Mohon tunggu...
Ben Baharuddin Nur
Ben Baharuddin Nur Mohon Tunggu... Profesional -

Menulis untuk berbagi, membaca untuk memahami dan bekerja untuk ibadah, Insya Allah. | email: ben.bnur@gmail.com | twitter :@bens_369

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Gerdema Bukan Basa-basi, Saatnya Percaya kepada Rakyat

1 Desember 2014   06:20 Diperbarui: 17 Juni 2015   16:23 177
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di sisi lain, tanpa bermaksud mencampur-baurkan antara kesan pribadi dan buku yang saya resensi ini, saya mendapat kesan positif dari sosok penulis buku ini yang menyempatkan diri menyajikan bukunya kepada publik, setidaknya di hadapan ratusan anggota Kompasiana yang memadati ruang pertemuan Hotel Santika, Slipi beberapa waktu lalu.

Berpenampilan rapih, postur tinggi dan berkulit putih dengan senyum yang selalu mengambang di bibirnya, mengesankan kalau sosok yang bernama lengkap DR. Yansen TP., M.Si ini adalah figur yang rendah hati. Terkesan sangat menguasai konsep yang dipaparkannya. Mungkin karena konsep ini sudah diterapkan di Kabupaten Malinau atau karena konsepsi pembangunan desa ini adalah saripati dari disertasi saat penulis merampungkan program pendidikan doktoralnya di Universitas Brawijaya Malang.

Terlepas dari semua itu, saya menangkap pemahaman umum bahwa Yansen menghadirkan konsep pembangunan desa sebagai jawaban atas keresahan dan kegundahannya melihat berbagai upaya pembangunan yang telah dilakukan selama ini tak kunjung memberikan hasil optimal bagi peningkatakan kesejahteraan rakyat.

Cermatilah pernyataan kegalauan Yansen di halaman 12 berikut ini: “Mengapa elit-elit lokal dan birokrasi pemerintahan daerah yang selama ini telah bekerja keras belum membuahkan hasil yang signifikan dalam meningkatkan kesejahteraan rakyat, khususnya masyarakat desa di Kabupaten Malinau?

Yansen mengaku telah melakukan pencermatan dan perenungan yang panjang untuk sampai pada keyakinan bahwa Gerakan Desa Membangun (GERDEMA) adalah jawaban dari kegalauan itu. Ia pun mencanangkan GERDEMA sebagai bagian dari program pemerintahan Kabupaten Malinau saat Yansen terpilih sebagai Bupati.

[caption id="attachment_357086" align="aligncenter" width="620" caption="Bayangkan berapa luas tiap desa di kabupaten Malinau kalau luas keseluruhan Kabupaten ini mencapai 40.000 km2 atau hampir 80 kali luas DKI Jakarta yang hanya 661 km2 | Ilustrasi foto: Revokusi Dari Desa |"]

14173665221114356782
14173665221114356782
[/caption]

Apa itu GERDEMA?

Di halaman 13 Yansen menulis: “GERDEMA adalah sebuah paradigma baru dalam pembangunan. Konsepsi GERDEMA memiliki cara pandang yang spesifik dan fokus terhadap desa. Suatu cara pandang yang berbeda jauh dengan perilaku kebijakan pembangunan oleh banyak pemerintah daerah selama ini.”

Awalnya saya berpikir Yansen cukup berani memberikan pernyataan bahwa GERDEMA adalah sebuah paradigma baru dalam pembangunan. Bukankah selama ini sudah banyak konsep pembangunan desa atau pembangunan yang dilaksanakan di pedesaan? Dimana letak perbedaan yang signifikan antara pendekatan pembangunan yang selama ini telah ada dengan GERDEMA yang dibesut oleh Yansen? Mengapa pula GERDEMA ini disebut sebagai pendekatan pembangunan yang revolusioner dari desa?

Rupanya Prof. DR. Sadu Wasistiono, M.Si yang menuliskan kata pengantar untuk buku ini juga menyadari kemungkinan ekspektasi pembaca, apalagi sedang hangat-hangatnya intelektual, profesional dan berbagai kalangan di negeri ini berdiskusi tentang Revolusi Mental yang dipopulerkan oleh Joko Widodo di masa-masa kampanye Presiden beberapa waktu lalu.

Makanya Prof. Sadu memberikan bantalan untuk menghindarkan guncangan untuk buku ini seperti bantalan karet di rel kereta api. Prof.  Sadu berujar dengan kesan kerendahan hati, ia berujar di halaman xiii paragraf kedua: “Gagasan yang dikemukakan Dr. Yansen bukanlah sesuatu yang baru, tetapi merupakan upaya reaktualisasi konsep.”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun