Mohon tunggu...
Belva Abidah Ardelia
Belva Abidah Ardelia Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Airlangga

seorang mahasiswa yang sedang mencoba hal baru dan mencari pengalaman baru

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Hoax dan Ujaran Kebencian di Sosial Media, Apa Sebabnya?

7 Juli 2022   16:08 Diperbarui: 7 Juli 2022   16:13 339
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Globalisasi berasal dari kata "global" yang berarti mendunia. Menurut Winarno, globalisasi adalah proses menghubungkan atau jejaring orang di seluruh dunia dalam semua aspek kehidupan, termasuk budaya, ekonomi, politik, teknologi, dan lingkungan. Bagi sebagian orang globalisasi adalah hal yang sangat menguntungkan karena globalisasi memiliki dampak positif yaitu dapat memudahkan kehidupan manusia. Namun, banyak yang tidak menyadari bahwa globalisasi sendiri memiliki dampak negatif yang cukup besar yang diakibatkan oleh kemudahan dalam mengakses internet maupun media sosial. Kemudahan ini dapat memicu banyak kejahatan, diantaranya adalah penyebaran berita hoax dan hate speech. Tidak hanya itu, karena kemudahan ini semua masyarakat dari semua kalangan usia dapat menggunakan media sosial. Semakin banyak pengguna media sosial maka semakin sulit juga untuk mengendalikan apa saja yang ada dan beredar di media sosial. Oleh karena itu, kejahatan di media sosial berupa penyebaran hoax dan hate speech masih banyak terjadi.

Hoax adalah informasi sesat dan berbahaya karena menyesatkan persepsi manusia dengan menyampaikan informasi palsu sebagai kebenaran (Chen et al. 2014). Pada saat ini siapapun dapat dengan mudah melakukan penyebaran hoax sehingga semakin banyak hoax yang beredar di beberapa platform media sosial. Peristiwa hoax ini sangat menarik untuk diteliti karena maraknya hoax yang beredar di media sosial. Diantaranya adalah hoax vaksinasi yang banyak beredar di awal pemerintah mengadakan program vaksinasi. 

Beberapa berita hoax yang disebarkan mengenai vaksinasi adalah Pertama, vaksinasi bisa mengakibatkan positif covid 19. Hal ini tentu salah karena tujuan pemerintah mengadakan program vaksinasi adalah untuk menekan angka covid di Indonesia agar pandemi covid 19 bisa segera usai. 

Kedua, vaksinasi bisa menyebabkan meninggal dunia. Hal ini jelas bertentangan dengan tujuan pemerintah mengadakan program vaksinasi. Pemerintah mengadakan program vaksinasi dengan tujuan meminimalisir dampak dari pandemi covid 19 termasuk banyaknya korban jiwa akibat covid 19. Ketiga, vaksin covid 19 mengandung mikrocip magnetis. Informasi ini tidak benar dan sudah dikonfirmasi langsung oleh Ketua Indonesian Technical Advisory Group on Immunization (ITAGI) yaitu Prof. Dr. dr. Sri Rezeki Hadinegoro. Beliau mengatakan bahwa vaksin berisi protein, garam, lipid, pelarut, dan tidak mengandung logam.

Hoax bukan satu-satunya kejahatan yang ada di media sosial, tetapi hoax adalah salah satu kejahatan yang ada di media sosial. Ada kejahatan lain yang juga diakibatkan oleh adanya globalisasi yaitu ujaran kebencian (hate speech). Dalam dunia hukum, ujaran kebencian (hate speech) adalah ucapan, tindakan, tulisan, dan perbuatan yang dapat menimbulkan kekerasan dan prasangka buruk dari pihak pelaku atau korban pernyataan tersebut. Penggunaan dan penerapan ujaran kebencian di dunia Internet disebut sebagai hate site, tetapi sebagian besar situs tersebut menggunakan forum dan berita internet untuk memajukan poin-poin tertentu. Seperti contoh ujaran kebencian yang dilakukan oleh Keluarga Doddy Soedrajat kepada Keluarga H.Faisal. 

Doddy Soedrajat mengatakan bahwa Fuji, adik dari Febri Andriansyah tidak bisa mengurus Gala dikarenakan usia Fuji yang masih terlalu muda. Akan tetapi, faktanya Gala sangat nyaman ketika bersama dengan Fuji. Selain itu. Doddy Soedrajat juga mengatakan bahwa keluarga H.Faisal menggunakan semua harta peninggalan Alm. Febri Andriansyah dan Almh. Vanessa Angel. Hal itu tidak benar dan sudah dikonfirmasi langsung oleh keluarga H.Faisal bahwa keluarga H.Faisal tidak pernah menggunakan harta ataupun benda peninggalan Alm. Febri Andriansyah dan Almh. Vanessa Angel karena proses hukum yang belum selesai dan juga harga benda tersebut masih belum jelas akan jatuh ke tangan siapa. 

Selain itu, ada lagi kasus ujaran kebencian yang terjadi yang dialami oleh Ashanty. Seperti yang diketahui bahwa The Hermansyah dan juga Gen Halilintar pada awal tahun ini menyambut pergantian tahun 2022 di Turki. Ketika sampai di Indonesia semuanya melakukan karantina sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah. 

Di tengah karantina, semua anggota melakukan PCR dan ternyata satu diantaranya positif covid 19 dan diduga itu merupakan covid 19 varian omicron yang baru saja muncul di Indonesia pada akhir tahun 2021 kemarin. Ashanty adalah satu orang dari semua rombongan yang terkonfirmasi positif covid 19. Ashanty membagikan kabar terbarunya di instragram pribadinya dan hal tak terduga ia dapatkan, yaitu komentar pedas dari beberapa netizen yang menyalahkan liburannya kemarin dan juga banyak netizen yang mengatakan bahwa Ashanty pulang membawa virus dan menyengsarakan rakyat kecil. Padahal faktanya Ashanty melakukan isolasi mandiri di rumah sakit dan seluruh biaya ditanggung olehnya sendiri dan tidak ditanggung oleh pemerintah. Seharusnya netizen tidak melakukan hal itu karena ini merupakan ujaran kebencian yang dapat mengganggu kesehatan mental, apalagi dalam kondisi yang dialami Ashanty pada saat ini.

Hoax dan hate speech yang masih banyak ditemukan di media sosial tentunya sangat meresahkan masyarakat karena banyak dampak negatif yang diakibatkan dari penyebaran hoax dan hate speech ini. Dampak yang sering dialami oleh masyarakat akibat ini adalah gangguan psikis seperti trauma, depresi yang tak jarang berakhir dengan bunuh diri. Ini menunjukkan bahwa dampak yang diakibatkan dari penyebaran hoax dan hate speech di media sosial ini sangat besar hingga memakan korban jiwa. Tidak hanya itu, karena penyebaran hoax dan hate speech di media sosial banyak masyarakat yang mengalami perubahan pola pikir. Hal ini disebabkan oleh banyaknya dampak negatif yang ditimbulkan oleh media sosial sehingga masyarakat sulit mempercayai kalau media sosial masih mempunyai dampak positif yang dapat dirasakan oleh penggunanya. Selain itu, perubahan pola pikir masyarakat juga bisa diartikan bahwa hoax dan hate speech yang ada di media sosial dapat menggiring banyak opini negatif masyarakat yang juga meyakinkan pembacanya bahwa hal ini benar padahal sudah jelas bahwa perbuatan yang mereka lakukan adalah salah dan bisa membawa dampak besar bagi korban.

Beberapa penyebab hoax dan hate speech masih banyak ditemukan di media sosial adalah Pertama, kurangnya literasi digital masyarakat terhadap informasi yang beredar di media sosial. Maksudnya adalah masyarakat menelan mentah-mentah apa saja informasi yang mereka dapatkan di media sosial dan juga mereka mempercayai itu semua. Kadang kala mereka juga menyebarkan lagi informasi tersebut kepada orang lain tanpa mencari tahu terlebih dahulu apakah informasi tersebut benar dan layak dibagikan kepada orang lain atau tidak. 

edua, beberapa media maupun masyarakat menyebarkan informasi dengan tujuan meningkatkan eksistensi mereka, bukan untuk menyampaikan informasi yang sebenarnya kepada pengguna media sosial. Banyak orang ataupun media yang karyanya ingin dilihat banyak orang, sekalipun karya itu salah dan menyesatkan banyak orang. Mereka tidak memperdulikan hal itu dan hanya berfokus pada banyaknya orang yang menjangkau dan membaca informasi yang mereka sampaikan. Ketiga, banyaknya pengguna media sosial yang belum memiliki pemikiran yang matang sehingga mudah terkena dampak negatif media sosial. 

Globalisasi memudahkan semua orang dalam mengakses internet maupun media sosial, karena kemudahan ini maka semua kalangan bisa mengakses internet termasuk media sosial. Hal ini menyebabkan banyak anak dibawah umur yang juga menggunakan media sosial. Anak dibawah umur tentu belum memiliki pemikiran yang matang sehingga apapun yang mereka lihat, dengar, dan baca di media sosial mereka percayai dan tak jarang dari mereka juga mengikuti hal itu. 

Seperti contoh maraknya cyberbullying yang ada di media sosial diikuti dan dicontoh oleh anak dibawah umur pada dunia nyata mereka sehingga di SD, SMP, maupun SMA banyak ditemukan kasus bullying yang disebabkan oleh temannya sendiri. 

Keempat, perkembangan internet yang sangat cepat tidak dibarengi dengan perkembangan SDM sehingga sumber daya manusianya mengalami culture shock. Perubahan ini terhitung sangat cepat dan sumber daya manusianya agak kesulitan untuk mengikutinya. Oleh karena itu, banyak dari mereka yang tidak bisa menggunakan media sosial dengan sebaik-baiknya dan justru menyalahgunakan media sosial untuk hal-hal yang negatif seperti menyebarkan hoax, ujaran kebencian, dan masih banyak lagi kejahatan yang beredar di media sosial. 

Kelima, merasa dirinya paling sempurna diantara manusia yang lain sehingga dia mudah untuk melakukan ujaran kebencian kepada orang lain. Semua manusia yang diciptakan Tuhan tentu tidaklah sempurna karena kesempurnaan hanyalah milik Tuhan. Akan tetapi, banyak pengguna media sosial yang merasa dirinya paling sempurna diantara semua manusia yang lain sehingga dengan mudahnya dia menyebarkan ujaran kebencian seperti menghina, mencela, dan merendahkan orang lain di media sosial tanpa memikirkan dampak yang akan diterima oleh korban.

Cara mengatasi hoax dan hate speech yang masih sering terjadi di media sosial adalah: Pertama, perlunya menganalisis setiap informasi yang kita terima dari media sosial. Tidak seluruh informasi yang ada di media sosial itu benar dan dapat dipercaya. Oleh karena itu, sangat diperlukan untuk menganalisis setiap informasi yang kita terima dari media sosial. Kedua, pentingnya pengawasan bagi pengguna media sosial yang belum memiliki pemikiran yang matang, misalnya anak dibawah umur. 

Di sini orang tua diminta bantuan untuk membantu dalam pengawasan aktivitas anak dibawah umur di media sosial. Hal ini bertujuan untuk meminimalisir dampak negatif media sosial yang akan diterima sang anak. Ketiga, gunakan media sosial dengan baik dan bijak. Yang diperlukan ketika melakukan aktivitas di media sosial adalah fokus pada dampak positif dari kemudahan menggunakan media sosial agar tidak terjadi penyalahgunaan media sosial untuk hal negatif. Keempat, peran KOMINFO yang sangat dibutuhkan dalam mengatur lalu lintas media sosial. Maksudnya adalah agar media sosial tidak digunakan sebagai tempat untuk hal yang negatif dan manfaat dari media sosial diharapkan bisa dirasakan seutuhnya oleh masyarakat. Kelima, fokuskan diri pada dampak positif media sosial, misalnya menyalurkan bakat melalui media sosial dan masih banyak lagi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun