Menurut Piebo (Ilmu Politik), sistem pemerintahan presidensial namun multi partai merupakan kombinasi yang rawan. Kita pernah melakukan pengalaman yang sama dengan corak kasus yang sama. SBY adalah elit lama namun tidak bermain di kalangan elit, tidak mempunyai koalisi yang kuat, koalisi pengusung pemerintah lebih lemah dibandingan oposisi. Namun SBY dapat mengatasinya melalui strategi pengakuisisian Partai Golkar dengan memilih JK sebagai wakilnya dan pengamanan konsolidasi dengan menggandeng PKB.
           Suka tidak suka, hal itu harus dilakukan. Tidak bisa dengan cara Jokowi yang mencoba mempertahankan otonom sejak awal dengan koalisi tanpa syarat. Sebenarnya jika ingin lebih efektif sebaiknya sistem pemerintahan menjadi parlementer saja sekalian. Sedangkan Jokowi di masa awal malah melakukan konfrontasi dengan partai-partai. Padahal tidak bisa begitu untuk sistem di Indonesia. Pemerintah akan mengalami sulit gerak (immobilitas) jika tidak bersikap lunak kepada partai. Perlu dilakukan kompromi karena hal itu tidak dapat dihindarkan. Insentif anggaran dan bagi-bagi kursi jabatan menteri, harus dilakukan. Kegaduhan politik dapat menyebabkan penurunan tingkat ekonomi. Seperti saat ini dimana tingkat ekonomi Indonesia menurun menjadi 4,7%. Sedangkan dengan taktiknya, SBY dapat mempertahan tingkat ekonomi stabil pada kisaran 5%.
           Sedangkan menurut Ita, pemerintah tidak perlu menunggu lama-lama untuk melakukan reshuffle. Kalau memang kinerja menteri tidak sesuai dengan program jangka pendek Presiden, selayaknya harus dilakukan reshuffle. Hal ini diperlukan untuk menyesuaikan dengan strategi Presiden. Tujuan eksistensi pemerintah kan memang mengurus negara. Terserah cara yang digunakan, asal tidak inkonstitusional maupun melanggar hukum karena intinya hanya rigid pada tujuan. Walaupun baru seminggu jika kinerja kabinet tidak sesuai dengan turunan kebijakan Presiden ya harus di benerin.
           Dini juga mendukung tindakan reshuffle. Konferensi ke luar negeri memakai dolar. Sedangkan kecenderungan rupiah pada dolar melemah dan diperkirakan terus melemah. Pemerintah tidak bisa menjaga stabilitas ekonomi. Mahasiswa yang ingin konferensi ke luar negeri menjadi makin sulit karena biaya makin mahal. Begitu juga dengan ibu-ibu rumah tangga, yang semakin tercekik karena harga sembako kian meroket. Jadi menteri yang bertanggung jawab akan kondisi tersebut, sudah seharusnya diganti.
(Ulasan Penolak Reshuffle Kabinet)
           Harry menyangsikan reshuffle yang akan dilakukan dalam waktu dekat. Menurutnya jika reshuffle dilakukan sekarang malah akan terkesan prematur. Jika reshuffle dilakukan sekarang maka program yang berjalan akan terancam tersendat. Untuk mencegah hal tersebut, lebih baik masyarakat menyampaikan aspirasinya ke parpol untuk kemudian diagregasi dan diartikulasikan ke kementerian.
           Rey tidak setuju diadakan reshuffle kabinet, terlalu cepat untuk pemerintahan yang baru berjalan tujuh bulan. Reshuffle hanyalah strategi pemerintah untuk melakukan perubahan. Terutama masyarakat merasa kinerja kabinet menurun. Untuk itu, reshuffle dilakukan guna menarik dukungan dan kepercayaan dari masyarakat.
           Ahmad meragukan adanya perubahan signifikan dari reshuffle. Contoh pada kabinet Indonesia Bersatu Jilid 1 yang pernah melaksanakan reshuffle kabinet disebabkan tekanan dari Partai Golkar. Partai Golkar sebagai partai pemenang pemilu legislatif, meminta kursi yang lebih banyak. Jika dilihat dari konteks kabinet Jokowi-JK, menteri dari PDIP dan PKB jumlahnya sama padahal PDIP sebagai partai pemenang pemilu dan pengusung Presiden harusnya memiliki jumlah kursi menteri yang lebih banyak dibanding PKB. Bisa jadi reshuffle dilakukan hanya karena tuntutan PDIP yang meminta kursi lebih.
           Lazu berpendapat bahwa reshuffle kabinet terlalu dini dan belum terlalu genting jika dilakukan sekarang. Walau begitu, reshuffle memiliki dampak positif untuk rakyat juga. Beberapa opini yang berkembang di publik, membandingkan pemerintahan Jokowi dengan Habibie. Habibie juga sebentar tapi hanya menyisakan sedikit masalah sedangkan Jokowi baru tujuh bulan sudah menghasilkan banyak masalah. Sebagai Presiden pertama yang berasal dari sipil, perlu bagi Jokowi untuk terus memupuk kepercayaan rakyat. Salah satu strategi untuk kembali mendongkrak nama baik di mata rakyat adalah dengan melakukan reshuffle kabinet. Apalagi dengan pencopotan beberapa menteri, misalnya Puan Maharani. Bisa jadi momentum untuk mematahkan anggapan Jokowi adalah Presiden boneka Megawati, tetapi yang hadir untuk rakyat.
           Bagi Hisab, reshuffle tidak usah dipikirkan pusing-pusing karena merupakan kebijakan prerogratif Presiden jadi tidak harus sesuai kehendak rakyat. Konspirasi di balik layar tidak usah diamati karena dibalik layar pun, pasti ada konsprisasi lagi, begitu seterusnya.
           Aqsa berujar  reshuffle merupakan isu yang sangat politis. Perubahan-perubahan yang dilakukan oleh Jokowi juga mempengaruhi penyesuaian kerja para menteri seperti administrasi nomenklatur surat misalnya. Jadi bukan karena alasan kinerjanya saja. Tantangan jokowi adalah apakah dia benar-benar berani mengganti menteri-menteri yang berasal dari partai, bukan yang non partai. Karena menteri dari kalangan profesional relatif sudah baik kinerjanya.