Selama setahun terakhir malah mungkin hanya dalam hitungan bulanan saja saya melihat banyak sekali fenomena kejatuhan orang atau organisasi gara-gara berpolitik. Bila disimak lebih teliti sebenarnya penyebab orang atau organisasi ini jatuh gara-gara pernyataan orang atau oknum yang kelewat kasar. Padahal jelas-jelas ada pepatah: “mulutmu harimaumu”. Artinya dalam berbicara harusnya yang sopan dan tidak SARA. Makanya saya ingin membahas sapa-sapa saja yang jatuh gara-gara mulutmu harimaumu.
Ahmad Dhani
Harry Azhar Azis
Majelis Ulama Indonesia
Sebaiknya Bagaimana?
Menurut saya orang-orang ini harusnya menjunjung tinggi etika dan tata krama dalam berbicara. Boleh-boleh saja tidak setuju tetapi seharusnya disampaikan dengan cara yang elegan. Perlu diingat bahwa fanatisme pendukung dalam politik itu jauh lebih kuat dibandingkan dengan fanatisme terhadap hal-hal lainnya semisal fanatisme terhadap artis. Bisa jadi dalam satu organisasi ada orang-orang yang berbeda pendapat dengan kita. Bisa jadi orang-orang tersebut adalah orang-orang terdekat kita.
Jika kita menjatuhkan/menjelekkan orang-orang dalam berpolitik maka tentunya pendukungnya pasti melawan balik dengan mengumpulkan fakta-fakta untuk menjatuhkan balik kita. Anggap saja pendukungnya ada 1000 berarti akan ada 1000 orang yang mencari fakta untuk menjatuhkan balik kita. Masalah sekecil apapun pasti akan diungkap sampai habis sedangkan kita adalah manusia biasa yang tidak luput dari kesalahan.
Seyogyanya meski hati panas tetapi kepala tetap dingin. Meskipun kita tidak setuju atau bertentangan tetapi bila disampaikan sesuai etika dan tata krama dan tidak menimbulkan perasaan terhina orang saya rasa kita tidak akan dapat masalah. Saya jadi sempat berpikir bahwa cara tercepat untuk bangkrut atau terkena kasus adalah cukup menghujat orang-orang politik di media sosial.
Atau bisa mengikuti pepatah bahasa Inggris: Silent is Golden (diam itu emas). Jadi biarkan mereka berkoar-koar dan menjelekkan kita. Semakin banyak mereka berbicara maka semakin besar kemungkinan mereka salah bicara. Saat salah bicara biarkan orang laing yang menjelek-jelekkan mereka. Tokoh yang patut ditiru adalah presiden kita, Bapak Jokowi. Saat banyak orang menghujat dia bahkan sampai-sampai tukang sate ikut-ikutan, dia malah diam dan terlihat santai.
Bukankah sudah ada pepatah: "Anjing menggonggong, kafilah berlalu...". Jadi biarkan mereka menghujat, menjelek-jelekkan, mengungkap kesalahan kita. Hal ini malah membuat orang-orang semakin bersimpati kepada kita karena kita dianggap teraniaya. Inilah salah satu jurus jitu untuk memenangkan hati pendukung dalam politik.
Kesimpulan
Akhir kata, jadikanlah kasus-kasus ini sebagai pembelajaran bagi kita semua. Diharapkan ke depannya tidak ada pembicaraan yang saling menjatuhkan. Yang ada hanya saling memuji dan mengidolakan. Cara paling gampang menghadapi hujatan adalah diam saja dan cukup biarkan para penghujat salah berbicara. Lalu biarkan orang lain yang menghujat balik mereka. Gitu aja kok repot seperti kata almarhum Gus Dur. Semoga dengan adanya pembicaraan yang lebih beretika dan bertata krama maka politik kita menjadi semakin dihormati dan disegani.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H