Mohon tunggu...
Eben Ezer Dolok Saribu
Eben Ezer Dolok Saribu Mohon Tunggu... Penegak Hukum - Menulis sebagai proses pembelajaran untuk menjadi semakin bijaksana

Berikan komentar dan saran yang membangun :)

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Mengurai "Ketidaksengajaan" JPU dan Cercah Harapan yang Tersedia

17 Juni 2020   13:00 Diperbarui: 17 Juni 2020   13:32 326
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kasus ini memang menarik untuk diikuti dan selalu memberikan kejutan bagi para penunggu setianya. Dimulai dari penyerangan yang dilakukan pada tanggal 11 April 2017, pembentukan tim independen oleh pemerintah untuk melakukan penyidikan hingga tertangkapnya pelaku secara tiba-tiba pada tanggal 27 Desember 2019. Sekitar 2 tahun 8 bulan waktu yang dibutuhkan untuk menangkap pelakunya. 

Namun pada proses persidangan dipengadilan, tepatnya pada agenda pembacaan tuntutan yang dilakukan oleh Jaksa Penuntut Umum, mereka hanya dituntut dengan ancaman pidana 1 tahun penjara.

Jaksa menuntut dengan mempergunakan Pasal 353 ayat (1) juncto Pasal 55 ayat (1) butir ke-1 KUHP. Pasal ini merupakan isi dari dakwaan subsidair yang dipilih oleh jaksa sebagai landasan untuk melayangkan tuntutannya. 

Pasal ini diyakini telah terpenuhi unsur-unsurnya dan sangatlah sesuai untuk menjerat perbuatan pidana yang dilakukan oleh pelaku setelah memperoleh penguatan melalui proses pembuktian.

Jaksa berpendapat bahwa dakwaan primernya, yang merujuk pada Pasal 355 ayat (1) KUHP yakni penganiyaan berat berencana, tidak terpenuhi unsur-unsurnya. Unsur apa itu? 

Unsur perencanaan dalam tindakan yang mereka lakukan. Jaksa berpendapat bahwa para pelaku, yakni Rahmat Kadir dan Ronny Bugis sedari awal tidak memiliki niat untuk melakukan penganiyaan berat pada Novel Baswedan. 

Dari sumber yang lainnya dikatakan bahwa pelaku tidak sengaja mengenai kepala korban saat melemparkan cairannya. Seperti inilai uraian lengkapnya :

"Bahwa dalam fakta persidangan, terdakwa tidak pernah menginginkan melakukan penganiyaan berat. Terdakwa hanya akan memberikan pelajaran kepada saksi Novel Baswedan dengan melakukan penyiraman cairan air keras ke Novel Baswedan ke badan. Namun mengenai kepala korban. Akibat perbuatan terdakwa, saksi Novel Baswedan mengakibatkan tidak berfungsi mata kiri sebelah hingga cacat permanen,"ujar jaksa saat membacakan tuntutan.

Mari kita telisik satu persatu pernyataan yang disampaikan oleh Jaksa tersebut.

1. Terdakwa tidak pernah menginginkan melakukan penganiyaan berat

Undang-undang memang tidak memberikan rumusan yang pasti tentang apa yang diartikan dengan penganiyaan itu. Sedangkan menurut yurisprudensi, yang diartikan dengan "penganiyaan" ialah sengaja menyebabkan perasaan tidak enak (penderitaan), rasa sakit, atau luka. Pasal 351 ayat (4) juga memberikan penguatan, bahwa penganiyaan itu disamakan dengan sengaja merusak kesehatan.

Lalu bagaimana dengan dengan penganiyaan berat? Pasal 352 ayat (1) menjawabnya secara implisit, bahwa penganiyaan berat itu ialah penganiyaan yang menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau pencarian.

Kembali lagi pada kasus ini, menurut penulis perbuatan yang dilakukan oleh kedua terdakwa tergolong kedalam penganiyaan berat sekalipun cairan tersebut mengenai tubuh korban. Karena cairan air keras yang dipergunakan oleh pelaku ialah asam sulfat atau H2SO4. Cairan ini biasanya dipakai untuk aki kendaraan bermotor dan untuk membersihkan permukaan logam. Dengan konsentrasinya yang tinggi, air keras menyebabkan terbakarnya kulit manusia karena sifatnya korosif. Bayangkan, cairan ini bisa meluruhkan karat dan kerak pada besi, bahkan bisa membuat bolong besi yang keras, apalagi kulit manusia yang rapuh.

Jangankan air keras itu terkena bagian tubuh, menghirup uapnya saja sudah berbahaya untuk kesehatan karena bisa menyebabkan iritasi pada hidung dan tenggorokan serta mengganggu paru-paru dan usus.

Oleh sebab itu, baik terkena kepala ataupun tubuh, cairan tersebut sama-sama akan membawa dampak buruk bagi kesehatan Penyidik KPK tersebut. Dan pastinya itu akan mengganggu pekerjaan jabatannya. Sebab untuk memulihkan luka tersebut dibutuhkan perawatan yang intensif dan waktu yang relatif lama.

2. Terdakwa hanya akan memberikan pelajaran kepada saksi Novel Baswedan dengan melakukan penyiraman cairan air keras ke Novel Baswedan ke badan.

Frasa "memberikan pelajaran" merupakan kehendak atau dapat dikatakan sebagai maksud akhir dari tindakan yang dilakukan oleh pelaku. Kehendak atau maksud tersebut berasal dari sikap batin seseorang yang memberi arah kepada apa yang akan diperbuatnya. Dalam hukum pidana ini juga disebut dengan "Niat".

Niat inilah yang apabila telah diwujudkan dengan tindakan, akan berubah menjadi kesengajaan. Memang bukanlah suatu hal yang mudah untuk melihat niat seseorang. Satu-satunya cara untuk menilainya ialah dengan melihat dan mengamati tanda-tanda tertentu yang dalam hal ini adalah dengan adanya perbuatan permulaan.

Sekarang untuk melihat adanya niat dan kesengajaan dalam kasus ini, mari bersama-sama melihat kembali kronologis dari kasus ini.

(Untuk mempersingkat tulisan, para pembaca bisa melihatnya melalui web ini : https://metro.tempo.co/amp/1321632/jaksa-cerita-kronologi-penyiraman-air-keras-ke-novel-baswedan)

Menurut penulis, setelah melihat uraian kronologis tadi, perbuatan yang dilakukan oleh para pelaku merupakan sesuatu yang disengaja. Karena perbuatan tersebut memiliki kehendak maupun niat untuk memberi pelajaran kepada korban, yang menurut mereka telah mengkhianati dan melawan institusi Polri.

Dan apakah perbuatan yang dilakukan oleh para pelaku merupakan penganiyaan berat yang direncanakan? Menurut R. Soesilo, perbuatan yang direncanakan terlebih dahulu (voorbedacbte) memiliki 3 syarat yang harus dipenuhi. Yakni :

1. Kehendak yang diputuskan dalam keadaan tenang.

2. Waktu untuk berpikir cukup sejak timbulnya niat (kehendak) sampai dengan pelaksanaan kehendak itu.

3. Pelaksanaan kehendak itu dilakukan dalam keadaan tenang.

Sudah jelas bahwa kehendak yang diputuskan oleh pelaku (Rahmat) berada dalam kondisi yang tenang. Karena jarak waktu antara Rahmat menemukan rumah hingga mereka melakukan penyerangan adalah 3 hari dan kehendak itu pastinya diputuskan sebelum Rahmat melakukan pencarian rumah korban tersebut. 

Waktu untuk berpikir juga cukup, karena tindakan yang dilakukan sangat sistematis. Mulai dari pencarian rumah, pengambilan asam sulfat, hingga pemantauan seperti apa rute yang harus mereka lalui nanti ketika menyerang. 

Dan yang terakhir, pelaksaan kehendak itu juga dilakukan dalam keadaan yang tenang, pada pagi hari pukul 03.00 WIB saat orang-orang belumlah terlalu banyak yang keluar rumah dan melakukan aktifitas.

Oleh karena itu penulis berkesimpulan bahwa Jaksa Penuntut Umum telah keliru dalam melihat serta mengolah fakta-fakta konkret yang terjadi dilapangan. Sehingga berujung pada penjatuhan tuntutan yang keliru pula. Melayangkan tuntutan dengan mempergunakan Pasal 353 ayat (2).

Namun, ini bukanlah akhir dalam kasus serta penantian panjang kita akan kasus ini. Harapan masih tersedia untuk Novel Baswedan serta orang-orang yang merindukan keadilan terjadi di negeri ini. Yakni melalui penjatuhan vonis yang nantinya akan diberikan oleh Majelis Hakim yang menangani kasus ini di Pengadilan Negeri Jakarta Utara.

Majelis hakim juga masih memiliki kewenangan untuk menjatuhkan putusan melebihi dari apa yang dituntut oleh Jaksa. Inilah yang disebut dengan Ultra Petita.

Karena rujukan majelis hakim dalam memutus perkara adalah surat dakwaan jaksa, bukan surat tuntutan (Pasal 193 ayat (1) KUHAP). Setelah itu juga, apabila vonis yang dijatuhkan nantinya belum memberikan keadilan, hukum acara pidana juga masih menyediakan upaya-upaya yang dapat dilakukan. Baik itu upaya hukum biasa (Banding dan Kasasi) serta upaya hukum luar biasa (Peninjauan Kembali).

Oleh karena itu, mari bersama-sama untuk terus memantau kasus ini sembari mendoakan. Agar kiranya para majelis hakim dapat menjatuhkan putusan yang sesuai dengan pertimbangan hukum dan nuraninya.

Binjai, 16 Juni 2020

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun