Mohon tunggu...
feri anto
feri anto Mohon Tunggu... Wiraswasta - Menulis untuk Indonesia

Karena menulis adalah perjalanan hati dan petualangan pikiran

Selanjutnya

Tutup

Music Pilihan

Interview Session (1); Makara Band Bangkit Kembali

13 Juni 2022   01:47 Diperbarui: 15 Juni 2022   14:43 1895
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebuah duplikasi dunia nyata, yang menawarkan kita solusi. Termasuk mendapatkan karya musik dari seorang musisi, tanpa harus memilikinya secara fisik. Dengan adanya dunia digital ini, tanpa kita sadari atau tidak, mereka telah menghadirkan media pengarsipan, yang bisa kita akses setiap saat. Tak terkecuali dunia musik. Hampir semua data musisi, bisa kita temui di dunia maya.


Musisi-musisi yang hadir dari era lampau, maupun musisi dengan kemunculan tahun terkini. Kita bisa mengetahui karya-karya terbaru yang mereka miliki. Dan dengan mudahnya kita melewati batas negara, untuk mendapatkan informasi mengenai musisi kesukaan kita. Generasi muda merupakan, pengguna media internet yang cukup banyak porsi pemakaiannya.

Kaum milenialpun mulai mengakses, musisi-musisi lampau, era 60an-80an, mencoba mencari tahu, mempelajari, hal apa yang bisa mereka ambil / gunakan. Termasuk pula media sosial memegang peranan disini; untuk memajukan dunia musik, mengenalkan musisi ke publik, sampai membentuk industri musik sendiri. "Menurut saya ada kebanggaan dari teman-teman musisi lama, tentang karya mereka yang masih dikenang sampai sekarang.

Dan banyak juga musik-musik seperti Makara yang tidak cuma bercerita mengenai cinta. Tapi tentang longterm kegerakan mahasiswa saat itu, urbanisasi, polemic, yang sekarangpun masih relevan ", ungkap vokalis yang ada bersama Makara band sejak awal berdirinya ini. Menurut Kadri lagi, orang-orang masih cukup senang mendengarkan lagu-lagu lama. "Adanya hoaks, social media, musik ini tetap relevan disampaikan. Jadi medianya juga cukup banyak, medengar. Sehingga akhirnya orang punya akses unlimited, sky is the limit. Orang bisa mengulik lagi, mencari lagi arsip musik-musik lama, kita sendiri merasa senang dengerin lagu-lagu dijaman Chrisye, Yockie Suryoprayogo, Harry Roesli. Ada Diskoria, itu juga gitu...memunculkan musiknya dengan sentuhan gaya sekarang.....". 

Musisi jaman sekarang juga terinspirasi musisi lain. "Apalagi juga jaman musisi sekarang melihat musisi lain. Dia garap musik-musik yang lama, yang dianggap musik vintage / antik. Didandani secara era itu, sehingga tetap menarik", jelas Kadri menambahkan.

Hampir mirip dengan tanggapan Kadri, Budhy melihatnya dari sudut pandang yang lain. Budhy melihat adanya fenomena dimasyarakat, yang membuat lagu-lagu lama, kembali digandrungi. "Saya melihat fenomena dimasyarakat, sebenarnya YouTube, multimedia ikut andil juga. Cuma ada juga, hal lain diluar itu semua, yakni; anak-anak sekarang itu meminatinya, ada komunitasnya. Sebut saja, anaknya Hendi (drummer GIGI-red) itu baru berumur antara 15-16 tahun, dia itu nyari walkman Sony...album-album yang didengarkan juga, album jaman saya dulu SMA, kayak; Vandergraf Generator, Camel, Kansas, macem-macem...", jelas drummer ramah ini.

Dirinya menjelaskan kalau, Makarapun bisa jadi band alternative yang meramaikan musik Indonesia di masa kini. "Musik yang didengarkan itu kan jaman SMA, padahal dia anak sekarang. Maaf-maaf ya....album-album luar mungkin banyak pilihannya...tapi mungkin untuk pilihan-pilihan Indonesia...di genre seperti itu bisa dihitung jari....mudah-mudahan Makara ada disitu....saya sih berharap seperti itu.....", jelas Budhy lagi.

Perbincangan kami berlangsung seru, ditengah perbincangan Jimmo menambahkan. "Gua pengen nambahin sedikit....tadi dibilang mendengarkan lagu-lagu Indonesia jaman dulu....itu juga nggak lepas dari fenomena pergeseran.....dari kita industry analog.....sekarang digital...itu juga....ngebuat pasarnya ini belum settle / mapan". Upaya untuk saling mengcover lagupun, makin digemari netizen.

"Gua pengen nambahin sedikit....tadi dibilang mendengarkan lagu-lagu Indonesia jaman dulu....itu juga nggak lepas dari fenomena pergeseran.....dari kita industri analog.....sekarang digital...itu juga....ngebuat pasarnya ini belum settle / mapan. Akhirnya para pelaku industri itu.....kayak produser...dan pegiat musik lainnya....ngeliat nih....ahhh...kalau mengcover lagu orang...bisa tembus lima belas juta view nihh....di Youtube ataupun segalam macam platform.....", kata Jimmo yang pernah menjadi partner duet Melly Goelsaw ini.

Menurut Jimmo, ekosistem yang terbentuk akibat platform media sosial, bisa berpotensi menghambat kebudayaan. "Kalau mereka bikin produksi baru....udah ketahuan budget promosinya berapa...segala macam...dan itupun belum tentu menghasilkan yang sama....jadi menurut saya ini suatu fenomena yang unik yang terjadi di Indonesia.....dan ini mesti hati-hati juga nih...dalam artian....kalau ekosistemnya gini-gini aja....musiknya nggak kemana-mana gitu lho....musiknya nggak maju-maju...disayangkan sih....akhirnya kebudayaan jadi tidak berkembang...gitu sih....kalau menurut gue...".

Menilik Orisinalitas Musik Makara

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Music Selengkapnya
Lihat Music Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun