, maka telusurilah parpol parpol pendukung calon presiden anda. Apakah parpol tersebut memiliki citra yang baik, menjalankan apa yang selama ini mereka gaungkan? Bagaimana track record parpol pendukung selama di legislatif dan dalam koalisi sebelumnya?.

4. Collateral. Jaminan seorang nasabah kepada bank yang bakal memberi pinjaman diikat secara hukum lewat notaris. Jika tidak bisa memenuhi kewajiban membayar cicilan kredit dalam tenggang waktu yang telah disepakati, maka jaminan akan disita oleh pihak bank sebagai ganti rugi.

Kalau anda melihat ada palang bertulsikan: Disita, di depan sebuah gedung dan bertuliskan nama bank tertentu, itu artinya bangunan tersebut dijadikan jaminan  kepada pihak bank, dan pemiliknya tidak memenuhi kewajibannya sehingga  diambil alih oleh pemberi kredit.

Dalam politik khsusunya pilpres, jaminan adalah masa depan kita semua. Bukan dalam bentuk materi secara langsung, tapi harapan  yang  kita gadaikan di tangan para pemimpin, dan yang tertinggi adalah Presiden sebagai penentu kebijakan.

Saat ini kita semua warga negara Indonesia sedang dirayu untuk dimintai suaranya, bagaikan bank yang dimintai pinjaman.  Mari bertindak professional, seperti pihak bank yang memperhitungkan segala sesuatu sebelum memutukan untuk mencairkan kredit kepada nasabah tertentu.

Suara kita berharga demi masa depan bangsa. Mari memilih dengan cerdas!.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun