Sangat lahap Tuan dan Nyonya menikmati makan malamnya.
"Ada kabar apa di rumah hari ini, Yu?" Tanya majikan perempuanku Antonella, yang kini telah mengganti namanya menjadi Astuti.
"Tidak ada Ndoro Nyonya."
"Ok, bagus." Giliran pandangannya bergulir diarahkan ke putri semata wayangnya.
"Kinanthi, bagaimana dengan sekolahmu, apa semuanya lancar baik saja ?" Tanyanya dengan aksentuasi Bahasa Indonesia yang nyaris sempurna.
"Iya, Mam. Semuanya baik." Jawab Kinanthi, menoleh sekejab sebelum pandangannya kembali fokus ke layar televisi di hadapannya.
***
 "Terimakasih Yu." Kata Kinanthi menyambut tas sekolahnya dari tanganku.
 Aku baru akan menyalakan lagi sepeda motorku, ketika dari halaman sekolah kudengar beberapa anak melagukan anak Landa ... anak Landa ... anak Landa. Beberapa anak kulihat mengerubungi Kinanthi, mengejeknya. Kulihat Kinanthi terus berjalan dengan wajah tertunduknya -- sesekali langkahnya terhenti tersendat karena membentur anak-anak yang meledek menghalang di depannya. Kusaksikan hingga ia hilang ditelan ruang kelasnya. Kutinggalkan sekolahan dengan perasaan nelangsa.
Aku teringat keluargaku, dimana bapakku yang eks serdadu KNIL. Bapakku yang tidak seratus persen jiwanya untuk Indonesia, berbanding terbalik dengan orang tua Kinanthi yang sepenuh hati mencintai Indonesia, namun justeru anaknya yang belum bisa diterima baik oleh lingkungannya, oleh anak-anak sebangsanya sendiri.
"Maaf Non, saya tadi tidak bisa membela -- ndak boleh masuk oleh penjaga sekolahan." Kataku saat kami berjumpa lagi di depan sekolahan saat aku menjemputnya.