Mohon tunggu...
Ellen Maringka
Ellen Maringka Mohon Tunggu... wiraswasta -

Akun Ini Tidak Aktif Lagi dan Tidak Akan Aktif Lagi di Kompasiana. Tidak menerima atau membalas pesan di Inbox.

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Apa Yang Membuat Hebat Seorang Ayah? ( A tribute to my Dad)

14 Juni 2014   13:48 Diperbarui: 20 Juni 2015   03:47 1891
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14027030151572612625

Boro boro menghibur... beliau rupanya juga menyadari bahwa kali ini putri sulungnya dalam "masalah" karena tahu persis bahwa itu anting anting khusus edisi ulang tahun.

Sambil menatapku setengah bingung, ayah malah mengatakan..."yuk gosok minyak tawon aja dulu biar kalau dicubit gak' terlalu berasa..." hahahahahahaha..... ampuuun deh!

Mendengar perkataannya aku malah tambah menangis, dan semakin membuat ayah bingung.

"Sudah.. sudah.. jangan nangis. Berhenti dulu.. Dengerin ayah mau mendongeng...". Namanya juga anak anak,  kata dongeng cukup ampuh meredam isak tangis.

Tapi ayah bukan pendongeng yang baik. Dia seorang juru cerita yang hebat, tapi bukan mengarang bebas atau mendongeng. Dongeng mengenai kodok yang baru beberapa kalimat dimulainya, malah seperti kehilangan plot cerita dan beliau bingung sendiri kehabisan kata kata...

" trus.. lha trus kodoknya gimana ?." desakku penasaran setengah kesal. Kok jelek amat dongengnya. Gak seru khan dengerin dongeng yang terbata bata dan hilang arah.

Dengan raut wajah kebingungan, ayah kemudian berkata jujur..." wah, papi juga gak' tau lagi nih kodoknya gimana. Papi lupa dia ketemu musang atau kelinci ..."

Dengan polosnya  ayah kemudian berbisik, "ya sudah lanjut aja dulu nangisnya..Papi mau inget inget dulu sebentar jalan ceritanya..."

Haduh?! ini dongeng yang paling lucu, realistis sekaligus menjengkelkan yang pernah kutahu seumur hidupku. And it can only came from my father...

Sekarang aku sadar... itu bukan sekedar tentang dongeng dan upaya seorang ayah menghibur putrinya... Tapi lebih mengenai  kejujuran dan kesepakatan bersama yang mengajariku soal  keadilan dan menepati janji. Ketika ayah menyuruhku berhenti menangis karena beliau mau mendongeng, dan ternyata dia tidak dapat melakukannya, maka ayah cukup fair dan jantan mengakui dia gagal dan mempersilahkan aku untuk melanjutkan tangisan.

Tapi mungkin juga sejak dini ayah sedang mengajariku bersiap menghadapi kehilangan sebagai siklus hidup yang lumrah dan harus dijalani. Dengan cara uniknya, ayah ingin aku tahu bahwa hidup tetap dapat terus berlanjut setelah kehilangan. Kita diberi kemampuan untuk menghadapi dan belajar dari situ....Dan selalu ada ruang untuk tertawa bersama orang orang tercinta.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun