Mohon tunggu...
Bella DS
Bella DS Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Hobi saya membaca dan menulis.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Spidol, Keangkuhan, dan Pengasingan

30 Juni 2024   22:05 Diperbarui: 1 Agustus 2024   20:20 134
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Kalau begitu saya juga ingin memperjuangkan hak anak saya. Dia melakukan itu semua karena ada sebabnya. Anda ingin menabrak anak saya. Itu terbukti dari CCTV. Ditambah lagi dia masih kecil. Mengapa anda tidak mempunyai belas kasihan kepada anak kecil? Pak Baka juga mempunyai anak kan?" Istri Pak Darto meneteskan air mata. Aku juga ingin menangis. Tapi suara perutku lebih keras daripada suara hatiku.

"Hei, tapi anak saya tidak seperti Sastra. Sastra itu nakal dan tidak bisa diatur." Istri Pak Baka menyahut. Dia terlihat angkuh sama seperti suaminya. Mereka benar-benar sepasang suami istri yang sangat serasi. Aku tersenyum miris, bagaimana bisa dia menyamakan anaknya yang berumur 30 tahun dengan Sastra yang berumur 11 tahun. Benar-benar tidak punya otak.

"Bapak Ibu semuanya. Permasalah ini biarlah kita selesaikan secara kekeluargaan. Jika dikemudian hari kedua belah pihak bertemu dijalan diusahakan tegur sapa. Tolong tanda tangani surat pernyataan perdamaian ini. Sebelum pulang kita harus foto bersama dulu untuk bukti." Pak Beni memberikan instruksi. Aku melihat Pak Baka seperti ingin menangis ketika menandatangani surat perjanjian ini. Sepertinya dia benar-benar ingin menjebloskan Sastra ke dalam penjara.

Oh, astaga anak sekecil itu berkelahi dengan Bapak-bapak.

Cekrek! Cekrek!

Mereka semua tersenyum. Tetapi aku masih melihat beberapa tangan yang masih mengepal siap meninju satu sama lain.

"Jika tidak dihentikan, kita mungkin akan terus mendengarkan keributan sampai pagi." Pak Beni berbicara kepadaku sambil menatap Pak Baka yang menyalakan motornya bersiap untuk pulang ke rumah. Aku mengangguk setuju, Pak Baka memang memiliki sifat tidak suka mengalah kepada siapapun. Kadang sifat tersebut bisa merugikan di kemudian hari.

"Benar-benar menyulitkan. Apakah kebanyakan warga disini memiliki sifat seperti Pak Baka?" Aku berbalik bertanya kepada Pak RT yang terlihat sangat kelelahan. Aku yakin dia sangat tertekan memiliki warga seperti itu.

"Tidak, hanya beberapa warga saja. Pak Baka itu sebenarnya warga yang baik. Dia sering menyapa saya." Pak RT menjelaskan kepadaku. Kupikir, mungkin Pak RT memiliki sifat yang naif. Jadi, dia tidak bisa membedakan baik dan jahat.

Aku pikir, sudah waktunya untuk kembali ke posko KKN. Waktu sudah menunjukkan pukul 10 malam. Aku memutuskan untuk pamit kepada Pak RT dan Babinsa.

Ketika berjalan pulang aku menggenggam handphone ku erat-erat. Aku seperti memiliki harta karun yang harus dijaga baik-baik agar tidak dirampas oleh orang lain. Alih-alih harta karun, aku memiliki rekaman suara yang bisa kutunjukkan kepada teman-temanku, pemuda pemudi di desa ini, dan ayahku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun