Mohon tunggu...
Ellen Maringka
Ellen Maringka Mohon Tunggu... wiraswasta -

Akun Ini Tidak Aktif Lagi dan Tidak Akan Aktif Lagi di Kompasiana. Tidak menerima atau membalas pesan di Inbox.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Presiden Hebat Bukan Harus Jago Debat

6 Juni 2014   15:01 Diperbarui: 20 Juni 2015   05:03 1453
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Diberitakan di beberapa media online, acara debat antar Capres yang akan diselenggarakan KPU, oleh kubu Prabowo melalui Bara Hasibuan meminta tambahan satu slot lagi.

Saya justru heran, karena merasa bahwa lima kali debat sudah kebanyakan. Kalau hanya menumpahkan isi visi-misi yang sudah bisa dibaca di KPU apa lagi yang harus terlalu banyak diperdebatkan?. Yang dibutuhkan pasangan calon adalah waktu untuk membuktikan mereka akan mewujudkan apa yang sudah tertuang dalam visi-misi masing masing.

Berkaca dari pengalaman memilih Presiden yang lalu,  ketika  itu saya  memilih SBY karena melihat gaya debatnya dan penampilan luarnya yang lebih "kinclong" dibandingkan  Jusuf Kalla.

Saat itu suami saya sudah ketawa ketawa sendiri sambil terus mengatakan,..." duh.. makan tuh penampilan, obral deh tuh janji. "

Tapi dasar memang wanita adalah makhluk emosional yang cepat terayu lewat ungkapan kata kata, saya ngotot teguh berpendirian memilih SBY. Sekali lagi jujur saya menyesal. Melihat iklan SBY dan cara berdebat beliau yang excellent, ternyata tidak membawa perubahan signifikan (tidak enak juga bilang tidak ada perubahan) terhadap kehidupan berbangsa dan bertanah air.

Tetap saja sektor pendidikan kita tidak maju maju bahkan bisa dibilang mundur dengan pelaksanaan UN yang masih  kocar kacir. Daya beli masyarakat kecil semakin lemah, sementara harga sembako mencekik leher. Pengangguran tetap bejibun. Soal SARA apalagi.... Kasus orang digebuki ketika berdoa dirumah masih saja terjadi, dan sampai pegel mata saya tiap minggu melihat sekumpulan jemaat gereja Yasmin, ibadah depan istana Presiden, tapi kok SBY bisa cuek saja tuh?.

Alasannya klise... kita serahkan sesuai prosedur yang berlaku. Duh yang namanya Presiden itu punya hak untuk memanggil yang terkait dalam suatu permasalahan agar  dimintai keterangan dan menegaskan agar secepatnya diselesaikan.

Kalau Presiden sebagai pemimpin tertinggi negara tidak bisa melakukan itu, maka dimana wibawa Presidennya?. Jangan terus menerus bersembunyi dibalik jargon klise, Presiden tidak mau mengintervensi kasus hukum.

Oh, jadi menjelaskan permasalahan dan meminta penyelesaian yang baik secara tepat dan cepat dianggap mengintervensi?. Tapi punya waktu yah menjelaskan soal SMS gelap, soal bunda putri, mengadakan konvensi Partai, dan hal hal lain yang tidak esensi.

Kenapa saya harus jelaskan latar belakang soal debat dengan mengambil contoh SBY ?. Dulu saya terpesona dan memilih SBY  karena lihai dan apik dalam berdebat!.

Sekarang justru saya tidak antusias menonton debat antar Capres. Saya sudah memutuskan untuk memilih Jokowi-JK, tanpa harus melihat mereka berdebat di televisi, Bagi saya itu hanya buang buang waktu, dan seseorang yang pandai bicara belum tentu pandai bekerja dan konsisten dengan ucapannya.

Kalau di Kompasiana bisa saya kasih contoh : Seorang komentator yang panjang lebar dan ilmiah serta sangat detil, belum tentu penulis yang baik. Bisanya malah nyampah komentar dimana mana dengan gaya ngotot. Giliran menulis artikel sendiri, malah tidak ada isinya dan lebih banyak sesat pikir yang ditutupi kengototan beropini.

Lebih gila lagi banyak Kompasianer cuma jago komentar, dan nol artikel. Saya mau ngakak sejenak.....

Nah, seperti  itulah dengan debat debatan. Bagi saya monggo'lah kalau KPU menggelar acara itu, dan tidak ada salahnya. Tapi sekarang saya berprinsip bahwa Presiden hebat bukan harus jago debat.

Jokowi bukan orator yang baik. Kadang saya melihat beliau hendak berpidato justru sudah gemas sendiri, karena tampak jelas beliau sukar mengutarakan apa yang ada di kepalanya dengan kata kata yang tepat.

Kalau sudah begini, saya ingat ayah saya  almarhum. Beliau adalah tipe pria sejati pekerja keras yang sayang anak-istri dengan bekerja dan memastikan keluarganya hidup layak secara halal. Cinta bagi ayah saya adalah kata kerja. Cinta adalah pembuktian secara nyata bukan hanya teori dan sekedar gaya memeluk atau merangkul.

Menyekolahkan anak anaknya dengan bekerja keras secara halal, menjaga nama baik dan mendidik dengan keteladanan adalah faktor yang membuat ayah saya hebat dimata orang yang pernah mengenal beliau.  He was never a man of many words, but he sure proved his undying love by working hard.

Saya justru jadi takut memilih presiden yang jago debat. Nanti malah malah setiap masalah yang harus ditangani, didebatkan lebih dulu berminggu minggu samapai selesai sendiri masalahnya dan negara berjalan secara auto pilot. Bisa bisa semua program yang akan dijalankan, diperdebatkan lagi panjang lebar, kapan harus dimulai dan siapa yang mengepalai.

Oleh karena itu saya pilih Jokowi bukan karena dia jago bicara dan hebat  berdebat. Tapi karena dia sudah membuktikan diri bahwa mencintai rakyat  adalah bekerja secara nyata untuk rakyat.

Salam hebat untuk Indonesia hebat!. Mari bekerja kurangi berdebat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun