100 – 0 – 100
Acara nangkring Kompasiana di Kemenpupera ini sebenarnya masih merupakan rangkaian Hari Bakti Pekerjaan Umum yang jatuh pada 3 Desember 2014. Hari Bakti itu sendiri merupakan peristiwa yang tak akan terlupakan di lingkungan Kemenpupera meskipun bersalin nama kementerian beberapa kali, Hari Bakti Pekerjaan Umum tetap diperingati.
Betapa tidak, Hari Bakti PU sebenarnya mengenang dan berharap dapat terus menerus mendapatkan imbas semangat patriotisme 7 karyawan Kanto PU yang gugur dalam pertempuran senjata melawan NICA Belanda dan sekutunya yang membonceng Amerika Serikat yang ingin kembali menancapkan kukunya di negeri ini setelah Indonesia diproklamirkan sebagai satu bangsa yang berdaulat pada 27 Agustus 1945.
Belanda dan sekutunya termasuk ingin mencaplok Kantor Pekerjaan Oemoem yang kebetulan menempati Gedung Sate, salah satu bangunan penting di era kolonial, termasuk tempat dimana banyak dokumen yang menyimpan rekam jejak pembangunan infrastruktur negeri ini utamanya jalan, jembatan, pengairan dan bangunan-bangunan penting yang dibangun selama masa penjajahan Belanda. Lebih jauh tentang rekam jejak infrastruktur PU dapat dibaca kembali pada tulisan ini.
Kembali ke pokok pembahasan tentang produk-produk Litbang yang sedang diperjuangkan eksistensinya agar bisa menjadi tuan rumah berdaulat di ranah pengkajian dan pengembangan teknologi permukiman di negeri sendiri, seperti dikemukakan oleh Prof. Anita dan Iwan Suprijanto, menetapkan target kuantitatif yang terintegrasi yang setidaknya akan diupayakan dicapai pada tahun 2019. Target itu dirangkum di bawah satu tema: Dukungan Inovasi Teknologi Bidang Permukiman Dalam Akselerasi Program Permukiman 100 – 0 - 100.
Apa arti dan makna 100 – 0 – 100? Secara kuantitatif dibahasakan sebagai suatu target Puslitbang Permukiman untuk mendukung terwujudnya 100 % akses air minum bagi rakyat Indonesia, menghapuskan kawasan kumuh yang dibahasakan 0 % kawasan kumuh dan 100 % akses terhadap fasilitas sanitasi. Maknanya bahwa meskipun pemerintah mengejar pertumbuhan ekonomi yang tinggi tetapi kualitas hidup rakyat harus tetap dikedepankan.
Untuk mewujudkan semua itu yang merupakan indikator dasar kemajuan dan kesejahteraan rakyat, kata Prof . Anita membutuhkan biaya yang tidak kecil, dimana patut disyukuri pemerintahan Joko Widodo berkomitmen besar untuk mewujudkannya. Makanya, lanjut Prof Anita, pengetatan anggaran di sektor yang kurang produktif termasuk pencabutan subsidi BBM adalah cara yang tidak bisa dihindari demi menutup defisit APBN untuk pembangunan infrastruktur dasar dan pembiayaan sektor-sektor produktif lainnya.
Puslitbang Permukiman dan Kemenpupera pada umumnya berkomitmen mendukung penuh nawacita pemerintahan Jokowi-JK sebagaimana tertuang dalam Tri Sakti karena itulah yang selama ini yang juga menjadi visi kementerian PU yang di Kabinet Kerja Joko Widodo sekarang ini bersalin nama sedikit menjadi Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.
“Pendekatan kita tidak bisa lagi dengan mindset lama dimana kita membangun hanya semata karena tersedia dana,’” ujar Prof Anita yang diamini oleh Iwan Suprijanto. “Kita terutama harus mempertimbangan aspek keekonomiannya dimana tetap sejalan dengan kebijakan inovasi Kemenpupera selama ini yang dikenal dengan isitlah BMW yakni Lebih Baik, Lebih Murah dan Lebih Cepat Waktu Pengerjaannya (efisien).
Ada asa suasana optimisme membuncah di Pendopo Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Kamis siang itu. Optimisme ini dipicu oleh kesadaran bahwa kita sekarang berada pada era pemerintahan yang benar-benar pro rakyat, mengedepankan kemandirian bangsa dalam berbagai aspek dan yang terpenting sangat anti terhadap berbagai penyimpangan dan pemborosan.
Diskusi yang dimoderatori oleh pemandu acara kondang, Wardah Fajri selain menghidupkan suasana dengan celetukannya, juga mampu memancing kompasioner untuk bertanya. Diantara sejumlah penanya adalah Dian Kelana, Nur Terbit, Ben Baharuddin Nur (penulis) dan sejumlah penulis lainnya.