Mohon tunggu...
Ben Sadhana
Ben Sadhana Mohon Tunggu... Pengecer Kata -

Penikmat malam yang selalu merindukan pagi IG : @ben_sadhana Twitter : @BenSadhana

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Landa

6 Agustus 2018   12:52 Diperbarui: 6 Agustus 2018   12:59 402
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Dengan diantarkan oleh dua sahabat dan seorang gurunya, aku dibuatnya kaget bukan kepalang. Di depan pintu kudapati majikan kecilku dengan kulitnya yang bentol-bentol merah di kedua tangan leher dan wajahnya.

"Sudah jangan digaruk terus Non, nanti tambah lecet." Kataku sambil memborehkan bedak di tubuhnya. Sementara Kinanthi yang terus terisak menahan gatal yang sangat dirasakannya.

Aku berpikir, dapat kena ulat gatal dari mana pula Kinanthi ini, sambil mataku terus mencari nomor dokter keluarga ini di buku catatan nomor telepon.

"Bagaimana Kinanthi, Yu." Kata Ndoro Nyonya -- yang siang ini sengaja pulang awal setelah kukabari hal yang menimpa putrinya -- dengan wajah paniknya, begitu kubukakan pintu.

Kami sampai di depan pintu kamar bersamaan dengan dokter yang hendak keluar setelah selesai memeriksa.

"Racun ulat bulu, tidak ada yang perlu dikuatirkan." Kata dokter -- "Cuma perlu istirahat tiga hari, jangan masuk sekolah dulu. Biar kering dulu lukanya." Katanya menyodorkan selembar surat izin yang diterima Ndoro Nyonya, selanjutnya diangsurkan kepadaku.

"Saya sudah tinggalkan obat, saya taruh di meja dekat tempat tidurnya." Kata dokter sambil sekali lagi menjelaskan aturan minumnya.

Sepeninggal dokter, aku langsung ke belakang, menjerang baju yang tadi dikenakan oleh Kinanthi, untuk menghilangkan sisa bulu ulat yang masih menempel. Sementara ibunya tetap di kamar menunggui.

Aku berpikir keras merangkai logika, dari mana ia bisa kena ulat ? Kalau di sekolahan, bagaimana mungkin ada ulat di sekolahan sementara sepengetahuanku tidak ada pohon di dalam sekolahan, selain pohon-pohon hias yang tertata rapi di taman dan tergantung di beranda setiap kelas.

Tiga hari di rumah, tiga kali pula Marsa dan Cholas datang ke rumah setiap hari selepas jam sekolah, menengok dan menemani Kinanthi. Melihat ketiganya demikian akrabnya, membuatku turut senang. Marsa yang namanya Marsaulina Pardede bersuku batak dan Cholas si Scholastika yang berasal dari Timor, toh perbedaan suku dan adat tidak mampu menghalangi eratnya persahabatan bagi ketiganya.

Suasana akrab yang hangat penuh kekerabatan di rumahnya, bertolak belakang dengan apa yang sedang terjadi di sekolahannya, yang dalam tiga hari ketidakhadirannya sedang gencar-gencarnya dilakukan sidak oleh kepala sekolah dan wali kelas. Perasaan tidak nyaman tergambar jelas menghiasi wajah-wajah siswa tidak bisa menolak selain merelakan tas dan dirinya digeledah. Handphone, Tablet, dan perangkat gawai lainnya serta buku-buku selain buku pelajaran, termasuk bedak dan sarana makeup tidak luput dari sitaan guru.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun